Puluhan massa eks dosen dan tenaga kependidikan (tendik) Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar (YPTBT) melakukan aksi damai di Universitas Tidar. Mereka menuntut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pantauan detikJateng, Kamis (15/5/2025), aksi damai ini dilakukan mulai pukul 08.30 WIB. Massa berkumpul di depan Gedung Rektorat Kampus Untidar di Tuguran. Massa yang mengikuti aksi damai ada 41 orang dengan memakai baju atas warna putih dan bawahan warna hitam.
Massa aksi ini memakai ikat kepala warna merah bertuliskan 'PNS Harga Mati'. Massa setelah dari depan Rektorat, kemudian berjalan untuk melakukan dialog dengan Rektor Untidar Prof Sugiyarto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, sebelum menjadi Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB), dulunya Universitas Tidar merupakan perguruan tinggi swasta. Di mana dulunya di bawah Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar (YPTBT) dan menjadi PTNB sejak 27 Februari 2014.
Koordinator P3K BAST (Berita Acara Serah Terima) Untidar, Ibrahim Nawawi, mengatakan dosen dan tenaga kependidikan eks yayasan atau dikenal BAST.
"Serah terima aset dan sumber daya manusia yang diserahkan oleh Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka penegerian Universitas Tidar tanggal 27 Februari 2014," kata Ibrahim dalam dialog.
![]() |
Ibrahim mengatakan hari ini ada 35 Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) secara serentak melakukan aksi damai di kampus masing-masing. Mereka yang melakukan aksi sudah berstatus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
"Nanti akan dilanjutkan puncaknya aksi nasional pada 21 Mei 2025 di Jakarta. Tentunya, kami hadir di sini semata-mata cinta kami kepada Universitas Tidar. Kami yang rata-rata masa kerjanya di atas 15 sampai 30 tahun diangkat menjadi PPPK pada tahun 2021 dan satu pada 2024," sambungnya.
"Kami saat itu ketika penegerian, sebelum penandatanganan teman-teman, kita memang sudah sepakat untuk ikut menegerikan Universitas Tidar dan saat itu dijanjikan haknya sama seperti PNS. Tetapi, apa yang terjadi? 11 tahun, dari 2014 sampai sekarang dengan SK PPPK. Kami tes tahun 2019, tetapi SK-nya diturunkan 2021. Kalau melihat ini, pemerintah sudah melanggar hak. Tapi itu kita terima saja dengan harapan, hak-haknya sama dengan PNS," tegas Ibrahim yang juga Sekretaris Senat Universitas itu.
Selama kurun waktu 11 tahun ini, Ibrahim dan teman-temannya tidak bisa naik pangkat. Dia pun berharap bisa memiliki jenjang karier.
"Tidak bisa ngurus jabatan fungsional. Tidak bisa studi lanjut atau bahkan yang sudah studi lanjut, tidak diakui. Tentunya ini hal-hal yang menurut kami, yang kata UU-nya, UU ASN. ASN itu ada 2, PPPK dan PNS," ujarnya.
"Tentunya, harusnya adil dan juga setara. Dalam hal ini, pemerintah sudah melanggar UU. Karena kami yang notabene adalah pegawai tetap Universitas Tidar, diubah menjadi pegawai kontrak yang tidak mempunyai jenjang karier," tutur Ibrahim.
Terkait hal tersebut, pihaknya bersama Ikatan Lintas Perguruan Tinggi Negeri Baru se-Indonesia mengaku beberapa kali komunikasi. Komunikasi tersebut baik dengan Kemendikbud, BKN, Menpan RB, bahkan kementerian PMK.
"Terakhir pada Maret, teman-teman kementerian pusat sudah menghadap ke Pak Prabowo Subianto (Presiden). Namun demikian, ini masih jalan di tempat. Perlu kita pahami bersama, nanti sesuai tanda tangan kontrak, kita habis di Januari 2026. Untuk itu, terima kasih Pak Rektor sudah membersamai dan mendukung perjuangan kita selama ini dalam bentuk mengikuti rapat-rapat yang dilakukan Kementerian, forum-forum rektor dan selalu mengizinkan ketika kami mengirimkan perwakilan di Jakarta untuk mengikuti aksi damai," urainya.
