Sebanyak 35 polisi dipecat oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah sepanjang tahun 2021. Mereka dipecat karena melakukan berbagai pelanggaran dari asusila hingga penyalahgunaan narkoba.
Kabid Propam Polda Jawa Tengah, Kombes Mukiya mengatakan ada peningkatan jumlah oknum yang mendapat sanksi berupa pemecatan atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari tahun 2020 dibanding tahun 2021.
"PTDH itu tahun 2020 itu 20 orang, tahun 2021 ada 35 orang. Kita ingin tegaskan pimpinan sudah makin tegas untuk berikan keputusan bahkan sanksi tertinggi," kata Mukiya ditemui detikJateng di kantornya, Jumat (18/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk kasus pelanggaran hingga berujung PTDH antara lain pidana umum, pidana narkotika hingga asusila. Namun juga ada pelanggaran ringan namun dilakukan berulang kali.
"Kasusnya ada asusila, ada perbuatan pidana umum dan pidana narkotika. Kemarin ada yang ancaman hukuman 4 tahun kita PTDH juga, seputar itu. Lainnya yang bisa PTDH ada karena masalah kecil, disiplin, tapi berulang, lebih dari 3 kali, kalau 4 kali bisa kode etik profesi Polri," jelasnya.
Untuk pelanggaran disiplin, lanjut Mukiya, tahun 2020 ada 265 laporan dengan 314 terduga, kemudian tahun 2022 ada 201 laporan dengan 261 terduga. Lalu pelanggaran kode etik profesi pada tahun 2020 sebanyak 106 orang sedangkan tahun 2021 ada 178 orang.
"Perlu dipahami kenaikan bukan berarti perilaku dan peristiwa di lapangan, tapi bisa karena pengawasan lebih ketat, fungsi pengawasan propam lebih jeli, bisa karena jumlah anggota sendiri, bisa juga karena era IT ini, sekarang bisa viral," jelasnya.
Polda Jateng pun mengambil sejumlah langkah, salah satu contoh untuk oknum pelanggar yang tidak di-PTDH, diberikan semacam kegiatan seperti saat pendidikan kepolisian. Hal itu sudah dilakukan sejak Desember 2021 di Ambarawa.
"Jadi seperti pendidikan dulu, jadi ingat perjuangannya dulu jadi polisi kayak apa, harapannya gitu. Kegiatan disiplinnya sama, tidak pegang handphone 7 hari, bangun pagi, sembahyang, apel pagi, olahraga, mandi dan seterusnya sampai malam, persis seperti pendidikan," ujar Mukiya.
Selain itu digelar juga Mitigasi Pembinaan dan Pencegahan Perilaku Menyimpang Anggota Polri, sesuai arahan Kapolri. Pesertanya merupakan pimpinan di wilayah seperti Wakapolres, Propam Polres, dan lainnya. Mukiya menjelaskan dengan kegiatan itu pengawasan bisa lebih ketat karena dilakukan oleh senior ke junior masing-masing di satuan.
"Permintaan saya langsung agar bantu Itwasda dan Propam. Kalau Propam turun ke lapangan, setiap pimpinan buka lebar akses kalau ada anggota yang dicurigai. Kalau ada pimpinan tutupin berarti menghambat pembinaan baik pribadi dan semuanya, menghambat program pimpinan dalam pencegahan pelanggaran," jelas Mukiya.
Propam buka hotline pengaduan
Kemudian, Propam Polda Jateng juga membuka hotline dimana masyarakat bisa langsung melaporkan jika ada dugaan oknum polisi nakal. Bahkan setelah sebulan hotline dibuka, laporan dugaan pelanggaran yang masuk datang tidak hanya dari Jawa Tengah.
"Selama 1 bulan itu dari kita buka hotline pengaduan sudah ada 105 pengaduan. Tetapi pengaduan itu kebetulan bukan hanya untuk Jateng. Dari Jateng hanya 67. Lainnya antara lain Jabar 3 orang, kemudian Jatim 1 orang, Jakarta 4 orang, Sumsel 1 orang, Banten 1 orang, Riau 1 orang, Kaltim 1 orang," katanya.
Mukiya menjelaskan mayoritas pengaduan yang masuk masih bertanya terkait tata cara dan kepastian identitas pelapor dilindungi.
"Di Jateng dari 67 itu, 29 orang konsultasi pengaduan, cara lapor bagaimana, ada risiko tidak, dijamin rahasianya tidak," ujarnya.
Hotline layanan pengaduan Propam Presisi yang dimaksud adalah nomor telepon (024) 844-9329 dan WhatsApp 0813-8663-3046. Untuk melakukan pengaduan terkait oknum polisi yang diduga melanggar, persyaratannya yaitu pihak pengadu diminta untuk melengkapi:
1. Memiliki NIK sesuai KTP
2. Foto wajah pelapor
3. Kronologi
4. Bukti yang jelas dan valid
5. Saksi-saksi
(aku/ams)