Menilik Jejak Keraton Surabaya yang Ada dan Pernah Jaya

Urban Legend

Menilik Jejak Keraton Surabaya yang Ada dan Pernah Jaya

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Kamis, 09 Mar 2023 14:33 WIB
Menilik Jejak Keraton Surabaya yang Ada dan Pernah Jaya
Lokasi tempat Tugu Pahlawan berdiri dulunya merupakan bagian dari Keraton Surabaya (Foto: Setiadarma Wisnu)
Surabaya - Bagi orang awam, Tugu Pahlawan dan sekitarnya merupakan lokasi bersejarah arek-arek Suroboyo dalam merebut kemerdekaan RI. Namun, tak banyak yang mengetahui bila sebelumnya sempat berdiri keraton di lokasi itu.

Dalam buku pelajaran sejarah, hampir tak pernah dibahas perihal keberadaan Keraton Surabaya tersebut. Kendati demikian, letak dan beberapa peninggalannya masih ada dan nampak hingga saat ini.

Dari data dan pantauan detikJatim, keberadaan Keraton Surabaya ditandai dengan nama beberapa kampung yang ada di sekitar Tugu Pahlawan. Di antaranya adalah Kampung Kauman dan Maespati (Maspati).

Salah satu pegiat sejarah Begandring Soerabaia Nanang Purwono membenarkan adanya Keraton Surabaya. Kepada detikJatim, Nanang menegaskan beberapa nama jalan dan kampung di Surabaya masih berkaitan dengan Adipati Keraton Surabaya.

Menurut Nanang, Keraton Surabaya tak lepas dari pertempuran Raden Wijaya kala itu yang menang melawan pasukan Mongol. Pada 1293, Hujung Galuh berganti nama menjadi Curabhaya.

Pada 1625, Kerajaan Surabaya di bawah kepemimpinan Pangeran Pekik, mengakui kekalahan dan menyerah. Surabaya akhirnya menjadi milik Kerajaan Mataram.

Sisa kejayaan Keraton Surabaya kemudian memudar. Terlebih saat kolonial Belanda masuk ke Surabaya pada 1755. Sebab, Belanda kemudian meneruskan apa yang dilakukan mataram yakni mengalahkan dan mengambil alih Keraton Surabaya.

"Yang masih utuh hanya tata letaknya yang tidak berubah, tapi dalam arealnya bertumbuh yang lain-lain, areal alun-alun menjadi areal sekolahan, lalu menjadi kantor pos, dan lain sebagainya," kata Nanang kepada detikJatim, Kamis (9/3/2023).

Kendati tak ada bukti sejarah resmi dan baku bak monumen, Nanang menegaskan bila Keraton Surabaya dulu meliputi kawasan Kebonrojo dan sekitarnya. Menurutnya, salah satu bukti otentik keberadaan Keraton Surabaya yakni nama kampung bernama Kauman dan Maespati.

"Titiknya ya Masjid Kemayoran ini dulunya alun-alun, lalu keraton yang sekarang jadi kantor pos. Sebelum jadi kantor pos, itu kediaman dan kantor bupati karena tingkatannya di bawah raja, tapi kan gak ada rajanya di keraton sini (saat masa pemerintahan Hindia Belanda)," imbuhnya.

Nanang memperkirakan Keraton Surabaya meliputi kawasan Kebonrojo sebagai Taman Keraton. Lalu, Tugu Pahlawan sebagai Alun-alun Utara dan Alun-alun Contong di kawasan Baliwerti hingga Bubutan, yang disebut bagian dari Alun-alun Selatan.

Kini, alun-alun selatan menjadi Jalan Pahlawan. Dan alun-alun utara kini merupakan Masjid Kemayoran.

Lalu, sungai Kalimas yang berada di sekitarnya sebagai sarana lalu lintas yang utama untuk transportasi. Tepatnya, di dekat Plampitan dan Genteng.

Selain itu, lanjut Nanang, ada sejumlah nama kampung lain yang terindikasi juga menjadi bekas peninggalan keraton. Di antaranya Praban yang berasal dari kata Prabu atau raja, lalu Kranggan (Rangga) yang disebut pernah menjadi domisili pembuat keris (empu), hingga Kauman yang disebut pernah jadi hunian bagi para kaum muslim yang kini letaknya berada di belakang Masjid Kemayoran.

"Pembangunan kontruksi tata ruang Jawa di Masjid ini (Masjid Roudhotul Musyawarah / Kemayoran) sebagai perpindahan dari alun-alun Tugu Pahlawan. Jadi, tata letaknya ruang di belakangnya ini, Kauman, cilik kampunge (kecil kampungnya) yang membangun kala itu pemerintah Hindia Belanda, namanya Peter March dan tingkat karisedanan Surabaya, Romo Joyo Dirono," ujar mantan pewarta televisi di Surabaya itu.

