Warga Berdesakan Rebutan Sebaran Apem Kukus Keong Emas di Pengging

Warga Berdesakan Rebutan Sebaran Apem Kukus Keong Emas di Pengging

Jarmaji - detikJateng
Sabtu, 24 Agu 2024 08:16 WIB
Warga berebut apem kukus keong emas dalam tradisi sebaran apem atau Saparan di Pengging, Banyudono, Boyolali, Jumat (23/8/2024).
Warga berebut apem kukus keong emas dalam tradisi sebaran apem atau Saparan di Pengging, Banyudono, Boyolali, Jumat (23/8/2024). Foto: Jarmaji/detikJateng
Boyolali -

Warga dari berbagai daerah tumplek blek mengikuti tradisi sebaran apem kukus keong emas di Pengging, Banyudono, Boyolali. Di bawah terik sinar matahari, mereka tampak antusias berdesak-desakan untuk berebut apem yang dibagikan dari atas panggung.

Para warga sudah mulai berdatangan sekitar pukul 13.00 WIB. Mereka berteduh di pinggir-pinggir jalan di dekat lokasi acara. Ada dua panggung yang disediakan untuk kegiatan tersebut. Yaitu di simpang jalan depan Masjid Cipto Mulyo dan di depan Alun-alun Pengging.

Tradisi ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Digelar di bulan Sapar sehingga biasa juga oleh warga disebut Saparan. Ada dua jenis apem, yakni apem kukus keong emas dan apem pada umumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Acara diawali dengan prosesi di Pendopo Kantor Kecamatan Banyudono. Dari sana kemudian dilakukan kirab budaya menuju kawasan objek wisata Pengging. Dua gunungan apem berukuran besar ikut dikirab.

Hadir dalam acara itu Sekda Boyolali Wiwis Trisiwi Handayani mewakili Bupati Boyolali. Hadir juga Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo, GKR Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng.

ADVERTISEMENT
Warga berebut apem kukus keong emas dalam tradisi sebaran apem atau Saparan di Pengging, Banyudono, Boyolali, Jumat (23/8/2024).Warga berebut apem kukus keong emas dalam tradisi sebaran apem atau Saparan di Pengging, Banyudono, Boyolali, Jumat (23/8/2024). Foto: Jarmaji/detikJateng

Setelah sampai di lokasi acara, gunungan apem itu pun dinaikkan ke panggung. Sekda Boyolali Wiwis Trisiwi Handayani memimpin sebaran apem di depan Masjid Cipto Mulyo. Sedangkan Gusti Moeng di panggung yang ada di depan Alun-alun Pengging. Tradisi juga dihadiri jajaran Forkopimcam Banyudono.

"Sore hari ini di bulan Sapar, tepatnya di hari Jumat Pahing, 23 Agustus 2024, diselenggarakan tradisi kirab budaya sebaran apem kukus keong emas, yang sudah turun-temurun," kata Camat Banyudono, Dwi Hari Kuncoro di sela-sela kegiatan tradisi itu, Jumat (23/8/2024).

Tradisi saparan sebaran apem kukus keong emas di Pengging ini juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Pada sore hari ini apem yang disebarkan kurang lebih sebanyak 40 ribuan," jelasnya.

Apem tersebut merupakan bantuan dari masing-masing desa di Kecamatan Banyudono, sebanyak 15 desa. Juga ibu-ibu PKK di wilayah Desa Bendan, Banyudono. Pihaknya mengapresiasi berbagai pihak yang telah membantu dan datang ke acara tradisi ini.

Warga berebut apem kukus keong emas dalam tradisi sebaran apem atau Saparan di Pengging, Banyudono, Boyolali, Jumat (23/8/2024).Warga berebut apem kukus keong emas dalam tradisi sebaran apem atau Saparan di Pengging, Banyudono, Boyolali, Jumat (23/8/2024). Foto: Jarmaji/detikJateng

Dijelaskan dia, rangkaian acara tradisi sebaran apem kukus keong emas sudah dimulai sejak Kamis (22/8) malam. Yakni zikir tahlil di makam Yosodipuro dan di Masjid Cipto Mulyo. Apem juga dibawa ke Kecamatan, di kirab ke Umbul Ngabean dan dilakukan doa bersama. Kemudian setelah dari Umbul Ngabean dibawa ke Sungai Guyangan di depan Masjid Cipto Mulyo dan dilakukan larung.

"Harapannya semoga Kabupaten Boyolali, utamanya wilayah Pengging, Kecamatan Banyudono, diberikan kemakmuran, kesejahteraan. Kemudian rezekinya dilancarkan, yang berusaha bisnis dimudahkan. Karena tradisi ini banyak keyakinan yang hadir di sini," imbuh dia.

Dikemukakan Kuncoro, tradisi ini untuk melestarikan budaya yang dulu dilakukan oleh Yosodipuro dengan santrinya. Apem yang di Pengging ini berbeda dengan yang lain, karena dibungkus dengan janur kuning dan bentuknya seperti keong.

Sejarahnya, tradisi sebaran apem ini dimulai sejak Raden Ngabei Yosodipuro pada 1566. Raden Ngabei Yosodipuro seorang pujangga keraton dan ulama besar saat itu. Dulu di daerah Pengging terjadi pagebluk yakni tanaman padi diserang hama keong emas. Kemudian, Raden Ngabei Yosodipuro, pada zaman pemerintahan Pakubuwono II Keraton Surakarta memerintahkan agar keong emas itu diambil dan dimasak dengan cara dikukus dan dibalut menggunakan janur.

Akhirnya, hama keong emas dan tikus itu bisa hilang dan panen rakyat melimpah. Sebagai rasa syukur, kemudian Raden Ngabei Yosodipuro memerintahkan kepada warga membuat apem kukus keong emas untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat luas. Tradisi itu akhirnya berlanjut sampai sekarang ini.

Sementara itu Gusti Moeng berharap, tradisi sebaran apem kukus keong emas ini tetap dilaksanakan di Pengging dan dapat terus lestari. Menurut dia, tradisi ini penting bagi generasi sekarang ini dan seterusnya untuk mengingat apa yang sudah ditapakkan oleh sesepuh dan leluhur.

"Semoga ini lestari sampai rampunging zaman, yang mana ini penting bagi generasi sekarang ini seterusnya untuk selalu mengingat apa yang sudah ditapakkan oleh leluhur kita, oleh sesepuh kita, oleh tokoh masyarakat pada waktu itu dan ajarannya masih tetap menjadi ajaran generasi sekarang dan seterusnya," harapnya.




(rih/rih)


Hide Ads