Ribuan warga mengikuti tradisi sebaran apem di Pengging, Kecamatan Banyudono, Boyolali. Warga antusias berebut puluhan ribu apem sebagai bagian dari tradisi ngalap berkah.
Para warga yang datang dari berbagai daerah sekitar itu sudah mulai berdatangan sejak pukul 13.00 WIB. Terik panas matahari seakan tak dihiraukannya. Mereka menunggu berlangsungnya tradisi itu.
Ada dua panggung yang disediakan untuk kegiatan tersebut. Yakni di simpang jalan depan masjid Cipto Mulyo dan di depan Alun-alun Pengging.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 30 ribu lebih apem yang dibagi-bagikan ke masyarakat," ujar Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Boyolali, Budi Prasetyaningsing, di sela-sela acara, Jumat (15/9/2023).
![]() |
Tradisi sebaran apem ini dilaksanakan setiap tahun sekali. Yakni di bulan Sapar, sehingga juga disebut tradisi Saparan. Ada dua jenis apem, yakni apem kukus keong emas dan apem biasa pada umumnya.
Puluhan ribu apem itu merupakan sumbangan dari setiap desa di Kecamatan Banyudono.
"Tradisi sebaran apem kukus keong emas ini juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Acara diawali dengan prosesi di Pendopo Kantor Kecamatan Banyudono, sekitar pukul 14.00 WIB. Dari sana kemudian dilakukan kirab budaya menuju Kawasan obyek wisata Pengging. Ada empat gunung apem yang dikirab. Tiga gunungan besar dan satu gunungan kecil.
Kirab paling depan yaitu barisan kebo bule. Di belakangnya barisan prajurit keraton hingga gunungan apem. Sesampainya di panggung, gunungan apem dinaikkan ke panggung.
Dua gunungan besar dibawa ke panggung utama di depan Masjid Cipto Mulyo. Sedangkan yang satu dinaikkan di panggung depan Alun-alun Pengging.
Warga pun tampak antusias menunggu sebaran apem dimulai. Bahkan, Sebagian pengunjung mulai berebut apem di gunungan itu saat hendak dinaikkan ke panggung.
Bupati Boyolali, M. Said Hidayat, mengatakan dengan dilaksanakannya tradisi ini semoga menjadi pengingat, bahwa tradisi sebaran apem kukus keong emas ini adalah ajaran dari Raden Ngabei Yosodipuro.
"Maka tugas bagaimana menjaga nilai-nilai budaya dan tradisi di Kabupaten Boyolali," kata Said Hidayat dalam sambutannya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Setelah sambutan bupati, sebaran apem pun dimulai pukul 15.00 WIB. Warga yang sudah menunggu di bawah panggung pun langsung menengadahkan tangan untuk menangkap apem-apem itu. Bahkan, ada yang menggunakan payung dibalik, agar mudah menangkap apemnya.
Salah seorang pengunjung, Maryanti, mengaku senang bisa mendapatkan apem. Dia mendapat beberapa apem.
"Ya untuk dimakan," katanya sembari tersenyum gembira.
Untuk diketahui, tradisi sebaran apem ini dimulai sejak Raden Ngabei Yosodipuro pada tahun 1566. Raden Ngabei Yosodipuro seorang pujangga keraton dan ulama besar saat itu.
Konon, dulu di daerah Pengging terjadi pagebluk yakni tanaman padi diserang hama keong emas. Kemudian, Raden Ngabei Yosodipuro, pada zaman pemerintahan Pakubuwono II Keraton Surakarta memerintahkan agar keong emas itu diambil dan dimasak dengan cara dikukus dan dibalut menggunakan janur.
Akhirnya, hama keong emas dan tikus itu bisa hilang dan panen rakyat melimpah. Sebagai rasa syukur, kemudian Raden Ngabei Yosodipuro memerintahkan kepada warga membuat apem kukus keong emas untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat luas. Tradisi itu akhirnya berlanjut sampai sekarang ini.