Apakah Sholat Harus Pakai Sutrah? Begini Hukumnya

Apakah Sholat Harus Pakai Sutrah? Begini Hukumnya

Hanif Hawari - detikHikmah
Minggu, 13 Agu 2023 12:00 WIB
Sutrah adalah pembatas sholat.
Sutrah atau pembatas sholat. (Foto: Hanif Hawari/DetikHikmah)
Jakarta -

Sutrah atau pembatas ketika sholat sebenarnya berfungsi mencegah agar tidak ada seseorang yang lewat di hadapan orang yang sholat. Banyak kejadian seseorang tanpa merasa bersalah lewat di hadapan orang yang sedang sholat karena belum mengetahui sutrah.

Yang perlu diketahui pertama kali adalah tentang definisi atau pengertian dari sutrah. Di dalam kitab Al-Fiqh 'ala Al-Madzahib Al-Arba'ah disebutkan pengertian sutrah adalah sebagai sesuatu yang dijadikan oleh orang yang sholat berada di hadapannya, bisa berupa kursi, tongkat, dinding, tempat tidur atau yang lainnya untuk mencegah lewatnya seseorang dihadapannya sementara dia sedang melaksanakan sholat.

Ad-dardir dalam Kitab Asy-syahru Ash-shaghir mendefinisikan sutrah sebagai benda yang dijadikan pembatas oleh orang sholat untuk mencegah orang lewat di hadapannya. Imam dan orang yang sholat sendiri (munfarid) dianjurkan menggunakan sutrah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski disyariatkan, penggunaan sutrah saat sholat masih menjadi perdebatan antar ulama dalam hal menentukan hukum penggunaannya. Lantas, bagaimana penjelasannya?

Dalil Penggunaan Sutrah saat Sholat

Sebagian besar ulama berpendapat memasang sutrah adalah wajib, hal ini disebabkan adanya perintah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Berikut ini adalah sejumlah hadits yang menunjukkan bahwa sholat dengan menghadap ke sutrah atau pembatas itu disyariatkan.

ADVERTISEMENT

Hadits Abu Sa'id Al Khudri bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

ุฅุฐุง ุตู„ูŽู‘ู‰ ุฃุญุฏููƒู… ูู„ู’ูŠูุตู„ูู‘ ุฅู„ู‰ ุณูุชุฑุฉู ูˆู„ู’ูŠุฏู†ู ู…ู†ู‡ุง

"Jika seseorang mengerjakan sholat maka sholatlah dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya" (HR. Abu Daud 698, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

juga hadits dari Sabrah bin Ma'bad Al Juhani radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

ุณูุชู’ุฑูŽุฉู ุงู„ุฑูŽู‘ุฌูู„ู ูููŠ ุงู„ุตูŽู‘ู„ูŽุงุฉู ุงู„ุณูŽู‘ู‡ู’ู…ู ุŒ ูˆูŽุฅูุฐูŽุง ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ุŒ ููŽู„ู’ูŠูŽุณู’ุชูŽุชูุฑู’ ุจูุณูŽู‡ู’ู…ู

"Sutrah seseorang ketika sholat adalah anak panah. Jika seseorang diantara kalian sholat, hendaknya menjadikan anak panah sebagai sutrah" (HR. Ahmad 15042, dalam Majma Az Zawaid Al Haitsami berkata: "semua perawi Ahmad dalam hadits ini adalah perawi Shahihain").

ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ุงุŒ ุฃูŽู†ูŽู‘ ุฑูŽุณููˆู„ ุงู„ู„ู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุณูุฆูู„ูŽ ูููŠ ุบูŽุฒู’ูˆูŽุฉู ุชูŽุจููˆูƒ ุนูŽู†ู’ ุณูุชู’ุฑูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ูู‘ูŠุŸ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ: ((ูƒูŽู…ูุคู’ุฎูุฑูŽุฉู ุงู„ุฑูŽู‘ุญู’ู„ู))ุ› ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…ุŒ ูˆู„ู…ุณู„ู… ุฃูŠุถู‹ุง ู…ูู†ู’ ุญูŽุฏููŠุซ ุทูŽู„ู’ุญูŽุฉูŽ ุจู† ุนูุจูŽูŠู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya dalam perang Tabuk tentang sutrah orang yang sedang sholat. Maka beliau menjawab,"Seperti kayu yang berada di ujung belakang pelana unta." [H.R. Muslim (500) dan An-Nasa'i (745)]

ูˆุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ุŒ ุฃูŽู†ูŽู‘ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูƒูŽุงู†ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ู’ุนููŠุฏูุŒ ุฃูŽู…ูŽุฑูŽ ุจูุงู„ู’ุญูŽุฑู’ุจูŽุฉูุŒ ููŽุชููˆุถูŽุนู ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ูŠูŽุฏูŽูŠู’ู‡ูุŒ ููŽูŠูุตูŽู„ูู‘ูŠ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุงุŒ ูˆูŽุงู„ู†ูŽู‘ุงุณู ูˆูŽุฑูŽุงุกูŽู‡ูุŒ ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽ ูŠูŽูู’ุนูŽู„ู ุฐู„ููƒูŽ ูููŠ ุงู„ุณูŽู‘ููŽุฑูุŒ ููŽู…ูู†ู’ ุซูŽู…ูŽู‘ ุงุชูŽู‘ุฎูŽุฐูŽู‡ูŽุง ุงู„ุฃูู…ูŽุฑูŽุงุกู .

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam apabila keluar pada hari Raya 'Id beliau memerintahkan agar diambilkan tombak kemudian diletakkan di hadapannya lalu sholat menghadap ke arahnya sementara orang-orang berada di belakangnya. Beliau biasa melakukannya pada saat safar. Semenjak itu, para amir juga melakukan hal yang sama. [H.R. Muslim (501), Al-Bukhari (494), Abu Dawud (687)]

Hukum Sutrah

Semua ulama sepakat jika penggunaan sutrah memang disyariatkan. Tetapi ketika berbicara mengenai hukumnya, ada sedikit perbedaan karena ada yang mewajibkan dan ada juga yang Sunnah.

Dalam buku 'Ahmad Sarwat, Lc., MA dalam buku 'Seri Fiqih Kehidupan: 3', terdapat dua perbedaan pendapat ulama mengenai hukum sutrah. Berikut penjelasannya.

1. Pendapat yang Mewajibkan

Jika diteliti lebih jauh, hanya ada dua ulama yang dengan tegas mewajibkan penggunaan sutrah saat sholat. Mereka adalah as-Syaukani dan al-Abani, serta beberapa murid beliau.

As-Syaukani (w. 1250 H)

As-Syaukani rahimahullah berkata :

ู‚ูˆู„ู‡ ูู„ูŠูุตู„ู ุฅู„ู‰ ุณุชุฑุฉ ููŠู‡ ุฃู† ุงุชุฎุงุฐ ุงู„ุณุชุฑุฉ ูˆุงุฌุจ

Perkataan beliau 'maka, hendaklah ia sholat menghadap sutrah, padanya terdapat satu petunjuk bahwa mengambil sutrah (saat sholat) adalah wajib" (As-Syaukani, Nailu al-Authar, 3/5)

Al-Albani (w. 1420 H)

Al-Albani ketika mengomentari hadits sutrah, beliau berkata:

ูููŠ ุงู„ุญุฏูŠุซ ุฅูŠุฌุงุจ ุงู„ุณุชุฑุฉ

Hadits ini memberikan pengertian tentang wajibnya sutrah. (al-Albani, Hujjatu an-Nabi, 22, lihat pula: sifat shalat Nabi: 82, Tamam al-Minnah: 300)

2. Pendapat yang Menyunahkan

Selain pendapat kedua ulama di atas, sebagian besar ulama mengatakan sutrah tidak diwajibkan ketika sholat. Bisa dikatakan hampir ulama salaf dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali berpendapat bahwa sutrah itu sunnah hukumnya.

Bahkan Ibnu Rusyd al-Hafid al-Malikiy (w. 595 H) berani memberikan statement bahwa hukum sunnah merupakan kesepakatan semua ulama.

ูˆูŽุงุชูŽู‘ููŽู‚ูŽ ุงู„ุนูู„ูŽู…ูŽุงุกู ุจูุฃูŽุฌู’ู…ูŽุนูู‡ูู…ู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงุณู’ุชูุญู’ุจูŽุงุจู ุงู„ุณูู‘ุชู’ุฑูŽุฉู ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูุตูŽู„ูู‘ูŠ ูˆูŽุงู„ู’ู‚ูุจู’ู„ูŽุฉู ุฅูุฐูŽุง ุตูŽู„ูŽู‘ู‰ ู…ูู†ู’ููŽุฑูุฏู‹ุง ูƒูŽุงู†ูŽ ุฃูŽูˆู’ ุฅูู…ูŽุงู…ู‹ุง

Dan para ulama -seluruhnya- telah berijmak akan istihbabnya (sunnahnya) sutroh untuk diletakan antara orang yang sholat dengan kiblat, baik jika sedang sholat sendirian atau tatkala menjadi imam" (Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, 1/ 82).

