Ada begitu banyak kampung di Kota Surabaya yang terhimpun dalam 154 kelurahan, terkelompok di bawah 31 wilayah administrasi kecamatan. Namun, mulanya hanya ada beberapa kampung yang tercatat sejak era Kerajaan Majapahit di Surabaya.
Catatan sejarah yang diklaim memuat nama-nama kampung tertua di Surabaya adalah Prasasti Canggu atau Trowulan I yang dibuat pada era kepemimpinan Raja Hayam Wuruk di Majapahit, pada 7 Juli 1358 M.
Bukan kampung, dalam catatan di Prasasti Canggu termuat sejumlah nama desa di tepian sungai Brantas dan Bengawan Solo yang disebut Naditira Pradeca. Desa-desa ini dicatat karena mengelola penyeberangan sungai di masa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komunitas Pemerhati sejarah Bergandring Soerabaia mengklaim sudah melihat langsung lempeng prasasti Canggu atau Trowulan I yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta dan menemukan nama-nama itu.
![]() |
Mereka menyatakan bahwa di dalam prasasti itu termuat nama desa yang tersebar di tepian Sungai Brantas dan sungai yang sekarang dikenal Kali Surabaya, yang diyakini saat ini masuk wilayah administratif Kota Surabaya.
Nama-nama desa itu yakni Gsang (Pagesangan), Bkul (Bungkul) dan Curabhaya (Surabaya). Konon, Hayam Wuruk mencatat nama-nama itu saat berkunjung ke desa-desa yang ada di tepian sungai itu 665 tahun silam.
Tahun 1358 M adalah tahun pencatatan nama-nama desa itu. Ada dugaan kuat bahwa desa-desa itu sudah ada sebelumnya, bahkan diperkirakan sudah ada sejak 1200-an seperti hipotesis G H Von Faber.
Von Faber adalah seorang jurnalis sekaligus penulis berdarah Jerman-Belanda kelahiran Surabaya yang menulis buku tentang Surabaya seperti 'Oud Soerabaia' (1931) dan Nieuw Soerabaia (1937).
Dia juga menulis buku berjudul 'Er Werd Een Stad Geboren' pada 1953 yang memuat hipotesis bahwa Surabaya sudah ada sejak 1275, yang letaknya dia sebutkan bermula di kawasan delta sungai antara Kalimas dan Pegirian.
Jejak peradaban. Baca di halaman selanjutnya.
Jejak Peradaban Tertua di Kota Pahlawan
Komunitas pemerhati sejarah Begandring Soerabaia meyakini bahwa lokasi yang disebut Faber, yang sejak dulu dikenal Curabhaya dan menjadi bagian dari Naditira Pradeca dalam Prasasti Canggu ada di kawasan Peneleh dan Pengampon.
"Dari penelusuran Perkumpulan Begandring Soerabaia bahwa naditira pradeca Curabhaya itu diduga di kawasan Peneleh," demikian kata Nanang Purwono, salah satu pegiat Begandring dalam artikel berjudul 'Menyoal DNA Kota Surabaya' yang dimuat di situsnya pada 21 Maret 2023.
Mereka pun mengaitkan argumentasi tentang kampung tertua di Surabaya itu dengan temuan sumur yang strukturnya identik dengan sumur di Trowulan, Mojokerto. Sumur itu ditemukan pada akhir 2018 di salah satu RT dan RW dari total 16 RW dan 77 RT yang ada di kelurahan Peneleh.
"Kalau disingkap bahwa setiap jejak sejarah itu berasal dari peristiwa masa lalu yang mengandung nilai nilai luhur. Bukti-bukti sejarah berdasarkan eranya dapat dilihat dari peninggalan sejarah yang masih ada. Salah satunya adalah benda arkeologi Sumur Jobong," ujar Nanang.
![]() |
Agus, warga RT 01, RW 13 yang juga berperan sebagai Humas RW menceritakan bagaimana proses penemuan sumur tua itu saat dirinya terlibat langsung dalam pekerjaan pembuatan saluran air di Jalan Pandean Gang I, RT 01, RW 13, Kelurahan Peneleh pada 2018.
