Dalam sholat, Rasulullah SAW menganjurkan menggunakan sutrah atau pembatas. Hal ini untuk menghindari orang yang berlalu lalang di depannya.
Jika sholat berjamaah, sutrah di letakkan di depan imam. Lain hal nya dengan sholat seorang diri.
Dalam buku Fiqih Islam Wa'Adilatuhu oleh Wahbah Zuhaili, sebagian besar ulama menentukan jarak antara orang yang sholat dengan sutrah atau pembatas sekitar tiga hasta. Hal ini dihitung mulai dari kedua kakinya.
Hadits Bilal bin Rabbah radhiallahu'anhu yang dikeluarkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (6060),
قَرَأْتُ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ: مَالِكٌ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْكَعْبَةَ هُوَ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ ، وَبِلَالٌ ، وَعُثْمَانُ بْنُ طَلْحَةَ الْحَجَبِيُّ فَأَغْلَقَهَا عَلَيْهِ ، قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: فَسَأَلْتُ بِلَالًا حِينَ خَرَجَ: " مَاذَا صَنَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ: جَعَلَ عَمُودًا عَنْ يَسَارِهِ وَعَمُودَيْنِ عَنْ يَمِينِهِ وَثَلَاثَةَ أَعْمِدَةٍ وَرَاءَهُ ، وَكَانَ الْبَيْتُ يَوْمَئِذٍ عَلَى سِتَّةِ أَعْمِدَةٍ ، ثُمَّ صَلَّى وَجَعَلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِدَارِ نَحْوًا مِنْ ثَلَاثَةِ أَذْرُعٍ
"Aku membaca dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Malik menuturkan padaku, dari Nafi' dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masuk ke dalam Ka'bah bersama Usamah bin Zaid, Bilal, Utsman bin Thalhah Al Hajabi kemudian menutup pintunya. Lalu Abdullah bin Umar bertanya kepada Bilal ketika keluar: "apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam?". Bilal menjawab: "Beliau memasang satu tiang di sebelah kirinya, dua tiang di sebelah kanannya, dan tiga tiang dibelakangnya. Sehingga Ka'bah saat ini memiliki enam tiang. Kemudian beliau sholat dan menjadikan jarak antara beliau dengan tembok sejauh tiga hasta" (HR. Ahmad 6060, hadits ini shahih, semua perawinya tsiqah tanpa keraguan).
Ukuran Sutrah
Tentang ukurannya, telah dijelaskan dalam berbagai hadits, di antaranya:
عَنْ طَلْحَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُأَخِّرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ وَلاَ يُبَالِيْ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَلِكَ
Dari Thalhah bin Ubaidillah berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian meletakkan di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan (untuk sandaran) maka hendaknya dia sholat dan tidak usah menghiraukan orang yang lewat di belakang benda tersebut."(Muslim 499)
عَائِشَةَ قَالَتْ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ فيِ غَزْوَةِ تَبُوْكٍ عَنْ سُتْرَةِ الْمُصَلِّيْ فَقَالَ: كَمُأَخِّرَةِ الرَّحْلِ
Dari Aisyah berkata: Rasulullah pernah ditanya pada perang Tabuk tentang sutrah bagi orang sholat, maka beliau menjawab, "Semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan yang dijadikan sandaran oleh pengendaranya."(Muslim 500)
Berdasarkan hadits Thalhah bin Ubaidillah dan Aisyah di atas tinggi sutrah sudah mencukupi bila setinggi seperti kayu yang berada di ujung belakang pelana unta. Yaitu mendekati seukuran 2/3 hasta (1 hasta = 45 cm).
