Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok

Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok

Hanif Hawari - detikHikmah
Kamis, 23 Okt 2025 17:00 WIB
Suasana di Makkah (Haris/detikcom)
Foto: Suasana di Makkah (Haris/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah dan DPR RI resmi melegalkan umrah mandiri. Aturan ini tercantum dalam Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) yang baru.

Dalam salinan UU No 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pasal 86 ayat 1 huruf b menyatakan perjalanan ibadah umrah bisa dilakukan secara mandiri. Padahal sebelumnya, umrah hanya bisa dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

"Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri," bunyi pasal 86, dilihat detikcom, Kamis (23/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary, mengatakan, pasal baru tersebut membuat pelaku usaha travel syok. Karena, pasal ini untuk pertama kalinya membuka peluang jamaah melakukan umrah tanpa melalui PPIU berizin.

ADVERTISEMENT

"Padahal, sejak dahulu, aturan negara menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah umrah hanya dapat dilakukan oleh badan usaha resmi yang terakreditasi dan diawasi ketat oleh pemerintah," ungkap Zaky dalam keterangan persnya kepada detikcom, Kamis (23/10/2025).

"Bagi ribuan pelaku PPIU/PIHK yang telah berinvestasi besar, patuh membayar pajak, menjalani sertifikasi dan audit rutin, serta menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang, keputusan ini seperti petir di siang bolong," lanjutnya.

Mengutip ucapan Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), Dr. Iqbal Alan Abdullah, MSc, CMMC, Zaky mengatakan, legalisasi umrah mandiri bisa membawa dampak besar dan merugikan. Baik dari sisi perlindungan jamaah maupun perekonomian nasional. Karena, ada sekitar 4,2 juta pekerja yang menggantungkan hidup pada sektor haji dan umrah.

Kekhawatiran ini bukan sekadar soal hilangnya pangsa pasar, tetapi juga tergerusnya fondasi ekonomi keumatan. Dengan dibukanya peluang umrah mandiri, perusahaan besar atau marketplace global seperti Agoda, Traveloka, Tiket.com, bahkan platform asing seperti Nusuk dan Maysan, bisa langsung menjual paket perjalanan kepada jamaah Indonesia.

"Mereka memiliki modal besar dan strategi "bakar uang" yang sulit disaingi oleh travel-travel berbasis umat. Jika ini dibiarkan, bukan hanya PPIU kecil-menengah yang runtuh, tapi juga rantai ekonomi domestik: hotel syariah, katering halal, layanan penerjemah, hingga TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di sektor jasa bisa lenyap," beber Zaky.

Lebih jauh, tanpa bimbingan dari pihak berizin, jamaah yang memilih umrah secara mandiri berisiko tinggi melakukan kesalahan manasik, kehilangan kesiapan spiritual, bahkan menjadi korban penipuan. Padahal, umrah adalah ibadah, bukan sekadar perjalanan wisata, dan memerlukan pembinaan fiqh serta pendampingan ruhani.

"UU PIHU baru memang menyebut dua batas pengaman: penyedia layanan dan sistem informasi kementerian. Namun pertanyaannya, siapa yang dimaksud dengan "penyedia layanan"? Apakah hanya PPIU/PIHK berizin, ataukah marketplace global juga termasuk?," tanya Zaky.

"Demikian pula "sistem informasi kementerian": apakah hanya pelaporan administratif, atau aplikasi satu pintu yang memungkinkan semua pihak, termasuk perusahaan asing, menjual paket umrah langsung ke jamaah Indonesia?," lanjutnya.

Jika skenario terakhir yang terjadi, maka ekosistem umrah berbasis keumatan terancam runtuh sepenuhnya.

"Jika demikian, maka wasalam - ekosistem umrah berbasis keumatan akan gulung tikar," tukas Zaky.




(hnh/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads