Pemanfaatan nanas di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, tak hanya terbatas pada buahnya saja. Para petani di sana kini juga meraup cuan dari daunnya.
Melalui Koperasi Miwa Pineapple, daun yang sebelumnya dianggap limbah kini diolah menjadi serat dan kapas bernilai tinggi. Sejumlah industri tekstil melirik, tak hanya skala nasional tapi juga global.
Terletak di ujung Lorong Bersama di Jalan Belitung Kelurahan Gunung Ibul, Kecamatan Prabumulih Timur, Koperasi Miwa Pineapple menjalankan operasionalnya. Suara mesin berdesing saat dua pekerja memasukkan sejumlah daun nanas ke dalam mesin cutting untuk pemisahan serat dengan daging daun.
Ikut mengawasi proses cutting, Ketua Koperasi Miwa Pineapple Agus Jali. Setelah beberapa kali dimasukkan ke mesin cutting, serat nanas mulai terlihat. Serat yang sudah terbentuk digantung, pekerja memulai lagi dengan daun yang baru.
Pekerja lain terlihat membersihkan serat dengan air, diperas, disisir hingga dijemur. Setelah kering, serat nanas diproses bio degumming dengan perendaman selama 4-5 hari. Proses ini memakan waktu karena untuk memisahkan getah dengan serat. Selanjutnya serat dikeringkan kembali untuk penghalusan dan di-cutting.
"Tahap akhir setelah di-cutting, serat masuk ke mesin kembali sehingga menjadi kapas. Prosesnya memang lumayan panjang karena kita tidak memakai bahan kimia yang bisa selesai dalam 1 hari. Kita memang dituntut untuk nonkimia, karena pangsa pasar saat ini mengarah ke sana (non kimia)," ujar Agus Jali.
Koperasi binaan PT Pertamina Gas (Pertagas) ini memiliki beberapa kelompok tani yang mengurusi berbagai bidang. Ada kelompok tani yang menjadi penampung daun nanas, pemroses daun menjadi serat, pembuatan cinderamata seperti tas, dompet, sepatu, peci dan sebagainya.
"Untuk setiap kilogram daun nanas, kita beli dengan harga Rp 500 dari petani. Kriteria daun tentu sudah ditentukan, usia nanas setidaknya 12 bulan ke atas karena seratnya lebih kuat, mulus, tidak cacat, tidak kena hama penyakit, dan panjangnya 60 cm karena menyesuaikan dengan mesin," jelasnya.
Daun yang ukurannya lebih pendek akan dipakai untuk membuat kerajinan. Sehingga, daun yang dijual petani semuanya terpakai di koperasinya.
Bisnis ini, menurut Agus, sangat potensial karena baru koperasinya yang menjalankan usaha tersebut. Terlebih, bahan dari serat nanas punya kelebihan karena lebih adem dipakai, kuat, dan punya daya serap air tinggi. Sesuai riset yang pernah dilakukan beberapa perguruan tinggi, seperti IPB dan UGM.
Untuk saat ini, serapan serat nanas dan kapas hasil produksi koperasinya telah dikirimkan untuk dua perusahaan di wilayah Jawa. Perusahaan itu menerima serat nanas dan kapas olahan untuk dijadikan benang.
"Kapas kita kirimkan ke PT Serat Nanas Indonesia di Temanggung dan PT Rabersa di Wonosobo. Dua perusahaan ini yang menjadikan benang dan kain. Kita bersyukur karena menjadi yang pertama membuat kapas dari daun nanas," katanya.
Dia menjelaskan, pengiriman serat nanas yang dilakukan Koperasi Miwa Pineapple mencapai 500 kg per bulan. Sedangkan kapas, baru jalan 3 bulan terakhir dengan per bulannya mencapai 150 kg.
"Dua perusahaan tekstil yang menjadikan kapas dari nanas menjadi benang itu juga sudah punya kerja sama dengan brand ternama Eropa," tambahnya.
(dai/dai)