"Monggoh mas, ngangge kupat mboten? Teles nopo garing? (Mari mas, pakai kupat tidak? Basah atau kering?" pertanyaan itu mengawali perbincangan dengan Marsih (51) pedagang empal kupat Purwokerto generasi kedua di lokasinya berdagang di selasar toko Jalan Jenderal Soedirman Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu (27/1/2024).
Hampir setiap hari dirinya berjualan di depan toko cat atau sebelah timur Bank BCA cabang Pasar Wage. Tidak sulit untuk menjumpai pedagang pikulan tersebut. Sebab lokasi ini selalu ramai.
Biasanya ia berdagang mulai pukul 13.00 WIB sampai habis. Namun sering kali pukul 16.00 WIB empal kupat yang dibawa sudah ludes. Padahal setiap harinya ia membawa 30 kg empal berbahan dasar jeroan sapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu jika hujan mengguyur, ia cukup kesulitan. Sebab lapaknya hanya beratapkan ruko tutup yang tentu saja bakal tampias dalam kondisi hujan. Terlebih dirinya hanya membawa beberapa tempat duduk kecil atau dingklik, serta tikar untuk pelanggan yang ingin makan lesehan.
"Sehari biasanya bawa 30 kg. Ada babat, iso, tetelan sapi. Kupatnya 250 tapi kalau lagi hujan itu 240. Alhamdulillah habis terus tidak pernah bawa pulang," terangnya.
Dirinya menyediakan 2 jenis empal. Basah dan kering. Bumbu dasarnya pun perpaduan antara, bawang putih, merah, merica serta santan.
Saat disantap rasa gurih dari kaldu jeroan dan santan langsung terasa dilidah. Beberapa potongan kupat dan iso atau babat langsung berpadu di mulut. Tekstur jeroannya pun termasuk yang empuk. Sebab ia menyiapkan masakan tersebut sejak pagi.
"Masaknya dari jam 8 pagi. Buka dari jam 1 siang tutupnya sehabisnya tapi biasanya jam 4 sudah habis. Tidak ada liburnya tergantung saya mau tutupnya hari apa," jelasnya.
![]() |
Marsih merupakan generasi kedua. Sebab ibunya Sani yang saat ini berusia 94 tahun sudah tidak berjualan lagi. Dirinyalah yang meneruskan dengan bumbu warisan dan citarasa yang terjaga.
"Ibu saya berjualan dari tahun 1970. Tapi saya sejak 2005 meneruskan. Dari dahulu tidak pernah pindah. Ini mungkin kalau sudah buka tokonya ya pindah. Tapi sudah lama saya jualan di sini," ungkapnya.
Ia mengaku tidak membuka cabang. Namun saudara sepupunya pernah berjualan makanan sejenis. Hanya saja saat ini sudah tutup karena meninggal dunia.
"Tidak ada cabangnya. Dahulu saudara bapak pernah jualan tapi sudah tutup. Sekarang mau buka cabang sudah nggak kuat tenaganya," ujarnya.
Untuk satu porsi empal kupat cukup terjangkau. Hanya dihargai Rp 10 ribu untuk satu mangkuk dan cukup untuk mengisi perut yang keroncongan.
"Satu porsi harganya 10 ribu. Dahulu harganya itu 6 ribu, terus sempat 8 ribu. Sekarang 10 ribu," pungkasnya.
Hermiana (45) warga Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara mengaku sudah sejak lama langganan empal kupat. Ia kerap membeli empalnya saja tanpa tambahan kupat.
"Rasanya enak banget, gurih terus berkuah. Cocok banget dimakan waktu mendung atau hujan. Tapi biasanya saya beli empalnya saja. Murah juga harganya," akunya.
Senada dengan Hermiana, Dian Aprilia (37) warga Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja ini juga menyukai empal kupat sejak lama. Ia kerap membeli untuk lauk keluarga di rumah.
"Seringnya beli bungkus. Buat lauk keluarga di rumah. Enak ya rasanya, kuahnya sedap. Terus jeroannya juga nggak alot. Rasanya pas nggak bikin mual. Karena biasanya kan kalau jeroan kayak gini bakal berminyak banget," pungkasnya.
(aku/aku)