"Jadi, ada nama kepala negara dan karisedanan negara, ini dulunya masjid pemerintah," tandas Nanang.

Masjid Kemayoran, Peninggalan Sejarah Keraton Surabaya yang Eksis hingga Kini

Masjid Kemayoran Masjid Keayoran (Foto: Setiadarma Wisnu)
Surabaya pernah mempunyai keraton. Keraton Surabaya berdiri sekitar tahun 1500-an. Keraton Surabaya berada di kawasan strategis pemerintahan Hindia Belanda yang berada di kawasan Surabaya Utara.

Bekas Keraton Surabaya letaknya kini ada di kawasan Tugu Pahlawan, Kemayoran, hingga Kebonrojo. Kendati sudah tak berbentuk aslinya, Nanang menegaskan beberapa arsitektur dan tata letaknya masih tak mengalami perubahan. Di antaranya Masjid Roudhotul Musyawarah atau Masjid Kemayoran.

"Kisaran tahun 1844 sampai 1848, ini (Masjid Kemayoran) direnovasi semua. Secara bentuk segi 8, itu menara sisi utara sana, itu konstruksi yang asli ketika dibangun tahun 1844 dan tertulis dalam prasasti yang menggunakan bahasa aksara Jawa," ujar salah satu pegiat sejarah di Surabaya Nanang Purwono kepada detikJatim sambil menunjuk ke arah menara masjid yang berada di sisi utara, Kamis (9/3/2023).

Secara logika, kata Nanang, pesan atau penanggalan kala itu masih menggunakan penanggalan Jawa. Nanang membenarkan hal itu. Menurutnya, bila dikonversikan dalam masehi, menjadi 1844 hingga 1848.

Masjid KemayoranMenara Masjid Kemayoran (Foto: Praditya Fauzi Rahman)

Untuk bukti konkret tersebut, Nanang lantas menunjukkan batas asli kontruksi kedua di sisi dalam masjid. Di sana, terdapat marmer besar dan tekel teraso yang dibentuk seperti sajadah.

"Ini dibangun 1934 sampai 1935, ini tahun selesai perluasan pembangunan dan juga ditulis oleh surat kabar Surabaya kala itu, yang memberitakan perluasan areal masjid yang dilakukan setelah 86 tahun pembangunan masjid utama. Artinya, selama 86 tahun, masjid tidak diapa-apakan, kalau dikonversikan tahun Jawa sekitar 1776," imbuhnya.

Lalu, pada sisi selatan masjid yang kini menjadi satu bagian, dulunya merupakan alun-alun. Namun, sejak perluasan masjid kala itu, alun-alun difungsikan sebagai masjid.

"Untuk alun-alun titiknya ya sisi selatan masjid sampai Sekolah Takmiriyah, pagarnya masih lancip-lancip saat itu," jelas pegiat sejarah dari komunitas Begandring Soerabaia itu.

Sebelum menempati kawasan Kemayoran, masjid berada di sisi belakang keraton yang kini menjadi Tugu Pahlawan. Namun, masih menggunakan arsitektur kuno di era Hindia Belanda.

Masjid KemayoranBagian dalam Masjid Kemayoran (Foto: Praditya Fauzi Rahman)

"Sebelum di Kemayoran sini, masjidnya berada di Tugu Pahlawan sana, di belakang kraton," ujarnya.

Kendati tak ada literasi yang menyebutkan secara gamblang dan pasti berapa luas, jenis, bahan, hingga masa keemasan kala itu, Nanang memastikan bila hal tersebut benar adanya. Nanang menegaskan warga Surabaya pun belum banyak mengetahui sejarah Keraton Surabaya.

"Secara fisik arsitektur, dulu segi 8 dan lantai marmer, pembatasan pembangunan utama dan kedua juga kelihatan, tidak seperti yang kedua. Jadi, area masjid dan perkembangannya termasuk penanda, buktinya ada dan tidak banyak orang tahu," tuturnya.

Meski beberapa kali mengalami perbaikan dan sekali perpindahan, namun masjid Kemayoran masih eksis bagi warga Surabaya. Hingga kini, beragam kegiatan umat Islam pun masih berlangsung di sana.

Sekelumit Kisah Kawasan Keraton Surabaya hingga Jejak Peradabannya

keraton surabaya Kantor Pos Kebonrojo yang dulu pernah jadi bagian dari Keraton Surabaya (Foto: Setiadarma Wisnu)
Sebelum memperoleh sebutan kota metropolis, ibu kota Jatim, hingga kota pahlawan, Surabaya pernah menjadi sebuah kabupaten atau kadipaten. Surabaya pernah mempunyai sebuah keraton.

