Teras Malioboro (TM) 1 dan 2 merayakan ulang tahun yang pertama, hari ini. Setahun berlalu, para pedagang mengaku masih sepi pembeli.
Setahun Teras Malioboro ini juga menandai setahun relokasi pedagang kaki lima Jalan Malioboro. Terjadi banyak perubahan usai relokasi itu, dari pedestrian yang terlihat rapi hingga para pedagang yang lebih tertata.
Saat detikJateng mengunjungi Teras Malioboro 1, pemandangan sepi tampak di lantai 2 dan 3. Beberapa lapak pedagang tampak tutup bahkan begitu sepi pengunjung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu pedagang di lantai dua Teras Malioboro 1, Anti, mengakui sepinya pembeli itu. Menurutnya, sepinya pengunjung diakibatkan tata ruang yang tidak merata, sehingga beberapa pengunjung hanya melalui jalan tertentu saja.
"Sepi Mas, jauh kalau banding di depan dulu (Jalan Malioboro) kecuali tempat strategis, banyak yang pojok-pojok itu sepi bahkan ada yang enggak buka. Kalau dulu omzet Rp 2-3 juta kalau di sini kadang tidak laris, ini saja baru beli satu. Harapan saya tata ruang itu dibuat merata kayak di mall diatur naik di sini turun di sini biar keliling kebagian semua," ujar Anti ditemui detikJateng di Teras Malioboro 1, Selasa (7/2/2023).
![]() |
Sementara itu, pedagang yang memiliki lapak dekat pintu utama, Amrizal, mengaku lebih nyaman berjualan di Teras Malioboro. Dirinya mengakui untuk pendapatan memang sangat tergantung seberapa strategis lokasi lapak.
"Alhamdulillah lumayan, perubahannya yang jelas lebih nyaman cuman kalau ramai ya tergantung lokasi depan lumayan kalau belakang ya begitu. Awal-awal (pindah) lumayan banyak penasaran. Kalau untuk di depan ramai di sini tapi kalau belakang ramai di sana (Jalan Malioboro). Malioboro kan rata satu jalur jadi kebagian lewat semua," ujar Amrizal.
Hal sama dikeluhkan pedagang di Teras Malioboro 2. Mereka berharap adanya tata ruang yang lebih baik sehingga para pengunjung tidak melalui jalur yang itu-itu saja.
"Kenyataannya jualan di sini kalau Malioboro istilahnya orang lihat-lihat nggak niat beli karena jalan-jalan jadi tertarik ingin beli kalau di sini ini nggak bisa merata seperti Malioboro. Jalannya cuman satu itu kalau di sini banyak sekali lorong-lorong ada yang dilewati ada yang enggak, yang dilewati kebagian yang nggak di lewati sepi ya sepi banget," ujar pedagang batik Teras Malioboro 2, Waluyo.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Waluyo merasakan perbedaan pendapatan ketika berada di Jalan Malioboro dan Teras Malioboro. Menurutnya lokasi lapak sangat berpengaruh dengan adanya pembeli.
"Kalau sepengetahuan saya yang dapat tempat strategis dibanding dengan Jalan Malioboro selisihnya paling sedikit. Kalau kebagian tempat belakang atau paling pinggir ya buat makan saja susah. Makanya dulu yang banyak jaga karyawan itu bukti toh bahwa penghasilannya cukup buat bayar karyawan, sekarang tunggu sendiri yang laku lho itu yang strategis, kalau yang pojokan yang nggak buka malah hancur lebur," ujar Waluyo.
Ia berharap ada penataan sehingga para pengunjung tidak terpusat di bagian tengah. Waluyo berharap ada pembenahan di bagian masuk samping sehingga ada daya tarik pengunjung melewati jalur tersebut.
"Selain itu pintu depan itu dibikin 3, dibikin gapura juga jadi yang samping dilewati, mereka cuman tahu samping itu cuma toilet. Jadi orang nggak hanya lewat tengah saja. Jadi kami berharap ada pengaturan tata ruang yang lebih baik biar kebagian semua," ujar Waluyo
Meski begitu, penjual aksesoris dan mainan anak-anak, Ning, mengaku masih bersyukur. Ning menyebut masih terus beradaptasi dengan relokasi tersebut.
"Kalau rame dulu Rp 3 juta omset sehari, kalau sekarang lihat saja mas rata-rata kalau sekarang Rp 300 ribu paling-paling, tapi ya kita tetap mensyukuri saja," ujar Ning.