Gempa bumi berkekuatan M 5,6 yang mengguncang Kabupaten Cianjur dan sekitarnya tidak hanya menyisakan puing-puing bangunan yang roboh. Dahsyatnya gempa yang terjadi pada Senin (21/11) itu juga meninggalkan cerita-cerita dari mereka yang menjadi saksi mata.
Saat ini, penyintas gempa Cianjur tengah berjuang menatap kehidupan mereka ke depan di tengah hancurnya hati serta materi karena kehilangan sanak saudara hingga harta benda.
Sisa-sisa gempa yang merenggut 271 korban jiwa masih begitu terasa di benak warga. Dibawah tenda-tenda pengungsian, warga yang jadi korban selamat gempa pun bercerita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demi bisa bertahan hidup, banyak dari mereka yang mendirikan tenda pengungsi secara mandiri. Di pengungsian mandiri inilah, warga kesulitan mendapat bantuan, beda halnya dengan pengungsian yang disediakan terpusat.
Kondisi itu memaksa mereka bergerak sendiri dengan meminta sumbangan berupa uang dan barang dari para pengendara yang melintas di depan tempat mereka mengungsi dan berharap ada dermawan yang menyumbangkan sebagian rezekinya.
"Ya karena kebutuhan kita banyak, tapi bantuan kurang tidak mencukupi, akhirnya kami dan warga lain memutuskan meminta sumbangan," kata Rohmat (37), salah seorang warga, Rabu (23/11/2022).
Bersuara Lewat Spanduk
Selain itu, warga juga bersuara melalui spanduk. Dua spanduk menarik perhatian perhatian pengguna jalan yang tengah melintas di Jalan Nasional III Warungkondang, Cianjur. Spanduk itu diduga sengaja dipasang para penyintas gempa di Desa Bunisari.
Sejumlah warga menyebut, spanduk itu sudah dua hari terpasang. Jika dilihat sepintas, memang tidak ada kerusakan di bangunan tepi jalan dimana terpasang spanduk itu. Namun warga menyuruh kami untuk masuk ke dalam gang.
"Masuk aja kang ke dalam, lihat kondisi di dalam banyak rumah yang ambruk," celetuk warga yang melihat detikJabar mengambil gambar spanduk, Rabu (23/11/2022).
Spanduk pertama bertuliskan "BPBD Kami Juga Korban Butuh Bantuan" lalu spanduk kedua dipasang melintang di atas gang bertuliskan "Depan Kokoh di Dalam Roboh" . Spanduk itu disebut menyuarakan isi hati warga Kampung Cieunder, Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang.
Cerita Rumah Miring
Gempa Cianjur juga menyisakan cerita bagi Supyandi (46). Sembari menatap bangunan rumah dua lantai miliknya yang ambruk karena gempa, ia bercerita detik-detik terjadinya gempa. Supyandi lebih dulu mengucap istri dan dua anaknya berhasil menyelamatkan diri.
Akibat gempa, rumah milik Supyandi di Kampung Cieunder, Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang sudah berubah posisi menjadi miring. Bagian samping rumahnya tertahan pagar tembok gudang. Sementara lantai satu, porak poranda.
"Saat hari itu, saya sedang jualan, istri di rumah dengan anak di rumah ini. Begitu gempa mengguncang, saya bergegas pulang, sempat panik karena begitu masuk gang sudah banyak rumah yang retak dan hancur," kata Supyandi saat ditemui detikJabar, Rabu (23/11/2022).
Di antara raung teriakan tetangganya, Supyandi mencari istri dan anak-anaknya. Sebuah suara kecil kemudian memanggil namanya. Ia kemudian mendapat cerita saat gempa terjadi dari sang istri, yang saat itu sedang mencuci pakaian. Sementara anak-anaknya sedang bermain di kamar.
"Istri sedang nyuci, anak-anak di kamar yang paling kecil sedang tidur saat terasa getaran kuat istri mungkin lupa langsung lari ke luar. Sampai luar dia baru ingat, dia balik lagi ke dalam ngambil anak-anak balik lagi ke dalam," tutur Supyandi menceritakan kembali kisah yang diceritakan istrinya.
Beberapa detik setelahnya, beton penahan bangunan rumah Supyandi hancur, bangunan kayu yang berada di lantai dua ambruk namun tertahan tembok gudang hingga membuatnya kini miring.
Cerita lainnya datang dari Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Cianjur. Para penyintas gempa mendirikan posko pengungsian di atas tanah tempat pemakaman umum (TPU). Empat tenda tampak berdiri disana yang berdampingan dengan seratusan makam ditambah dua makam baru yang menjadi korban gempa.
Mumu (50), seorang tokoh masyarakat bercerita, salah satu jenazah yang dimakamkan itu adalah kakak iparnya bernama Iil. Mumu mengatakan posko pengungsian didirikan sejak hari pertama kejadian gempa bumi.
"Jam setengah enam malam pas hari pertama kejadian kita buka tenda di sini. Sore, karena kita menunggu tenda dan peralatan lainnya dulu waktu itu," kata Mumu.
