Puluhan warga Desa Kopang Rembiga, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), mendatangi Polres Lombok Tengah. Mereka mendesak polisi untuk segera menahan M, pelaku persetubuhan terhadap anak yang telah dilaporkan sejak April lalu.
"Jadi ini tuntutan kedua kalinya mendatangi Polres Lombok Tengah untuk meminta keadilan terkait pelecehan seksual yang terjadi di daerah Kecamatan Kopang. Pelakunya sampai saat ini belum ditahan," kata pendamping korban, Lalu Kazuaini saat ditemui media di Mapolres Lombok Tengah, Rabu (3/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kazuaini, alasan pelaku tak ditahan lantaran sakit jantung. Namun, dia berujar, pelaku masih berjualan di pasar.
"Pelaku ini masih jalan seperti biasanya. Dan laporan ini kita mulai sejak bulan Mei tapi sampai saat ini belum ada tindakan. Alasannya, karena yang bersangkutan ini sakit jantung, tapi pada faktanya adalah pelaku ini seperti normal biasa aja sehingga mencurigai keluarga korban dan korban," beber Wakil Ketua LBH Ansor NTB itu.
Kazuaini mengatakan korban saat ini belum berani melakukan aktivitas seperti biasa. Ia menyebut saat ini masih sangat trauma berat.
"Hari ini, korban tidak berani keluar karena trauma. Dia ini jadi korban ini menjadi korban sejak kelas 5 SD sampai Kelas 2 SMP," imbuhnya.
Pihaknya pun meminta pihak kepolisian untuk segera menahan pelaku. Ia khawatir emosi keluarga korban tak bisa diredam sehingga menimbulkan gejolak di bawah.
"Kami ke sini menuntut agar pelaku ini segera ditahan dan dihukum seadil-adilnya," bebernya.
Lebih jauh, Kazuaini membeberkan kronologi kejadian. Peristiwa itu berawal saat korban bermain dengan anak pelaku di rumahnya. Dari sana mereka melakukan komunikasi secara intens. Namun, kasus ini terungkap dari percakapan keduanya di WhatsApp.
"Kronologinya dia modusnya ini pada setiap hari Minggu ini pelaku menjemput korban ini untuk main ke rumahnya. Dan itu terus dilakukan sejak dia masih kelas 5 SD sampai kelas 2 SMP," tegasnya.
Kazuaini menyebut pelaku dan korban tinggal di desa yang sama dan masih memiliki ikatan keluarga. "Dia ini tinggal di desa yang sama, cuma beda dusun saja. Dia ini temenan dengan anak pelaku," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Unit (Kanit) Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lombok Tengah, Aiptu Pipin Setyaningrum, membantah disebut melakukan pembiaran terhadap pelaku. Ia menyebut, alasannya tak melakukan penahanan terhadap pelaku karena adanya rekomendasi dokter yang menyebut yang bersangkutan memiliki gejala sakit jantung.
"Terhadap pelaku, kami sudah tetapkan sebagai tersangka. Tapi pada saat kami tetapkan sebagai tersangka itu kami akan melakukan penahanan, cuma sebelum kami melakukan penahanan itu harus kami periksa dulu. Hasil pemeriksaan terhadap tersangka yang dilakukan oleh dokter bahwa, pelaku diduga ada gejala sakit jantung akhirnya kami diberikan surat rujukan ke spesialis jantung," urai Pipin.
Ia mengatakan, kasus tersebut saat ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah untuk persiapan menjalani sidang. "Atas dasar itulah yang bersangkutan kami tidak tahan. Cuma saat ini berkasnya sudah di kejaksaan untuk persiapan sidang," tandas dia.
(hsa/hsa)