Cerita Pembeli Rumah di Tanah Kas Desa Candibinangun Sleman, Tergiur Investasi

Cerita Pembeli Rumah di Tanah Kas Desa Candibinangun Sleman, Tergiur Investasi

Adji G Rinepta - detikJateng
Sabtu, 06 Mei 2023 15:06 WIB
Kondisi perumahan dibangun di atas Tanah Kas Desa (TKD) di wilayah Candibinangun, Pakem, Sleman, Jumat (5/5/2023).
Kondisi perumahan dibangun di atas Tanah Kas Desa (TKD) di wilayah Candibinangun, Pakem, Sleman, Jumat (5/5/2023). Foto: Adji G Rinepta/detikJateng.
Sleman -

Jual beli perumahan yang berdiri di tanah kas desa (TKD) di wilayah Pakem Sleman menyisakan polemik. Kondisi tersebut membuat kawasan perumahan itu mangkrak lantaran begitu saja ditinggalkan dan tidak ditempati.

Para pembeli perumahan di TKD ternyata tergiur dengan iming-iming yang ditawarkan oleh pengembang. Berikut cerita dari para pembeli rumah di TKD Sleman.

Salah satu pembeli berinisial AM menceritakan awal mula membeli rumah di kawasan tersebut. AM mengaku dirinya memang berniat mencari hunian untuk menghabiskan masa pensiunnya. Pada Maret 2021, datang lah tawaran dari seseorang mengenai perumahan di TKD Candibinangun ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Singkat cerita, AM akhirnya membeli satu rumah di kawasan tersebut. Ia mengaku sejak awal mengetahui bahwa status tanah tersebut adalah TKD yang mana legalitasnya hanya menggunakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

"HPL atau HGB (Hak Guna Bangunan) bagi saya nggak masalah karena sepanjang saya bisa mengambil manfaat sesuai dengan apa yang dijanjikan," ujar AM saat dijumpai wartawan di rumahnya, Jumat (5/5/2023).

ADVERTISEMENT

AM merinci mengapa akhirnya dia bersedia membeli rumah kendati kawasan tersebut adalah TKD yang legalitasnya bukan sertifikat Hak Milik (SHM).

Pertama, AM ditawari oleh pihak developer jika kawasan tersebut akan dijadikan kawasan objek wisata terpadu. Dalam kawasan tersebut akan dibangun vila yang dapat ditempati sendiri maupun disewakan.

Vila-vila tersebut lah yang ditawarkan oleh pihak marketing ke calon pembeli dengan narasi sebagai bentuk investasi, yang kemudian para pembelinya disebut investor yang diberi Surat Perikatan Investasi (SPI) sebagai pegangan.

"(Pada saat beli) disebutkan (TKD), 20 tahun sejak ditanda tangani (SPI). Bisa diperpanjang dengan biaya notaris saja," jelas AM.

"Penjelasannya adalah, dalam rangka untuk mendukung objek wisata ini, maka didirikan lah vila-vila ini. Vila-vila ini nanti untuk mendukung perekonomian, bisa disewakan, bisa ditempati sendiri. Bahkan bisa (disewakan) lewat manajemen," lanjutnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya....

Kedua, kehadiran notaris pada prosesnya, membuat AM percaya dengan legalitas dari transaksi tersebut. Bahkan, menurutnya, saat tanda tangan SPI juga dilampirkan surat-surat dari dinas terkait.

"Pada waktu itu karena itu dilakukan di depan notaris ya saya enjoy saja, karena menurut saya legalitasnya merasa terjamin," jelas AM.

"Bahkan di dalam SPI, yang kami tanda tangani di depan notaris, antara direkturnya sini (pengembang) dengan saya itu, menyebutkan ada surat dari Badan Pertahanan, Bappeda, SK Gubernur, yang seakan-akan 'ini lho ada tanah, silahkan dikelola, tapi harus dipakai seperti ini'," tambahnya.

Sementara itu, pembeli lain berinisial TF mengungkapkan jika pada 2021 pembangunan yang dilakukan di kawasan tersebut dilakukan secara besar besaran.
Melihat tidak adanya teguran dari warga dan lurah setempat soal pembangunan besar di TKD tersebut, turut meyakinkan TF jika proyek tersebut legal.

"Loh warga nggak apa apa, lurah nggak protes, oh berarti memang ini legal," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan mengosongkan Tanah Kas Desa (TKD) yang disalahgunakan, termasuk yang terlanjur dibangun menjadi perumahan.

Kepala Satpol PP DIY, Noviar Rahmad mengatakan pihaknya telah menindak setidaknya lima titik TKD yang disalahgunakan pengembang (developer) menjadi hunian dan dijual. Satpol PP masih akan melakukan penindakan di beberapa titik lagi.

Menurut Pergub Nomor 34 tahun 2017, Noviar menjelaskan, TKD yang disalahgunakan izinnya atau tidak mempunyai izin, maka tanahnya akan dikembalikan ke pemerintah desa seperti semula.

"Artinya sebelum mereka (pengembang) membangun kan kosong, lah mereka kembalikan ke bentuk kosong juga. Nah itu keputusan dari hasil pengadilan, apakah nanti Pemda DIY atau kabupaten yang merobohkan atau pihak mereka. Itu tergantung dari hasil pengadilan," kata Noviar saat dihubungi wartawan, Selasa (2/5).

Bagi warga yang sudah terlanjur membeli hunian di TKD, Noviar mengimbau agar mereka melapor ke kepolisian atas dugaan penipuan.

"Yang menerima uang kan developer (pengembang), jadi developer yang bertanggung jawab. Kalau misal ada konsumen yang merasa dirugikan ya segera dilaporkan ke pihak kepolisian karena ini modusnya penipuan," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(apl/aku)


Hide Ads