×
Ad

Kegigihan Devi: Sempat Gagal Masuk ITB, Diterima, Jualan Donat-Jadi OB, Kini Lulus S2

Novia Aisyah - detikEdu
Selasa, 28 Mei 2024 13:00 WIB
Devi Ulumit Tias saat mengikuti program Indonesia Mengajar. Foto: Dok. pribadi Devi Ulumit Tias
Jakarta -

Bermodal nekat dan uang yang tak cukup, Devi merantau ke Bandung selepas SMA pada 2007 lalu. Kala itu perempuan dengan nama lengkap Devi Ulumit Tias itu bahkan tak tahu dari mana uang untuk melanjutkan hidup di Bandung.

Bukan tanpa tujuan, Devi berangkat ke Bandung untuk melanjutkan kuliah di ITB. Ibunya hanya membekali uang untuk daftar ulang sebesar Rp 3.050.000,00. Sementara, biaya hidup selanjutnya belum terbayang dapat dari mana.

Nasib di ITB Belum Terbayang

Devi sempat gap year sebelum akhirnya diterima di ITB. Dia memang sempat ditolak masuk kampus yang sama pada tahun sebelumnya.

Devi mengaku sangat down kala itu. Tertuang juga pengalaman ini dalam suratnya kepada Imam Santoso pada 2011 lalu.

Saat itu Devi mengaku sempat takabur lantaran mendapat nilai tertinggi UAN di sekolah. Dia mengikuti les di bimbel di kecamatan dengan asal-asalan.

"Satu bulan menunggu pengumuman saya lewatkan dengan bersenang-senang, saya berpikir sebentar lagi akan meninggalkan daerah ini, yakin sekali diterima di Bandung. Itu semua karena saya tidak pernah tahu bahwa ITB diincar oleh banyak sekali orang pintar di luar sana. Saya seperti katak yang terkurung dalam batok kelapa, merasa dirinya paling pintar sedunia.

Tibalah tanggal 5 Agustus 2006, pengumuman SPMB jam 00.30. Saat itu saya ada di Primagama Ambulu, saya stand-by dari jam 15.00. Setelah dicek 3 kali, tulisan layar komputer tetap "maaf nomor peserta 106-76-00110 tidak diterima di jurusan mana pun".

Saya tidak percaya dengan tulisan itu. Begitu sadar jika tulisan itu benar, saya langsung lari ke kamar mandi dan menangis seperti orang gila, rasanya mau menghilang saja dari muka bumi ini. Seakan masa depan sudah tak ada lagi," bunyi surat itu.

Setahun kemudian Devi diterima di ITB. Namun, perjalananya juga tak mudah.

Sambil sesekali tertawa, Devi menceritakan bagaimana awal mula kehidupannya di ITB, yang dia akui sudah lupa masa-masa susah itu.

Perempuan asal Ambulu, Jember, Jawa Timur itu menceritakan saat itu dia diajak bersama-sama berangkat ke Bandung oleh kelompok mahasiswa asal Jember di Bandung. Dia dibantu oleh Imam Santoso, kakak tingkat sekaligus mentor yang kemudian menyebabkan paguyuban mahasiswa Jember tersebut mencarinya.

"Itu meskipun udah disiapkan jauh hari ya, maksudnya ingin ke ITB, tapi soal keuangan tuh enggak disiapkan karena memang ya buat sehari-hari aja enggak ada," ujar Devi kepada detikEdu (27/5/2024).

"Ibu saya ke mana-mana cari pinjaman, dapat pinjaman Rp 3 juta," ungkapnya.

Untuk daftar ulang Teknik Kelautan ITB kala itu masih kurang Rp 50 ribu, belum lagi bagaimana transportasi ke Bandung, biaya kos, dan sebagainya.

"Saya kan gap year, enggak punya sepatu. Dulu bayangannya kuliah harus pakai kemeja karena enggak tahu sama sekali kayak gimana kan kuliah di Bandung. Jadi yang penting ya udah saya berangkat bareng anak-anak paguyuban," jelasnya.

Dikurangi dengan biaya transportasi, makan, dan lainnya, modal Rp 3 juta pun berkurang menjadi tersisa Rp 2 juta sekian.

Tak makan 3 hari hingga jadi OB di jurusan >>>



Simak Video "Video: Ada 'Paus Raksasa' Terdampar di Pasar Seni ITB"

(nah/nwk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork