Pemeluk Islam dan Hindu di Dusun Angansari, Desa Kutuh, Bangli, Bali, hidup berdampingan. Salah satu keharmonisan warga setempat terlihat dari rapat yang digelar setiap buda kliwon atau Rabu kliwon (penanggalan kalender Bali).
Kepala Dusun Angansari Made Bagiarta menerangkan rapat buda kliwon menjadi ajang silaturahmi warga setempat. Rapat itu digelar di balai banjar saat pagi hari.
"Rapat tiap buda Kliwon ini sudah dari dulu, turun-temurun, dan ditetapkan oleh tokoh desa dahulu," ujarnya di Dusun Angansari, Rabu (3/4/2024).
Di Dusun Angansari terdapat 130 keluarga. Dari jumlah itu sebanyak 16 keluarga memeluk Islam. Sebagian keluarga di dusun yang berada di lereng kaldera Gunung Batur itu baru memeluk Islam pada 1982.
Saat itu, tujuh keluarga menjadi mualaf karena salah satu anggota keluarga, Irasun, tak kunjung sembuh meski kakinya telah diobati beragam tambar.
Balian (guru spiritual) menyatakan Irasun bisa sembuh jika ia memeluk agama Islam. Mendapat saran itu, dia dan keluarganya mengucapkan kalimat syahadat. Belakangan, setelah hijrah, kakinya sembuh.
![]() |
Bagiarta menerangkan beragam hal bisa dibahas bersama saat rapat buda Kliwon. Tak ada sekat antara penduduk beragama Islam dan Hindu saat pertemuan berkala itu.
"Kami membahas banyak hal apapun terkait desa, seperti rencana desa ke depan. Umat Hindu dan Islam, gabung, duduk rembuk," terang Bagiarta.
Toleransi juga terlihat saat warga Dusun Angansari bergotong royong saat kegiatan adat seperti pernikahan dan kematian. Warga setempat masih menjalankan tradisi ngayah atau saling membantu sesama.
Misalkan, saat warga muslim mendapat tugas menyajikan makanan. Umat Islam akan menyajikan makanan halal. Salah satunya lawar.
Keluarga muslim Dusun Angansari akan menyajikan lawar berbahan ayam untuk disantap keluarga Islam lainnya yang ikut dalam acara-acara di dusun. Padahal, umumnya lawar di Bali menggunakan daging babi dan darah.
Selain itu, Bagiarta menambahkan, umat Islam Dusun Angansari juga ikut membantu upacara kematian pemeluk agama Hindu. Misalkan, ikut membuat peti hingga menggotong jenazah.
"Jadi antarwarga ini tetap bisa berbaur. Warga muslim tetap bisa ikut ke acara warga Hindu atau sebaliknya," kata Bagiarta.
Takmir Masjid Nurul Iman, Dusun Angansari, Mustaqim (42), mengungkapkan penyebaran Islam di Desa Kutuh berasal dari keturunan keluarga dan ikatan pernikahan. Pertumbuhan penduduk Islam juga tidak banyak yang berasal dari wilayah luar.
Mustaqim menerangkan umat muslin Dusun Angansari melibatkan sejumlah tokoh agama dari komunitas muslim terdekat di Kintamani maupun Buleleng. Anak-anak di dusun itu dibimbing mengaji dan salat.
Untuk orang tua, Mustaqim berujar, akan dibimbing oleh ustaz dari Kintamani. Kegiatan agama itu akan digelar di Masjid Nurul Iman.
Bahkan, pengajian Ratib Al-Haddad digelar setiap bulan dengan menghadirkan kiai dari Surabaya, Jawa Timur.
"Jadi kegiatan rutin tidak untuk anak-anak saja, tapi orang dewasa juga tetap mendengarkan ceramah, mengikuti pengajian setiap waktu tertentu, dan ikut kegiatan adat bersama umat Hindu untuk menguatkan hubungan kami," tutur pria berusia 42 tahun tersebut.
(hsa/gsp)