Mumu masih mengingat dahsyatnya gempa yang mengguncang tanah kelahirannya itu. Ia masih tak menyangka gempa begitu dahsyat dampaknya. Mumu trauma. Tempat ternyaman dan aman saat ini bukanlah rumah, tapi ruang terbuka.
Ia menceritakan saat gempa terjadi. Kala itu, Mumu berada di lantai dua rumahnya. Ia berlari menyelamatkan diri. Sedangkan, kakak iparnya berada di rumah yang berbeda. Keesokan harinya, Selasa (22/11), kakaknya ditemukan dengan kondisi meninggal dunia.
Mumu sadar, warga saat ini sedang dalam kondisi yang tak baik-baik saja. Mereka mengalami trauma. Tapi sesepuh Kampung Panumbangan ini tampak tegar. Ia juga meminta warga agar saling menguatkan.
"Kita terus berkumpul, berbincang dan saling menguatkan. Ini yang bisa kita lakukan. Trauma memang sulit hilang. Tapi, kita berupaya meminimalisir trauma ini," ucap Mumu.
Jalanan Seperti Gerakan Ular
Salah seorang koordinator posko pengungsian Panumbangan, Andri (44) juga ingat betul bagaimana gempa menggoyangkan bumi. Saat guncangan terjadi, Andri sedang berkendara. Ia baru selesai mengajar di SMPN 5 Cibeber.
Di tengah perjalanan pulang, Andri merasa oleng. Tanah tiba-tiba bergelombang. Ia pun jatuh dari kendaraannya. Kejadian itu masih di sekitar wilayah Kecamatan Cugenang.
"Rasanya jalanan itu seperti ular bergerak. Meliuk-liuk gitu. Saya jatuh dari motor, tertindih motor juga kaki saya," ucap Andri sembari tangannya meliuk-liuk memperagakan gerakan ular saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (24/11/2022).
Rasa sakit di kakinya seakan sirna. Sejumlah rumah tiba-tiba runtuh di depannya. Andri langsung berdiri dan tancap gas. Ia memikirkan keselamatan anak yang sedang di rumah bersama neneknya. Anaknya masih berusia dua tahunan.
Akses menuju rumah Andri itu tak mulus. Sudah tertutup reruntuhan. Ia makin panik. Setibanya di rumah, Andri langsung mengucap syukur. Guru honorer itu tak menyangka lemari rumahnya melindungi anak ketiganya.
Selamat Usai Tertimpa Reruntuhan
Gempa turut menyisakan cerita pilu. Hal itu dialami DN, bocah empat tahun juga dari Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang. Dia menjadi satu-satunya korban selamat di rumahnya saat peristiwa gempa M 5,6 mengguncang Cianjur.
Selama tiga hari pasca kejadian, DN tak mendapatkan perawatan apapun. Padahal luka sobek di bahunya menganga cukup besar dan dikhawatirkan infeksi. Sebelum DN tinggal bersama sang nenek. Ayahnya lebih dulu meninggal dunia sedangkan sang ibu terpaksa bekerja di luar negeri sebagai TKW.
Sayangnya takdir berkata lain. DN harus kehilangan sang nenek yang sehari-hari merawat dan mengurusnya. Neneknya itu meninggal dunia tertimpa reruntuhan rumah akibat guncangan gempa.
"Tadi kita bansos di Desa Cireunghas, ternyata ada anak yang dari Cianjur ke Sukabumi. Kondisi anak masih keadaan trauma ada luka sobekan besar sudah infeksi makanya kita bawa ke rumah sakit yang ada di Sukabumi," kata Diana Dedi Ariyanto selaku Ketua Ibu Persit sekaligus penolong DN di RSUD Syamsudin, Kota Sukabumi, Kamis (24/11/2022).
Melahirkan di Posko Pengungsian
Ditengah duka mendalam akibat gempa, terselip kebahagiaan bagi pasangan suami istri Rahmat (40) dan Dewi (38). Dewi melahirkan putri lucu yang diberi nama Gempita Shalihah Kamil. Nama indah itu hasil pemberian Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Gempita lahir di posko pengungsian. Cerita persalinan Dewi itu penuh ketegangan. Ibu empat anak itu berjuang menyambut kebahagiaan putrinya.
Saat ditemui detikJabar, Dewi tengah meninabobokan Gempita, anak keempatnya itu. Ia tampak ramah. Gempita pun tak rewel saat ibunya berbincang-bincang. Sesekali, tangan kanan Dewi menepuk penuh kasih sayang Gempita.
"Waktu itu tegang banget. Pas lahiran memang di posko. Alhamdulillah lancar," kata Dewi saat ditemui detikJabar di posko pengungsian, Kamis (24/11/2022).
Perasaan aneh menghinggapi Dewi dan Rahmat. Saat kesedihan merundung keluarga ini, kebahagian datang dari tangis pertama Gempita. "Rumah saya ambruk. Tapi, ada perasaan bahagia. Ada musibah, ada berkah. Campur aduk pokoknya," ucap Dewi.
Simak Video "13.784 Warga Cianjur Mengungsi, Pemprov Jabar Dirikan 14 Posko"
[Gambas:Video 20detik]
(bba/dir)