Kisah Karyawan Resign Demi Bertani Bangkitkan Beras Rojolele Delanggu Klaten

Kisah Karyawan Resign Demi Bertani Bangkitkan Beras Rojolele Delanggu Klaten

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Rabu, 02 Nov 2022 10:59 WIB
Eksan Hartanto, pendiri sanggar Rojolele Delanggu, Klaten, Senin (1/11/2022).
Eksan Hartanto, pendiri sanggar Rojolele Delanggu, Klaten, Senin (1/11/2022). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Sejumlah petani di Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, berhasil membangkitkan varietas beras Rojolele yang telah lama terpuruk. Kebangkitan beras khas Delanggu ini tak lepas salah satunya dari peran Eksan Hartanto (32) mantan pekerja pabrik manufaktur yang memilih pulang kampung demi membangun desanya. Berikut kisahnya.

Ditemui detikJateng di sawahnya, Senin (1/11) siang, Eksan menceritakan keprihatinannya terhadap sektor pertanian bermula saat dirinya pulang kampung pada tahun 2015.

"Saya pulang untuk bertani lagi, tapi saya kesulitan mencari teman sebaya untuk bertani. Ternyata sistem tata kelola pertanian sudah amburadul, kelompok tani vakum, baru bingung saat ada serangan hama," kata Eksan yang bekerja di pabrik manufaktur sejak tahun 2007.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat kondisi itu, Eksan semakin kukuh berniat mengembalikan kejayaan petani desanya dengan mendirikan sanggar. Di awal tekadnya itu sempat muncul gejolak batin dan pertentangan keluarga.

"Di awal sempat gejolak batin saya. Dulu sebulan dapat Rp 6 juta (gajinya semasa bekerja di Batam), kalau bertani untuk dapat panen Rp 2 juta saja harus menunggu sekian bulan. Tapi bismillah, karena kalau tidak kita siapa lagi," ujar Eksan.

ADVERTISEMENT

Bukan hanya batin Eksan sendiri, keluarga besarnya semula juga bergejolak. Sebab, Eksan dulu hidup mapan sebagai karyawan dengan gaji yang berkali lipat dari UMK di daerah asalnya. Kemudian, dia harus banting stir menjadi petani.

"Karena (keluarga) melihat cucu dan anaknya dulu ganteng, jaminan ada, gaji ada, tiba-tiba di sawah, jadi legam tersengat matahari. Tapi bismillah, nawaitu (niat) saya pilih kerja sosial di desa bersama petani," Eksan mengenangkan perjalanan hidupnya.

Tak hanya bertani untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, pada tahun 2016, Eksan beserta sejumlah pemuda di desanya mendirikan Sanggar Rojolele.

"Tahun 2017 kita (Sanggar Rojolele) terjun, yang sebelumnya hanya menyuarakan isu pertanian, kemudian juga mengadvokasi masalah yang dihadapi petani di Desa dan Kecamatan Delanggu khususnya," tutur Eksan.

Kisah Eksan dan Sanggar Rojolele selanjutnya ada di halaman berikutnya...

"Kita harapkan nama Rojolele bisa membuka nostalgia petani untuk membangkitkan mood mereka. Kita bukan asal memberi nama, tapi sebagai perlawanan atas keadaan. Rojolele itu identik Delanggu. Tapi (ternyata) Rojolele hanya menjadi merek, isinya beras dari luar yang diberi label beras Delanggu," imbuh Eksan.

Saat ini, ada sekitar 60-70 petani yang aktif di Sanggar Rojolele Delanggu. Perjuangan panjang Eksan bersama sejumlah pemuda dan para petani di desanya itu kini membuahkan hasil yang gemilang.

Eksan mengatakan, permintaan beras Rojolele dari petani binaan sanggar tiap bulan mencapai 20 ton untuk satu rumah makan. Namun, karena keterbatasan lahan, mereka belum bisa memenuhi tingginya animo pasar yang menginginkan beras Rojolele asli Delanggu.

"Kita belum bisa memenuhi permintaan beras, kita upayakan perluasan lahan dengan varietas baru Rojolele yang lebih singkat masa panennya (Srinuk). Sanggar tidak mengambil dari profit beras, tapi sanggar kita danai dari iuran jimpitan rutin dan ada sedikit dana desa," ujar Eksan.

Halaman 2 dari 2
(dil/sip)


Hide Ads