Struktur saluran air yang sempit dan dangkal di Jalan Pandean Gang I membuat kampung itu seringkali terdampak banjir di musim hujan. Warga pun mengusulkan pembangunan saluran air kepada Pemkot Surabaya dan penggarapan saluran air dilakukan pada akhir 2018.
Agus menceritakan pengerjaan saluran air itu dilakukan sejak matahari masih berada di atas kepala hingga mulai terbenam. Bahkan selepas Magrib menjelang Isya, para pekerja masih melakukan penggalian hingga salah satu sekop membentur benda keras di dalam tanah.
"Saya ingat adalah salah satu orang mengawasi proyek itu memerintahkan pekerja bernama Gandhi tidak melanjutkan penggalian. Saya yang minta, karena waktu itu saya pikir jangan-jangan sekop itu membentur 'benda keras' yang harusnya tidak dihancurkan," ujarnya kepada detikJatim.
Mereka pun menemukan batu bata berjajar rapi di atas tumpukan tanah liat. Perlahan-lahan mereka singkirkan tumpukan bata itu dan terus menggali isinya. Hingga terakota bibir sumur yang mengering itu mulai terlihat jelas.
Berasal dari era Kerajaan Majapahit. Baca di halaman selanjutnya.
Sumur Jobong dan Uji Karbon Tulang Manusia
Sumur tua berlapis dinding tanah liat yang mulanya tertutup batu bata itu berdiameter sekitar 80 cm. Saat digali semakin ke bawah bentuknya sedikit mengerucut dengan kedalaman kurang lebih 1 meter. Para pekerja akhirnya menyadari, sumur itu berasal dari peradaban di masa lampau.
Tidak hanya sumur, mereka juga menemukan satu per satu puing batu bata, pecahan keramik, hingga tulang-belulang hewan dan manusia. Untuk menghindari kesalahan, Agus pun berinisiatif melaporkan temuan itu kepada ketua RW setempat.
"Sumur Jobong ini ditemukan pada hari Rabu Wage, 31 Oktober 2018, pukul 18.20 setelah waktu salat Magrib," tuturnya.
Ketua RW yang mendengar itu langsung melihat ke lokasi dan melaporkannya ke pihak kelurahan, lalu pihak kelurahan ke kecamatan, hingga pekerjaan dihentikan dan dilanjutkan keesokan harinya oleh tim arkeolog dari Trowulan, Mojokerto yang diajak oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota.
Tim Cagar Budaya Surabaya serta para peneliti dari Universitas Airlangga pun turut dilibatkan untuk mengetahui apa yang sebenarnya telah ditemukan oleh para pekerja pembuat saluran air di Jalan Pandean Gang I.
![]() |
Tim Arkeolog dan Cagar Budaya yang menyatakan bahwa sumur itu memang identik dengan Sumur Jobong di era zaman Majapahit yang banyak ditemukan di wilayah Mojokerto. Tindak lanjut untuk memastikan kekunoan sumur itu dilakukan dengan melakukan uji karbon.
Uji karbon dilakukan terhadap temuan tulang manusia di dalam sumur itu. Hingga hasilnya menunjukkan bahwa individu pemilik tulang itu hidup di tahun 1400-an, yakni di era Kerajaan Majapahit. Seketika, wilayah itu menjadi pusat perhatian.
"Saya ingat depan rumah saya itu ramai selama 2 mingguan. Orang-orang berdatangan untuk melihat dan mengecek sumur itu. Termasuk wartawan," kata Ida Armawati, salah seorang warga yang rumahnya berada di sekitar temuan Sumur Jobong.
Kini Sumur Jobong di Jalan Pandean Gang I Surabaya dirawat dengan baik. Tulang-tulang yang ditemukan ditata dan dipajang rapi dalam etalase kaca agar pengunjung bisa menyaksikannya dari dekat. Papan penjelasan memuat cerita penemuan sumur Jobong itu juga disediakan.
Tapi apakah sumur tersebut membuktikan bahwa Peneleh merupakan kampung tertua yang menjadi awal mula peradaban di Kota Surabaya? Simak artikel selanjutnya.
Tulisan ini merupakan hasil karya para peserta Magang Merdeka di detikJatim