Pendapat sunnah ini bisa kita temukan dari ulama-ulama madzhab di kitab fiqih klasik, baik mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-syafi'iyah maupun Al-Hanabilah.

Mazhab Hanafi

Umumnya ulama Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat sutrah itu hukumnya Sunnah. Ibnu Humam, ulama yang mewakili Mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan:

"Dan dianjurkan bagi orang yang sholat di Padang pasir untuk meletakkan sutrah di depannya. Dan tidak apa-apa bagi dia untuk tidak menggunakan sutrah jika merasa aman dari lalu lalang orang serta tidak menghadap jalan."

Mazhab Maliki

Ibnu Abdil Barr salah satu ulama Mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-kafi Fi Fiqhi Ahli Al-Madinah menuliskan hal berikut:

"Sutrah dalam sholat hukumnya sunnah. Dan apa saja yang lewat di depan orang yang sholat maka sholatnya tidak batal."

Mazhab Syafi'i

Pandangan Imam syafi'i (w. 204 H) sendiri kita bisa temukan dalam kitab beliau Ikhtilaf al-Hadits, hal. 97, atau yang telah ditulis oleh Imam Nawawi (w. 676 H) dalam kitabnya Raudhatu at-Thalibin, 1/ 398.

ูŠูุณุชุญุจู ู„ู„ู…ูุตู„ูŠ ุฃู† ูŠูƒูˆู† ุจูŠู† ูŠุฏูŠู‡ ุณุชุฑุฉ ู…ู† ุฌุฏุงุฑุงู‹ ุฃูˆ ุณุงุฑูŠุฉ ุฃูˆ ุบูŠุฑู‡ุง ูˆูŠุฏู†ูˆ ู…ู†ู‡ุง ุจุญูŠุซ ู„ุง ูŠุฒูŠุฏู ุจูŠู†ู‡ู…ุง ุนู„ู‰ ุซู„ุงุซุฉ ุฃุฐุฑุน

"Disunnahkan bagi orang yang shalat agar meletakkan sutrah di depannya, yang berupa tembok, tiang, atau yang lainnya dan mendekat kepadanya dengan jarak (antara dirinya dengan sutrah) tidak lebih dari tiga hasta" (an-Nawawi, Raudhatu at-Thalibin, 1/ 398)

Mazhab Al-Hanabilah

Pendapat Madzhab Hanbali kita bisa gali dalam kitab Ibnu Quddamah al-Maqdisi (w. 620 H), al-Mughni, hal. 4/ 06, atau dalam kitabnya Imam Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H), Fathu al-Bari, hal. 3/ 398.

Al-Imam as-Shan'ani (w. 1182 H) juga menghukumi sunnah dalam kitab beliau Subul as-Salam, hal. 1/ 202.

Ulama Modern

Abdullah bin Baaz (w. 1420 H) berkata:

ุงู„ุตู„ุงุฉ ุฅู„ู‰ ุณุชุฑุฉ ุณู†ุฉ ู…ุคูƒุฏุฉ ูˆู„ูŠุณุช ูˆุงุฌุจุฉ

"Shalat menghadap sutrah adalah sunnah muakkadah (yang sangat ditekankan), dan bukan kewajiban" (Abdullah bin Baaz, Tuhfatul-Ikhwaan bi-Ajwibati Tata'allaqa bi-Arkaanil-Islaam, 81)

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (w. 1421 H) berkata:

ุงู„ุณุชุฑุฉ ููŠ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุณู†ุฉ ู…ุคูƒุฏุฉ ุฅู„ุง ู„ู„ู…ุฃู…ูˆู… ูุฅู† ุงู„ู…ุฃู…ูˆู… ู„ุง ูŠูุณู† ู„ู‡ ุงุชุฎุงุฐ ุณุชุฑุฉ ุงูƒุชูุงุกู‹ ุจุณุชุฑุฉ ุงู„ุฅู…ุงู…

"Sutrah dalam shalat hukumnya sunnah muakkadah, kecuali bagi makmun. Karena makmum tidak disunnahkan memakai sutrah, dimana mereka telah dicukupkan dengan sutrahnya imam" (Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Fataawaa Arkaanil-Islaam, 343 soal no. 267)




(hnh/hnh)

Hide Ads