Namun, keraton yang dimaksud tak seperti keraton di daerah lain yang memiliki raja, selir, hingga abdi dalem. Di Surabaya, keraton kala itu difungsikan untuk pelantikan, acara kenegaraan, dan tempat ngantor para pejabat atau petinggi kala itu.

"Kalau letak keraton di Tugu Pahlawan itu benar, jadi itu (lokasi) lebih tua dan sebelum pindah, itu sekitar 1700-an, karena kan ada pembangunan gedung pengadilan Raad Van Yustisi, kemudian kantor gubernur," kata Nanang Purwono, pegiat sejarah Begandring Soerabaia kepada detikJatim, Kamis (9/3/2023).

Nanang mengatakan Surabaya adalah kabupaten yang sebelumnya berupa kadipaten atau istilah bagi rumah dan kantor bupati di Surabaya. Bukti konkret perihal tersebut adalah adanya gedung-gedung peninggalan Kabupaten dan makam para bupati Surabaya yang diklaim otentik.

Soal letak Gedung Kabupaten Surabaya di Jalan Gentengkali 85, Surabaya, Nanang menyatakan lokasi itu memang dulunya sebagai gedung Kabupaten Surabaya. Dulu, pada sisi belakang bangunan, letak perkantoran.

"Di belakangnya untuk urusan administrasi dan kediaman bupati yang sedang menjabat," sambungnya.

Saat ini, bekas gedung Kabupaten Surabaya menjadi kompleks Taman Budaya Jatim sedari 13 Oktober 1973. Gedung tersebut dibangun pada 1914 sampai 1915 sebagai kantor kepala daerah pribumi (regent) di era Hindia Belanda dan dijabat Walikota asal Eropa, Burgermeester.

Nanang menerangkan ada 2 struktur pemerintahan di awal abad 20, yakni Eropa yang dipimpin Walikotamadya (Burgermeester) dan Pribumi yang dipimpin Bupati (Regent). Sayang, bentuk pemerintahan Kabupaten Surabaya raib. Lalu, bentuk pemerintahan Kota baru berkembang dan terus berjalan sampai saat ini.

"Untuk petunjuk pernah adanya kepala daerah di Surabaya (Bumiputera dan Eropa), bisa dilihat makam para bupati Surabaya atau Regents van Soerabaja di kompleks pemakaman kuno Ampel, Bibis, Peneleh, dan Boto Putih," imbuhnya.

Pada abad 19, kantor Kabupaten Surabaya berada di Kebon Rojo yang dulu bernama Regentstraat. Letaknya, masih dalam kawasan Kemayoran Surabaya.

Gedung Kabupaten di kawasan tersebut disertai dengan masjid, alun-alun, dan Kampung Kauman. "Dulu kan ada 2, untuk bupati Kanoman dan Kasepuhan," ujar mantan pewarta televisi swasta di Surabaya itu.

Nanang memastikan letaknya pun masih sama. Kendati, alun-alun di tengah sudah menjadi halaman untuk masjid, yang lokasinya berada di sisi barat alun-alun. Sedangkan, pada sisi belakang, terdapat Kampung Kauman yang kini menjadi Kemayoran Kauman.

Di kediaman Bupati Surabaya itu lah, sambung Nanang, kerap dijadikan lokasi untuk pelantikan para bupati Surabaya. Pun dengan bupati bupati di wilayah Karesidenan Surabaya.

"Dalam sistem pemerintahan kolonial saat itu, setiap daerah ada bupati sebagai kepala daerah tradisional dan Asisten Residen sebagai perwakilan Residen yang berkedudukan di Ibu Kota Karesidenan, Surabaya," paparnya.

Surabaya kala itu memiliki kepala daerah yang dijabat residen dan bupati. Hingga kini, di dalam kantor Gubernuran di Jalan Pahlawan, masih ada sebuah prasasti yang mencatat nama-nama Oost Java Gouverneur atau Gubernur Jawa Timur zaman dulu.

Sementara, untuk nama-nama jalan di sekitarnya, seperti Jalan Maespati, Kepatihan, dan lain sebagainya, menurutnya dulu digunakan sebagai tempat tinggal para perangkat pemerintahan kala itu.

"Luas dan lebar arealnya selebar jalan Kebon Rojo, diukur mulai batas jalan Veteran (timur) sampai jalan Kepanjeng (barat), itu terus membujur ke utara sampai Gereja Santa Perawan Maria," terangnya.

Saking megahnya, pada komplek Ndalem kala itu tersedia kandang gajah. Menurut Nanang, gajah saat itu menjadi alat transportasi bupati dan para tamu istimewa saat kegiatan kenegeraan.

"Bisa dibilang, nama jalan Kebon Rojo bukan asal-asalan, tapi di sana pernah ada kediaman (kebunnya 'Raja') Surabaya, yang dimaksud di sini bupati," tuturnya.

Halaman 2 dari 3
(pfr/iwd)


Hide Ads