"Kalau dia melakukan hal yang tidak benar (memerkosa santri), kami juga bisa mencabut izin operasionalnya," tegas Ansel melalui sambungan telepon, Rabu (22/11/2023).
Ia menjelaskan Kementerian Agama adalah pembina ponpes karena izin operasionalnya dikeluarkan kementerian tersebut. Selain pembinaan, juga melakukan pengawasan terhadap operasional ponpes termasuk perilaku menyimpang individu di ponpes tersebut.
"Kalau ponpes, kami pembinanya karena zin operasional dikeluarkan kementerian agama. Tuga kami membina, memperhatikan, kalau misalnya kurikulumnya jangan sampai keluar gitu ya, lalu kalau ada hal-hal yang tidak boleh menyimpanglah. Untuk pengelolaan di dalamnya independen oleh ponpes," jelas Ansel.
Ia mengatakan rencana pencabutan izin operasional ponpes tersebut masih menunggu putusan pengadilan. Jika pengadilan memutuskan PI terbukti bersalah melakukan pemerkosaan dua santri yang masih di bawah umur itu, maka izin operasional ponpes itu bisa dicabut.
"Nanti kita evaluasi, belum memutuskan. Saat ini beliau masih proses penyidikan, sudah tersangka. Saat ini kita menunggu putusan pengadilan," kata Ansel.
Demikian juga sanksi terhadap PI dalam kapasitasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), juga menunggu putusan pengadilan. PI adalah PNS di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Manggarai Timur. Ia staf bagian umum di Kantor Kementerian Agama tersebut.
"Proses dilakukan dari sekarang, putusan akhir tunggu putusan pengadilan," ujar Ansel.
Ia telah mendatangi ponpes milik PI yang berada di Kecamatan Borong, Manggarai Timur, Flores, NTT, tersebut, Senin(21/11/2023). Berada di bangunan terpisah, kamar tidur PI hanya berjarak sekitar 10 meter dari kamar korban.
PI telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka persetubuhan anak di bawah umur. Diijerat dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, PI terancam pidana penjara 20 tahun.
(dpw/dpw)