Meriah Tradisi Berebut Kupat Jembut di Pedurungan Semarang

Meriah Tradisi Berebut Kupat Jembut di Pedurungan Semarang

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Senin, 07 Apr 2025 10:21 WIB
Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025).
Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Tradisi Syawalan unik yaitu bagi-bagi Ketupat Sayur atau lebih dikenal dengan Kupat Jembut kembali digelar di Pedurungan, Kota Semarang. Anak-anak hingga dewasa antusias memeriahkan tradisi tersebut.

Bertempat di kampung Jaten Cilik, RW 6, Kelurahan Pedurungan Tengah, keriuhan sudah terjadi setelah salat Subuh. Petasan dibunyikan, kembang api dinyalakan disusul anak-anak membawa plastik kresek berkumpul di Masjid Roudhotul Muttaqin.

Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025).Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Empat tampah berisi Kupat Jembut digelar di masjid untuk dibagikan setelah doa bersama. Kemudian anak-anak diminta berkumpul untuk menerima ketupat tersebut dan juga diberi uang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025).Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Tidak lama kemudian terdengar suara tiang listrik diketuk-ketuk dan anak-anak lari menuju sumber suara. Di sana seorang warga sudah bersiap dengan ketupat dan uang untuk anak-anak.

"Senang sekali ini dapat ketupat isinya ada uangnya. Kalau kumpul mau buat beli handphone," kata salah satu anak, Abid di Jalan Taman Tlogomulyo Kampung Jaten Cilik, Senin (7/4/2025).

ADVERTISEMENT

Perayaan tersebut berlangsung seru dengan anak-anak yang berlarian ke sana kemari mencari sumber suara dari warga yang berbagi uang dan ketupat. Nama ketupatnya memang unik, Kupat Jembut , wujudnya yaitu ketupat yang dibelah dan diberi sayur di tengahnya. Kemudian ada tauge yang menjuntai mirip rambut.

Beda dengan kampung Jaten Cilik, pembagian Kupat Jembut di RW 1 Pedurungan Tengah berlangsung lebih tertib karena pembagian ketupat dan uang dilakukan bergilir, tidak dengan mengikuti sumber suara. Anak-anak berbaris rapi kemudian mendatangi satu per satu rumah warga yang menyiapkan ketupat ataupun uang.

Sejarah Tradisi Kupat Jembut

Imam Masjid Roudhotul Muttaqin di Kampung Jaten Cilik, Munawir mengatakan tradisi berbagi ketupat sayur itu sudah terjadi sejak 1950-an usai Perang Dunia kedua. Warga Pedurungan yang mengungsi ke daerah Demak dan Purwodadi karena serangan sekutu kembali ke daerahnya sebelum bulan Ramadan.

"Sekutu pulang tahun 1951. Warga kembali ke wilayah masing-masing, dari Jaten Cilik, Gasem, Kudan, Pedurungan Lor, Tanjungsari, semua kembali," kata Munawir menceritakan kisah yang didengarnya turun-temurun.

Saat itu warga masih serba kekurangan. Maka ketika perayaan Syawalan warga berbagi ketupat dibelah dan diberi sayuran. Ada makna juga dalam ketupat itu yaitu menandakan Lebaran sudah berakhir dan simbol saling bermaafan.

"Dalam kesederhanaan, ada perayaan Syawalan, maka diadakan ketupat yang dibelah tengahnya, sebagai tanda Lebaran hari raya sudah selesai, silahkan beraktivitas biasa. Simbol sudah bermaafan di antara teman, saudara, tetangga. Simbol kesederhanaan, perayaan tidak harus mewah tapi penuh makna," ujarnya.

Penamaan Kupat Jembut merupakan plesetan untuk mudah mengingat. Nama itu makin tenar awal 2000-an. Seiring berjalannya waktu warga menyisipkan uang untuk dibagi ke anak-anak.

"Tahun 90-an itu pernah ketupat kosong (kulitnya saja) terus diisi uang," ujarnya.

Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025).Tradisi Syawalan Kupat Jembut di Pedurungan, Semarang, yang digelar sepekan setelah Idul Fitri, Senin (7/4/2025). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Tradisi syawalan di kampung Jaten Cilik itu juga sempat dijadikan simbol perlawanan terhadap komunis. Warga mengganti ketupat dengan perasan saat Syawalan dan menyalakannya.

"Ada perkembangan dalam perayaan, dulu tahun 1965 waktu G30S PKI yang dibagi mercon, bukan ketupat. Simbol perlawanan terhadap komunisme," tegasnya.




(alg/rih)


Hide Ads