Di balik pendirian Masjid Jamik Peneleh Surabaya, ada cerita soal sabung ayam yang disebut dilakukan oleh Sunan Ampel. Benarkah cerita itu?
Dalam perjalanannya, Sunan Ampel berhenti sejenak di Kampung Peneleh, sebuah tempat di mana masyarakatnya masih memegang teguh ajaran Hinduisme, Animisme, dan Dinamisme. Untuk lebih dekat dengan mereka, Sunan Ampel ikut berpartisipasi dalam permainan sabung ayam.
Menariknya, ayam yang dimiliki Sunan Ampel selalu keluar sebagai pemenang. Hal itu membuat warga tertarik ke Sunan Ampel dan sering mengajaknya berbicara. Dalam obrolan tersebut, Sunan Ampel dengan bijak mulai memperkenalkan ajaran Islam tanpa terlihat memaksakan hingga berujung pada pendirian Masjid Jamik Peneleh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerhati sejarah dan budaya Surabaya Nur Setiawan mengatakan kisah sabung ayam yang dilakukan Sunan Ampel saat menyiarkan Islam di Peneleh hanyalah cerita dongeng saja.
![]() |
"Itu lebih ke folklore (cerita rakyat), mungkin karena Surabaya nggak jauh beda dari dulu. Sabung Ayam kan menjadi tradisi orang Jawa kuno kan," ujar Nur Setiawan kepada detikJatim, Kamis, (12/12/2024).
Menurut Wawan, mungkin Sunan Ampel tidak pernah menyaksikan sabung ayam di daerah asalnya, dan merasa terkejut melihat binatang, terutama ayam, diadu. Di tempat asalnya, ayam memang ada, namun tidak digunakan untuk bertarung.
"Saya yakin bahwa yang dilakukan Sunan Ampel pada masyarakat Peneleh melalui pendekatan kultural. Itu hanya hipotesa (soal sabung ayam), saya memakai hipotesa yang lebih masuk logika. Di negaranya Sunan Ampel dulu tidak ada sabung ayam, ketika melihat itu di tanah Peneleh mungkin beliau kasian," terang Nur.
Nur menambahkan pendekatan kultural yang dilakukan Sunan Ampel sebenarnya adalah pendekatan sosial, di mana beliau berusaha mengajak dan menasihati masyarakat setempat dengan cara yang penuh kebijaksanaan. Hal itu membuat masyarakat semakin yakin dan terbuka.
"Sehingga masyarakat yakin bahwa Sunan Ampel sebagai pendakwah dengan santun, berlogika dan masyarakat tersentuh perasaannya. Apalagi beliau sudah mendapatkan izin, otomatis masyarakat kan segan kepada beliau," tegas Wawan.
"Justru beliau memberikan nasihat-nasihat kehidupan, ada kesamaan religius, mungkin tata cara ritualnya (Sunan Ampel) dengan ritual Jawa kuno berbeda tapi tujuannya kan sama ke pangeran. Nggak langsung ujug-ujug, mungkin beberapa kali ke sana memberikan wejangan-wejangan, memberikan petuah," sebutnya.
Pun begitu, penting untuk dicatat bahwa Sunan Ampel tidak datang begitu saja. Sebelumnya, sudah ada para pendakwah Muslim yang telah menyebarkan agama di wilayah tersebut. Salah satu tempat yang pada saat itu dianggap strategis adalah Peneleh.
Awalnya, Sunan Ampel mengunjungi Masjid Rahmat, namun kemudian mencari lokasi lain yang lebih cocok hingga menemukan Masjid Jami' Peneleh dan kawasan Ampel Denta. Terlebih, kawasan Ampel itu terletak di bekas situs candi yang sudah ditinggalkan.
"Beliau pasti laporan lagi dan akhirnya dapat legitimasi dan akhirnya tak ampilno, kata ampel itu dari kata ampil yang artinya dipinjami. Pasti ada seperti itu, karena beliau orang asing tidak bisa menempati seenaknya," jelas dia.
Pada Akhirnya, Sunan Ampel menemukan tempat yang lebih cocok di kawasan Ampel Denta, yang tidak jauh dari laut. Mengingat sulitnya perjalanan darat yang melewati jalanan tanah bergelombang pada masa itu, lokasi ini dianggap lebih strategis dibandingkan tempat lainnya.
"Beliau kan pengkader, yang menyiarkan ya muridnya, seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga. Beliau sudah jumeneng menetap di situ. Setelah laporan selesai dan dapat izin, baru ia membangun peradaban baru di sana," pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(irb/iwd)