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan ukuran di sini adalah panjang, bukan lebarnya. Imam Ibnu Khuzaimah berkata, "Telah tegak dalil hadits Nabi bahwasanya maksud beliau dengan seukuran kayu di belakang kendaraan adalah panjangnya, bukan lebarnya. Di antaranya, bahwa beliau menancapkan tombak sebagai sutrah, padahal lebarnya tombak tidak seukuran dengan kayu di belakang kendaraan." (Shahih Ibnu Khuzaimah 2/12)
Bentuk Sutrah
Ada beberapa benda yang dapat dijadikan sutrah, di antaranya adalah:
- Tombak
- Tiang masjid
- Kendaraan
- Pohon
- Sajadah
- Anak panah
- Kayu
- Hewan Tunggangan
Poin di atas merupakan sutrah-sutrah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam riwayat haditsnya. Namun beberapa benda lain juga bisa digunakan asal tidak mengganggu kekhusyuan sholat. seperti tas, bantal dan yang lainnya.
Bentuk yang Tidak Boleh Dijadikan Sutrah
Ada beberapa hal yang tidak diperbolahkan dalam Islam untuk dijadikan sutrah dalam sholat. Apa saja itu?
1. Garis
Sebagian ulama, semisal Malikiyah, membolehkan untuk menghadap sutrah berupa garis, namun ini tidak benar karena dalil yang mereka gunakan adalah hadits yang dhaif.
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَل تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ عَصًا فَلْيَخُطَّ خَطًّا، ثُمَّ لاَ يَضُرُّهُ مَا مَرَّ أَمَامَهُ
"Jika salah seorang di antara kalian sholat, maka jadikanlah sesuatu berada di hadapannya. Jika tidak ada apa-apa maka tancapkanlah tongkat. Jika tidak ada tongkat maka buatlah garis. Setelah itu apa saja yang lewat di depan dia tidak akan membatalkannya" (HR. Ahmad 7392, Ibnu Majah 943)
At Thahthawi mengatakan: "Ini qiyas yang lebih utama, karena al mushalla (pijakan tempat shalat;sajadah) lebih bisa menghalangi orang yang lewat dari pada sekedar garis".
Para ulama Syafi'iyyah bahwa lebih mengutamakan sajadah daripada sekedar garis, mereka mengatakan: "Sajadah lebih didahulukan daripada garis, karena sajadah lebih mencocoki maksud (dari sutrah)" (lihat Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 24/180).
2. Segala Sesuatu yang Menyerupai Penyembahan Berhala
Jika penggunaan suatu benda sebagai sutrah dapat dimaknai dengan menyembah benda tersebut, maka terlarang memakainya sebagai sutrah. Sebagaimana para ulama melarang menggunakan sutrah berupa satu buah batu besar jika sebenarnya banyak batu tersedia.
Karena itu menyerupai orang-orang penyembah berhala dan akan disangka dilakukan penyembahan pada batu tersebut. Adapun jika batu yang dijadikan sutrah itu banyak, maka tidak mengapa (Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 24/178)
3. Mushaf Al-Qur'an
Dalam kitab At Taaj dan Al Ikliil karya Al Mawwaq ia berkata: "berkata penulis Al Mudawwanah: 'tidak baik bagi orang yang sholat menjadikan mushaf sebagai kiblat dengan mengarah kepadanya'".
Selain itu, Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan: "tidak semestinya menjadikan mushaf sebagai sutrah bagi orang yang sholat di masjid ataupun di tempat lain."
4. Segala Benda yang Membuat Tidak Khusyuk Sholat
Ketika menjalankan ibadah sholat, setiap muslim wajib untuk berusaha khusyuk dengan menjauhkan hal-hal yang bisa memalingkan hatinya dari kesibukan sholat.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkata:
إن في الصلاة لشغلا
"Sungguh, shalat itu sangatlah sibuk" (Muttafaqun 'Alaih)
Para ulama menyatakan: "hendaknya sutrah sholat itu benda yang tsabit (tetap; stabil) tidak menyibukkan pikiran orang yang sholat sehingga tidak khusyuk" ( Mausu'ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 24/178)
(hnh/nwk)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana