Sekelompok masyarakat yang menamakan diri Sanggar Kebangsaan mendatangi DPRD Klaten. Mereka menuntut penerbitan peraturan daerah (perda) soal pendidikan.
Pantauan detikJateng, warga sekitar 25 orang ini tiba di kantor DPRD Klaten pada pukul 13.00 WIB. Mereka diterima Ketua DPRD Klaten Hamenang Wajar Ismoyo, Kepala Dinas Pendidikan Klaten Titin Windiyarsih, dan stafnya.
Di ruangan, warga memasang spanduk kain di dinding bertulis 'Stop Komersialisasi Pendidikan'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berharap DPRD bersama eksekutif segera menerbitkan Perda Pendidikan. Kami juga meminta alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan yang diamanahkan UU," kata Ketua Sanggar Kebangsaan, Sunarwan kepada detikJateng di DPRD Klaten, Kamis (20/7/2023).
Menurut Sunarwan, perda tersebut sudah diusulkan sejak 10 tahun silam. Namun sampai saat ini juga belum masuk program legislasi daerah (prolegda).
"Sampai sekarang prolegda saja belum. Ya kami berharap segera ada, walaupun PP dan Permen sudah ada, tapi kalau ada Perda kan lebih jelas," jelasnya.
Menurut Sunarwan, belum adanya aturan yang jelas menyebabkan potensi terjadi penyimpangan-penyimpangan di sekolah.
"Ada penjualan seragam, studi tour yang ganti nama literasi budaya, pemotongan dana KIP dan lainnya, katanya untuk administrasi. Padahal itu mestinya tidak boleh, sehingga setop komersialisasi pendidikan," imbuh Sunarwan.
Sementara itu, Ketua DPRD Klaten Hamenang Wajar Ismoyo mengatakan pihaknya masih harus studi dulu terkait Perda Pendidikan dan kemungkinan memasukkannya ke prolegda.
"Dengan Perda Pendidikan aturan semakin jelas, ruang lingkup pasti, sehingga manakala ada penyimpangan dan penyelewengan sanksinya jelas. Tapi harus kita diskusi dulu, daerah mana-mana yang sudah ada Perda Pendidikan, kemudian kami akan belajar dan kalau memungkinkan dimasukkan Prolegda," terang Hamenang.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya....
Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Klaten Titin Windiyarsih mengatakan sekolah masih membutuhkan dana pendampingan dari orang tua disebabkan anggaran 20 persen tidak murni untuk aktivitas pembelajaran. Maka di Klaten anggaran satu-satunya adalah dana bantuan operasional sekolah (BOS).
"Kalau namanya bantuan belum bisa meng-cover 100 persen seluruh kebutuhan pembelajaran atau peningkatan mutu. Maka masih butuh dana pendampingan, apalagi di Permendikbud 75/2016 ada peluang untuk menggali dana masyarakat asal ada rambu yang harus dipenuhi," kata Titin.
Dinas, kata Titin, sudah mengklarifikasi beberapa aduan ke sekolah. Dinas sudah memerintahkan agar tidak melanggar aturan.
"Kami sudah meminta sekolah tidak melanggar regulasi yang ada. Sekolah tidak boleh otoriter, tidak boleh mengesampingkan dari satu pun peserta didik dan harus disikapi sebaik-baiknya," pungkas Titin.