Rencana Perdamaian 21 Poin Trump untuk Gaza: Jalan Menuju Akhir Konflik?

Rencana Perdamaian 21 Poin Trump untuk Gaza: Jalan Menuju Akhir Konflik?

Devi Setya - detikHikmah
Sabtu, 27 Sep 2025 17:00 WIB
WASHINGTON, DC - SEPTEMBER 25: U.S. President Donald Trump looks on before signing executive ordres in the Oval Office of the White House on September 25, 2025 in Washington, DC. Trump is expected to sign executive orders, including approving a partial sale of TikToks U.S. operations, following a 2024 law requiring parent company ByteDance to divest or face a ban.   Andrew Harnik/Getty Images/AFP (Photo by Andrew Harnik / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)
Trump Foto: Getty Images via AFP/ANDREW HARNIK
Jakarta -

Upaya diplomasi baru kembali muncul di tengah konflik berkepanjangan di Jalur Gaza. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, disebut telah menyiapkan rencana perdamaian yang terdiri dari 21 poin. Rencana ini diyakini menjadi peta jalan menuju berakhirnya perang.

Dokumen ini, menurut laporan Al Arabiya, Sabtu (27/5/2025) akan segera disampaikan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat kunjungannya ke Gedung Putih.

Rencana tersebut disusun setelah Trump bertemu dengan sejumlah pejabat senior dari negara-negara Arab dan Muslim di New York. Para diplomat yang mengetahui isi perundingan menjelaskan bahwa inti dari rencana ini adalah gencatan senjata segera, pembebasan sandera, serta penyerahan kendali Gaza secara bertahap menuju pemerintahan yang lebih stabil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isi Utama Rencana 21 Poin Trump

Menurut dokumen yang beredar, terdapat beberapa ketentuan kunci dalam peta jalan ini:

ADVERTISEMENT

- Gencatan senjata segera untuk mengakhiri permusuhan di Gaza.

- Pembebasan tanpa syarat semua sandera yang masih ditahan Hamas.

- Pembebasan ribuan tahanan Palestina, termasuk 100-200 tahanan dengan hukuman berat.

- Masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, disalurkan melalui PBB dan lembaga internasional.

Tahap awal rencana itu menekankan penghentian total permusuhan di Gaza. Semua sandera yang masih ditahan diwajibkan untuk dibebaskan tanpa syarat, sementara ribuan tahanan Palestina juga akan dilepaskan, termasuk mereka yang menjalani hukuman berat. Dalam waktu bersamaan, bantuan kemanusiaan dijanjikan dapat masuk tanpa hambatan melalui koordinasi dengan PBB dan organisasi internasional lain.

Salah satu poin yang dianggap sensitif adalah seruan untuk melucuti senjata Hamas. Pasukan internasional yang terdiri dari negara-negara Arab disebut akan memimpin pengumpulan senjata. Sebagai kompensasi, para anggota Hamas yang bersedia menyerahkan senjatanya dan meninggalkan Gaza akan diberikan pengampunan.

Dari sisi tata kelola, rencana ini membayangkan Gaza berada di bawah pengawasan pasukan keamanan internasional Arab untuk sementara waktu. Dalam fase transisi, sebuah komite Palestina yang berada di bawah Otoritas Palestina (PA) akan mengambil alih urusan pemerintahan sehari-hari.

PA diharapkan nantinya bisa memegang kendali penuh, sementara rekonstruksi Gaza akan dijalankan dalam program lima tahun yang dibiayai oleh konsorsium internasional dan negara-negara Arab.

Rencana ini juga berusaha menenangkan kekhawatiran regional terkait langkah Israel di Tepi Barat. Amerika Serikat menjamin bahwa Israel tidak akan diperbolehkan mencaplok wilayah tersebut. Sebaliknya, kedua belah pihak-Israel dan Palestina-didorong untuk kembali ke meja negosiasi mengenai status akhir.

Meski terdengar menjanjikan, sejumlah catatan penting tetap muncul. Rencana ini sepenuhnya bergantung pada kesediaan Hamas untuk melucuti senjata dan keluar dari Gaza. Sejak perang dimulai pada Oktober 2023, Israel telah berkomitmen melenyapkan Hamas dari struktur pemerintahan mana pun di masa depan.

Di sisi lain, para pemimpin Arab dan Muslim juga menegaskan bahwa mereka menolak segala langkah yang dapat melemahkan reformasi Otoritas Palestina atau menghalangi PA berperan dalam pemerintahan Gaza dan Tepi Barat.

Sumber diplomatik menyebut, rencana ini sebenarnya merupakan pengembangan dari gagasan yang pernah digagas Jared Kushner, menantu Trump, serta mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Bedanya, kini proposal tersebut diramu ulang agar lebih komprehensif dengan melibatkan peran negara-negara kawasan secara aktif.

Trump sendiri dalam pembicaraannya di Sidang Umum PBB memperingatkan bahwa jika perang Gaza terus berlanjut, Israel berisiko semakin terisolasi di kancah internasional. Utusannya, Steve Witkoff, menambahkan bahwa rencana ini disusun dengan mempertimbangkan kepentingan Israel sekaligus kekhawatiran negara-negara tetangga di Timur Tengah.

Pertemuan yang digelar di sela-sela Sidang Umum PBB itu menurut beberapa diplomat berlangsung positif. Para pemimpin Arab dan Muslim yang hadir, termasuk dari UEA, Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, Turki, Indonesia, hingga Pakistan, menyatakan harapannya bahwa inisiatif ini bisa menjadi titik balik. Mereka menekankan bahwa perang harus segera dihentikan, operasi militer Israel di Gaza diakhiri, dan rekonstruksi wilayah yang porak-poranda segera dimulai.




(dvs/dvs)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads