Warga Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus bersama Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria menggelar tradisi guyang cekathak atau pelana kuda milik Sunan Muria. Tradisi ini rutin digelar setiap tahun.
Pantauan detikJateng di lokasi, Jumat (15/9) prosesi guyang cekathak dimulai sekitar pukul 06.30 WIB di aula kompleks Masjid dan Makam Sunan Muria. Warga dan pedagang berdatangan membawa nasi berkat.
Setelah itu acara dibuka dengan pembacaan tahlil oleh pengurus yayasan. Kemudian dilakukan iring-iringan cekathak atau pelana kuda milik Sunan Muria menuju Sendang Rejoso. Jarak dari kompleks makam dengan sendang sekitar 500 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iringan-iringan dilakukan dengan khidmat. Saat iring-iringan juga dilantunkan selawat oleh para peserta. Lalu sesampainya di sendang, cekathak atau pelana kuda itu dibersihkan dengan air Sendang Rejoso.
Selanjutnya warga yang membawa nasi berkat makan bersama di kompleks Sendang Rejoso. Puncaknya salah satu pengurus menaburkan cendol dawet sebagai simbol turun hujan.
![]() |
Ketua Umum Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Abdul Manaf mengatakan tradisi guyang cekathak dilakukan rutin tiap tahum.
"Sekilas guyang cekathak itu adalah istigasah mohon kepala Allah SWT, untuk minta hujan pada musim kemarau biasanya dilakukan musim kemarau bulan September yang ada Jumat Wage, kalau sehingga bulan September tidak ada hari Jumat Wage biasanya dilakukan bulan Oktober," kata Abdul saat memberikan sambutan di kompleks Masjid dan Makam Sunan Muria, Jumat (15/9/2023).
"Guyang cekathak memohon kepada Allah SWT minta hujan, namun kalau belum dikabulkan bisa jadi doa langsung dikabulkan bisa jadi tertunda, sehingga ditunda kita tidak bosan-bosan kepada Allah memohon hujan," dia melanjutkan.
![]() |
Dia mengatakan rangkaian tradisi guyang cekathak dimulai sejak Kamis (14/9) malam dengan acara manaqiban. Setelah itu puncaknya pagi tadi memandikan cekathak atau pelana kuda milik Sunan Muria atau dikenal Raden Umar Said salah satu wali sanga penyebar Agama Islam di Jawa.
"Tadi malam sudah ada manaqiban, termasuk rangkai guyang cekathak pada hari ini. Pagi ini kita bersama sama dari Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria ini guyang cekathak," jelasnya.
"Cekathak sendiri telapak kuda milik Sunan Muria. Yang sekarang memang sudah lama sekitar 400 tahunan, wajar cekathak mulai rusak," ungkap dia.
Selengkapnya di halaman selanjutnya
Abdul mengatakan guyang cekathak berarti membersihkan pelana kuda milik Sunan Muria dengan air Sendang Rejoso. Pelana kuda itu diperkirakan usianya lebih dari 400 tahun lalu.
"Acara membersihkan cekathak kuda Sunan Muria di Sendang Rejoso, karena sendang itu daerah Sunan Muria itu beliknya di situ, untuk salat dan kebutuhan sehari-hari di sendang tersebut," ungkapnya.
![]() |
Kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur mengatakan Sunan Muria konon memiliki kuda berwarna putih. Dari cerita turun-temurun, Sunan Muria memandikan kudanya di Sendang Rejoso.
"Guyang cekathak sendiri artinya adalah pelana kudus milik Sunan Muria. Beliau wafat tahun 1561 Masehi, jadi guyang cekathak beliau sudah tidak ada. Beliau selalu memandikan kudanya di sendang sini, ini adalah satu-satunya mata air yang ada di sini, untuk tempat wudu dan kebutuhan sehari-hari ada di sini," jelas Mastur ditemui di Sendang Rejoso.