Hal senada disampaikan dosen lainnya, Eny Boedi Orbawati. Menurutnya, perjuangan sudah dimulai sejak tahun 2020 hingga sekarang tahun 2025.
"Ini perjuangan belum membuahkan hasil. Namun begitu, kita tetap semangat walaupun di awal, pegawai Universitas Tidar yang kemudian menjadi PPPK di awalnya ada 100 lebih. Sekarang, ada yang sudah pensiun, meninggal, tinggal 49. Walaupun tersisa kurang dari 50 persen, kita tetap semangat," tegas Eny.
Eny menyebut aksi bersama teman-temannya itu merupakan perjuangan untuk menjadi PNS. Hal ini demi kesejahteraan para dosen dan tendik.
"Dan kegiatan kita pada hari ini adalah bentuk bahwa simbol perjuangan kita tetap memperjuangkan menjadi PNS harga mati. Mengapa PNS harga mati? Bahwa sebagai dosen, tendik, tentu kita mempunyai kegiatan-kegiatan yang menunjang di dalam karier dosen dan seorang tendik, misalnya jabatan fungsional. Selama menjadi PPPK, pintu itu tertutup untuk bisa kita menaikkan jabatan fungsional. Walaupun sudah lengkap, berproses di kementerian sampai dengan titik akhir, artinya sudah memenuhi syarat, sampai detik ini pun, SK-nya belum keluar karena alasan PPPK," ujarnya.
Selanjutnya respons Rektor Untidar....
Tanggapan Rektorat
Menanggapi aksi tersebut, Rektor Untidar Prof Sugiyarto, mengatakan pihaknya diamanahi sebagai rektor juga dituntut untuk memajukan Untidar secara komprehensif. Sugiyarto menyebut syarat-syarat yang diberikan terbilang kontradiktif dengan fakta di lapangan.
"Bahkan dituntut ada percepatan-percepatan untuk bertransformasi. Secara rutin kami dituntut untuk memenuhi ketercapaian IKO (indeks kinerja kita). Ini ada hal yang kontradiktif, antara tuntutan kemajuan lembaga dengan kondisi yang ada. Salah satu faktornya adalah posisi, status bapak/ibu sekalian sebagai tenaga PPPK," kata Sugiyarto.
"Contoh kami dituntut untuk akreditasi, itu supaya dipercepat. Ini menjadi masalah utama bagi PTNB hampir keseluruhannya bahwa akreditasinya relatif lambat, karena salah satu penentu akreditasi yang baik, yang unggul, itu adalah SDM-nya. Status SDM-nya, mungkin golongannya, jabatan fungsionalnya, dituntut sekian banyak yang profesor, semakin banyak yang dituntut ke sana. Juga dituntut untuk banyak doktornya. Ini yang kontradiktif," katanya.
Sugiyarto menuturkan tuntutan percepatan dan pengembangan lembaga di Untidar justru terhalang dengan status kepegawaian dosen maupun tendik. Pihaknya pun mendukung aksi damai dari para dosen maupun tendik ini.
"Jadi, ini satu kondisi kontradiktif antara tuntutan dengan kenyataan yang ada. Jadi, ini merupakan hambatan yang cukup signifikan bagi kami yang diamanahi menjadi rektor untuk mempercepat proses pengembangan lembaga. Ini harus diupayakan, ada jalan keluar, bagaimana semua sivitas akademika, terutama tendik memiliki kesempatan secara reguler, supaya lembaga menjadi maju," ujarnya.
"Kami juga mendukung supaya ini bisa terselesaikan dan mendapatkan kesempatan yang sama demi kemajuan lembaga Untidar yang notabene sudah dimong pemerintah. Dan pemerintah harus bertahap memajukan lembaga dengan variabel-variabel pendukung untuk kemajuan Untidar sebagai PTN," tegasnya.