Suara musik masih terdengar dari sebuah bar di Jalan Pantai Batu Bolong, Canggu, Kuta Utara, Badung, Bali, pada pukul 00.50, Wita, Jumat (16/9/2022). Suara tersebut terdengar hingga luar bar. Berdasarkan aplikasi Sound Meter, tingkat kebisingan musik tersebut mencapai 80 desibel. Padahal, pengusaha bar, kelab, dan restoran di kawasan Canggu dan Berawa serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali sepakat volume suara musik untuk tempat hiburan di kawasan luar ruang atau outdoor maksimal 70 desibel.
Kesepakatan itu diputuskan pada Rabu (14/9/2022) lalu. Musababnya, muncul sebuah petisi berjudul 'Basmi Polusi Suara di Canggu' di situs Change.org. Pembuat petisi, P. Dian, mengeluhkan adanya pesta yang digelar setiap hari di kawasan pariwisata itu.
"Suara menggelegar dari bar-bar terbuka baik di Batu Bolong maupun di Berawa, bersebelahan dengan pura-pura suci Bali, sebegitu kerasnya sehingga membuat kaca-kaca jendela dan pintu bergetar," tulis Dian dalam petisinya. Petisi itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Gubernur Bali Wayan Koster, hingga para pemegang kepentingan dan tokoh adat Bali.
Tak hanya soal pelanggaran batas volume suara, detikBali menemukan sejumlah bar masih beroperasi hingga pukul 01.30 Wita. Padahal, merujuk kesepakatan, waktu operasional bar, restoran, dan kelab hanya hingga pukul 01.00 Wita.
Malam itu, situasi jalanan di depan pelang Pura Kahyangan Jagat Batu Bolong juga disesaki oleh wisatawan asing. Mereka berkumpul sambil menikmati musik yang diputar oleh kelab maupun bar.
Pengamat Pariwisata dari Universitas Udayana I Putu Anom menuturkan mulanya wisatawan asing datang ke kawasan Canggu hanya sekedar menikmati pantai. Apalagi, pada 1980-an, Kuta Utara, termasuk Canggu, belum banyak dikunjungi pelancong. "Tentunya dahulu fasilitas pariwisata seperti akomodasi dari berbagai jenis jumlahnya masih terbatas," kata Putu Anom saat dihubungi detikBali Sabtu (17/9/2022).
Saat itu, baru ada pembangunan beberapa vila yang relatif kecil di Canggu. Restoran dan toko cendera mata pun jumlahnya masih terbatas. "Karena waktu itu baru ada beberapa wisatawan yang melakukan aktivitas di pantai untuk berjemur dan di laut untuk berenang serta surfing," ujar Putu Anom.
Seiring meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan asing, perluasan tempat rekreasi di pantai dan laut tak terhindarkan. Para pelancong pun mulai melirik tempat wisata di pantai.
Saat itu, mulai berkembang daya tarik wisata pantai ke arah selatan seperti di kawasan Pantai Bukit Pecatu, Kuta Selatan maupun ke arah utara yakni Desa Canggu, Kuta Utara sampai ke barat. "Mulailah berkembang pesat pembangunan fasilitas pariwisata terutama akomodasi hotel dari berbagai jenis, rumah makan, bar, dan restoran," kata Putu Anom.
Makin banyaknya fasilitas pendukung pariwisata tersebut berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk pendatang ke wilayah itu. Walhasil, permukiman baru tumbuh pesat termasuk rumah kos. Kemacetan lalu lintas pun tak terhindarkan.
Petisi 'Basmi Polusi Suara di Canggu' menarik perhatian pemerintah Bali hingga Kementerian Pariwisata. Menteri Pariwisata Sandiaga Uno, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Bendesa Adat Canggu, Perbekel (Kepala Desa) Canggu, Dinas Pariwisata Bali, Dinas Pariwisata Badung, Satpol PP, serta pengelola bar, restoran, dan hotel di Canggu menggelar pertemuan pada Sabtu (18/9/2022) untuk membahas masalah tersebut.
Sandiaga menjelaskan sejumlah kesepakatan tercapai dalam pertemuan itu. Poin-poin konsesus tersebut bakal dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Bupati (Perbup). "Nanti kami akan sampaikan secara detail," ungkap Sandiaga usai pertemuan itu.
Salah satu poin yang disepakati ialah terkait batas waktu operasional bar atau kelab. Tempat hiburan itu hanya boleh beroperasi hingga pukul 24.00-01.00 Wita. Kesepakatan lainnya adalah tingkat kebisingan suara atau sound system di bar atau kelab maksimal 70 desibel.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menuturkan tingkat kebisingan suara 70 desibel itu perlu diatur lebih rinci. Dinas Pariwisata akan mengkaji detail rancangan regulasi itu. Adapun hal lain yang belum tertuang dalam kesepakatan tersebut, bakal dibuat secara rinci oleh Kepala Dinas Pariwisata Bali dan Badung.
Desa Canggu sebetulnya sudah memiliki aturan adat atau pararem yang mengatur operasional tempat hiburan jauh sebelum adanya kesepakatan itu. Jro Bendesa Adat Canggu, I Wayan Suarsana menuturkan sudah ada perarem terkait batas waktu memutar musik dengan volume keras saat malam hari.
Sayangnya, masih ada pengelola hiburan yang tak mematuhi aturan adat itu. "Bulan Agustus kami juga memberikan surat imbauan kepada pemilik bar dan restoran untuk mematuhi aturan yang ada," kata Suarsana.
Detikers, tim detikBali, berupaya mengulas secara menyeluruh polemik polusi suara di Canggu. Berikut ini sejumlah laporannya.
1.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Heboh Petisi 'Basmi Polusi Suara di Canggu' |
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
(gsp/hsa)