Apakah Boleh Membayar Utang Puasa dengan Uang?

Apakah Boleh Membayar Utang Puasa dengan Uang?

Christavianca Lintang - detikHikmah
Rabu, 01 Feb 2023 16:00 WIB
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah kembali naik tinggi, mendekati Rp 15.300. Per siang ini pukul 14.45 WIB, dolar AS tercatat tembus ke level Rp 15.265.
Apakah Boleh Membayar Utang Puasa dengan Uang? Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Setiap orang yang memenuhi syarat berpuasa, ia wajib melaksanakannya. Orang yang wajib berpuasa kemudian tidak berpuasa maka ia berdosa. Bagi mereka yang tidak berpuasa dan membatalkan puasa di bulan Ramadhan karena sakit, musafir ataupun karena kesengajaan wajib baginya untuk mengganti di hari lain atau melaksanakan puasa qadha.

Menurut Nur Solikhin dalam buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah, qadha menurut istilah ilmu fiqh, qadha berarti sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Sedangkan menurut para ahli bahasa Arab, qadha berarti "ada" yang mempunyai arti pelaksanaan suatu ibadah pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat Islam.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 184:


أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: "Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, (kemudian tidak puasa), maka wajib menggantinya pada hari-hari yang lain." (QS: Al-Baqarah: 184)

Bagi seorang muslim yang tidak berpuasa dan membatalkan puasa di bulan Ramadan yang disebabkan oleh alasan sakit, musafir, atau kesengajaan, maka diwajibkan baginya untuk mengganti di hari lain, di luar bulan Ramadan, dan bukan di waktu-waktu yang diharamkan untuk berpuasa. Seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan Tasyrik.

Puasa qadha harus dijalankan jika terjadi hal-hal sebagai berikut dalam puasa wajib, antara lain:

1. Lupa berniat.

2. Sakit yang membahayakan.

3. Perempuan yang datang haid atau nifas.

4. Sengaja berbuka.

5. Jimak atau berhubungan suami dan istri.

6. Ibu mengandung yang bimbang terkait kesehatannya.

7. Orang yang bekerja sepanjang bulan Puasa.

8. Mengalami kelaparan dan dahaga yang membahayakan kesehatannya sendiri.

9. Orang yang bermusafir.

10. Murtad.

Muhammad Abduh Tuasikal, ST., M. Sc., dalam bukunya yang berjudul Panduan Ramadhan: Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya untuk mengqadha puasa Ramadan diperbolehkan untuk ditunda. Maksudnya ditunda ialah tidak harus dilakukan setelah bulan Ramadan, yaitu bulan Syawal. Namun, boleh dilakukan di bulan Zulhijah sampai bulan Syakban, asalkan belum masuk Ramadan berikutnya.

Akan tetapi, tetap dianjurkan untuk melaksanakan qadha Ramadan secara segera. Hal tersebut berdasarkan atas firman Allah SWT pada surah Al-Mu'minun ayat 61 yang berbunyi sebagai berikut:

أُو۟لَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَهُمْ لَهَا سَٰبِقُونَ

Artinya: "Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al-Mu'minun: 61)

Syaikh Ibnu Baz menjelaskan bahwa seseorang yang menunda qadha puasa sampai Ramadhan selanjutnya, maka ia wajib untuk memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari puasa yang ditinggalkannya.

"Orang yang menunda qadha puasa sampai Ramadan berikutnya tanpa uzur, maka ia wajib untuk bertaubat kepada Allah SWT dan dia wajib memberi makan kepada oran miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha puasanya, serta tidak ada kafarat atau tebusan selain itu. Hal tersebut difatwakan oleh beberapa sahabat, salah satunya adalah Ibnu 'Abbas Ra." kutip dalam buku tersebut.

Melansir pada buku Panduan Ramadhan: Meraih Ramadhan Penuh Berkah oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST., M. Sc., bagi seorang yang sudah tua renta dan seseorang yang sakit sehingga tidak mampu untuk berpuasa, maka mereka wajib untuk membayar puasa dengan mengeluarkan uang melakukan fidyah.

Bolehkah Membayar Utang Puasa dengan Uang?

Jika Seseorang yang memiliki tanggungan puasa wajib, namun ia belum membayarnya, sama halnya mempunyai tunggakan utang kepada Allah SWT. Pihak yang bertanggung jawab atas utang orang tersebut adalah keluarganya.

Nur Solikhin dalam Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah juga menyebutkan utang puasa Ramadhan bagi orang yang meninggal dapat diganti dengan fidyah. Yaitu memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang telah ditinggakannya.

Lalu membayar fidyah apakah dapat ditunaikan dengan uang?

Mazhab Hanafi yang dituliskan oleh Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Kitab al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu , umat muslim mengenal kebolehan membayar fidyah puasa dengan uang atau qimah.

Maksud dari pemberian makanan untuk fakir miskin adalah memenuhi kebutuhan mereka, dan tujuan tersebut bisa tercapai dengan membayar qimah (nominal harta) yang sebanding dengan makanan.

Takaran fidyah untuk satu hari puasa yang ditinggalkan sebesar dengan nilai acuan 1,5 kg makanan pokok sehari-hari atau harga kurma atau anggur seberat 3,25 kg yang dikonversi menjadi nilai rupiah.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah menetapkan besaran baku bayar fidyah dengan uang yang dibedakan ke dalam masing-masing wilayah. Berdasarkan ketetapan Surat Keputusan (SK) Ketua BAZNAS No. 10 Tahun 2022 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah, ketetapan nilai fidyah sebesar Rp 50 ribu per hari per jiwa untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Sehingga pembayaran utang puasa bagi orang tua renta, orang sakit parah, wanita hamil dan menyusui dan juga orang yang meninggal dunia dapat membayar utang puasa dengan cara fidyah baik berupa uang ataupun makanan pokok untuk saudara kita yang membutuhkan.




(lus/lus)

Hide Ads