Tak ada kijing maupun bangunan cungkup (rumah kubur) di kompleks makam KH Mustofa atau Kiai Jimus, di Dusun Kahuman, Desa Jimus, Kecamatan Polanharjo, Klaten, ternyata bukan tanpa alasan. Warga tidak ada yang berani membangun bangunan di atas makam itu.
Makam ulama yang konon bernama asli Tumenggung Pringgo Widagdo itu terletak di selatan dan barat masjid Al Huda. detikJateng yang mengunjungi kompleks pemakaman itu tidak menemukan satupun kijing (bangunan di atas kuburan) atau cungkup di dalamnya.
Dari ratusan makam semua hanya dipasang kepala dan kaki nisan yang terbuat dari batu atau kayu. Baik kuburan muslim atau non muslim hanya berupa gundukan tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun tidak dijejali kijing dan cungkup seperti umumnya pemakaman, kompleks makam Kiai Jimus terlihat bersih. Tidak ada rumput atau semak yang tumbuh di lokasi.
"Kijing tidak ada, cungkup juga tidak ada. Dulu mau magar tembok makam saja sampai 4 kali baru bisa, tembok ambruk terus," ungkap mantan takmir masjid Al Huda, Wiharto (73) kepada detikJateng, Jumat (30/3/2023).
Wiharto menjelaskan tidak ada yang berani membangun kijing atau cungkup karena memang ada larangan dari Kiai Jimus. Pernah ada yang mau membuat kijing dengan batu bata, tapi akhirnya tidak berani.
![]() |
"Setelah saya ceritakan akhirnya tidak berani. Selain karena itu larangan Kiai Jimus, dengan tidak dikijing dan dicungkup membuat pemakaman tidak cepat penuh, bisa untuk gantian warga lain," papar Wiharto.
Makam Kiai Jimus sendiri, kata Wiharto, tidak ada kijing dan cungkup. Hanya diberi kepala nisan sebagai penanda letak.
"Dipagari dan diberi penanda nisan tapi tetap gundukan tanah. Sering diziarahi orang dari jauh, dari pondok pesantren sampai orang yang menelusuri sejarah," pungkas Wiharto.
Imam masjid, Rusdi (85), menyatakan membangun kijing dan cungkup memang larangan sejak dulu. Larangan dari Kiai Jimus.
"Tidak boleh, itu weling (pesan) dari eyang Kiai Jimus. Tujuannya agar bisa untuk surtanah, untuk saling gantian dengan yang lain," ungkap Rusdi kepada detikJateng.
Makam Kiai Jimus yang merupakan pejabat tinggi Keraton Solo dan laskar Pangeran Diponegoro itu menurut Rusdi, sampai kini masih sering diziarahi. Bahkan para pejabat juga berdatangan ke makam Kiai Jimus.
"Para pejabat, dulu Gubernur Jawa Tengah sering. Bupati dan wakil bupati juga pernah," kata Rusdi.
(sip/sip)