Ternyata Ini Cerita di Balik Nama Masjid Pathok Nagari Babadan

Ternyata Ini Cerita di Balik Nama Masjid Pathok Nagari Babadan

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Kamis, 21 Apr 2022 03:06 WIB
Masjid ini konon cikal bakal KUA pada masanya. Pernah lenyap di era penjajahan Jepang dan dibangun kembali era Sri Sultan HB IX.
Masjid Pathok Nagari Babadan di Bantul (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Bantul -

Tak hanya Masjid Pathok Nagari Dongkelan, Bantul juga memiliki Masjid Pathok Nagari Ad-Darojat Kauman Babadan. Masjid Ad-Darojat Kauman yang berfungsi sebagai Kantor Urusan Agama (KUA) pada masanya ini ternyata menggunakan nama Raja Keraton Jogja Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX.

Ketua Takmir Masjid Patok Nagari Babadan, Harsoyo, mengatakan bangunan masjid ini berdiri pada tahun 1774. Di mana Masjid Ad-Darojat merupakan satu dari 4 Masjid Pathok Nagari di Yogyakarta.

"Jadi Masjid Pathok Negari ada 4 salah satunya di Babadan ini. Menurut sejarahnya Masjid dibangun tahun 1774. Fungsinya ya sama dengan 3 Masjid Pathok Nagari yang lain, pada waktu itu kan Keraton Yogyakarta kan negara yang berdaulat, belum ada NKRI," kata Harsoyo saat ditemui di kediamannya, Kalurahan Banguntapan, Bantul, Rabu (20/4/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga lebih kepada fungsi kelengkapan pemerintahan dari Keraton, antara lain diwujudkan dengan 4 Masjid Pathok Negara," lanjut Harsoyo.

Harsoyo bercerita masjid ini dulunya berfungsi sebagai pengadilan surambi atau tempat untuk mengurus masalah yang berhubungan dengan hukum agama. Oleh karenanya setiap masjid pathok nagari memiliki penghulu.

ADVERTISEMENT

"Sejarahnya di sini juga ada pengadilan surambi, artinya dulu belum ada KUA belum ada kantor Kemenag. Jadi kalau ada permasalahan ya seperti pengadilan agama fungsinya," ujarnya.

"Kemudian kalau sekarang ada KUA ibaratnya, jadi orang nikah di situ sehingga di Pathok Negara ada penghulunya sehingga luas tapi sekarang sudah banyak yang jadi tempat tinggal penduduk," imbuh Harsoyo.

Seiring berjalannya waktu, Masjid Pathok Nagari Babadan ini lenyap akibat ulah tentara Jepang. Kala itu, tentara Jepang mengusir warga di sekitar masjid dan menjadikannya sebagai gudang mesiu.

"Seiring berjalannya waktu, karena penjajahan Belanda fungsinya tetap seperti itu. Nah, kemudian saat Jepang datang suruh pergi orang di sini sehingga wilayah Babadan jadi gudang mesiu dan alasnya untuk memperpanjang landasan," ucapnya.

Hal ini membuat bangunan asli masjid dipindahkan dari Babadan ke wilayah Kentungan di Kabupaten Sleman. Sehingga jejak bangunan yang masih asli saat ini hanyalah fondasi masjid.

"Warganya diusir semua, habis saat itu dan masjidnya diangkut ke Babadan Baru di Kentungan. Saat ini kayu tengah induk (masjid) digotong ke sana. Yang asli tinggal fondasi dan mustaka Masjid dari tanah liat, kalau mustaka masjidnya masih disimpan sampai sekarang," katanya.

Masjid ini konon cikal bakal KUA pada masanya. Pernah lenyap di era penjajahan Jepang dan dibangun kembali era Sri Sultan HB IX.Masjid ini berfungsi sebagai KUA pada masanya. Pernah lenyap di era penjajahan Jepang dan dibangun kembali era Sri Sultan HB IX. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Kembali dibangun pada era Sultan HB IX

Berdirinya masjid ini pun tak lepas dari andil Raja Jogja Sri Sultan Hamengku Buwon IX. Bahkan, Sri Sultan HB IX pun yang memberi nama masjid pathok negari ini Ad-Darojat.

"Jadi Jepang datang tahun 1943 dibongkar habis tinggal dan fondasi sampai tahun 1967. Jadi posisi kosong saat itu, penduduk hanya 1-2 orang saja. Terus tahun 1969 ada Kiai Muthohar dari Yogyakarta datang dan meminta harus didirikan lagi masjidnya," ujarnya.

Harsoyo menyebut kala itu Kiai Muthohar mengahadap HB IX untuk meminta bantuan terkait pembangunan Masjid Pathok Nagari Babadan. Tak hanya meminta bantuan dana, Kiai Muthohar juga meminta bantuan Sultan untuk memberi nama masjid tersebut.

"Selain itu meminta untuk menamai masjid tersebut, ceritanya begitu. Kurang lebih percakapannya seperti ini 'Ya jenengku tak nggo masjid kuwi yo, jenengku kan Dorodjatun'. Sehingga namanya jadi Masjid Ad-Darojat, dan sekarang menjadi Masjid Pathok Nagari Ad-Darojat Kauman Babadan. Itu nama dari Ngarsa Dalem IX," terangnya.

Upaya perluasan Masjid Pathok Nagari Babadan

Pembangunan ulang masjid tersebut berhasil, tapi bangunan masjid beberapa kali sempat akan roboh karena termakan usia. Masjid Pathok Nagari Babadan itu pun akhirnya beberapa kali direhab hingga puncak penyempurnaannya pada medio tahun 1990-an.

"Hanya emplek-emplek itu, mau roboh dan dari swadaya masyarakat dibangun lagi. Akhirnya disempurnakan tahun 1990 sampai 1995. Sebetulnya sekarang perlu diperluas lagi," ucap Harsoyo.

Perluasan itu, kata Harsoyo, dirasa perlu karena saat ini jemaah yang hadir sudah melebihi kapasitas. Pihaknya pun harus menyediakan panggung di halaman masjid untuk jemaah.

Kompleks masjid ini pun menjadi semakin sempit karena padatnya permukiman penduduk. Saat ini pihaknya pun berupaya membeli tanah milik warga di sekitar masjid yang hendak dijual.

"Setelah kemerdekaan (penduduk) datang satu persatu, lalu buat rumah dan lama-lama tanahnya masjid habis. Sekarang jadi SHM (surat hak milik) itu, dan untuk memperluas masjid sekarang bingung," ujarnya.

"Jadi kalau ada yang yang jual tanah kita kejar, wakaf meteran. Karena untuk tarawih, Jumatan tidak cukup, harus kita pasang panggung juga. Nah, untuk pembelian tanah disiapkan pemerintah melalui Danais," lanjut Harsoyo.




(ams/ams)


Hide Ads