Daun Nanas Prabumulih, Dari Lorong Kecil Ekspansi ke Brand Eropa

Sumatera Selatan

Daun Nanas Prabumulih, Dari Lorong Kecil Ekspansi ke Brand Eropa

A Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Selasa, 14 Okt 2025 07:00 WIB
Produk dari serat nanas yang dibuat oleh UMKM di Prabumulih.
Foto: Produk dari serat nanas yang dibuat oleh UMKM di Prabumulih. (A Reiza Pahlevi)
Prabumulih -

Pemanfaatan nanas di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, tak hanya terbatas pada buahnya saja. Para petani di kota tersebut kini juga sudah meraup cuan dari daunnya.

Lewat peran dari Koperasi Miwa Pineapple, daun yang sebelumnya dianggap limbah kini diolah menjadi serat dan kapas bernilai tinggi. Sejumlah industri tekstil pun telah melirik, bukan sekadar skala nasional, namun juga global.

Berlokasi di ujung Lorong Bersama di Jalan Belitung, Kelurahan Gunung Ibul, Kecamatan Prabumulih Timur, Koperasi Miwa Pineapple menjalankan operasionalnya. Suara mesin berdesing saat dua pekerja memasukkan sejumlah daun nanas ke dalam mesin cutting untuk pemisahan serat dengan daging daun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Koperasi Miwa Pineapple Agus Jali, ikut mengawasi proses cutting tersebut. Setelah beberapa kali dimasukkan ke mesin cutting, serat nanas mulai terlihat. Serat yang sudah terbentuk lalu digantung. Kemudian pekerja memulai lagi dengan daun yang baru.

Di sisi lain, pekerja yang berbeda terlihat membersihkan serat dengan air, diperas, disisir hingga dijemur. Setelah kering, serat nanas diproses bio degumming dengan perendaman selama 4-5 hari. Proses ini memakan waktu karena untuk memisahkan getah dengan serat. Selanjutnya serat dikeringkan kembali untuk penghalusan dan dipotong.

ADVERTISEMENT

"Tahap akhir setelah di-cutting, serat masuk ke mesin kembali sehingga menjadi kapas. Prosesnya memang lumayan panjang karena kita tidak memakai bahan kimia yang bisa selesai dalam satu hari. Kita memang dituntut untuk nonkimia, karena pangsa pasar saat ini mengarah ke sana (non kimia)," ujar Agus Jali.

Koperasi binaan PT Pertamina Gas (Pertagas) ini memiliki beberapa kelompok tani yang mengurusi berbagai bidang. Ada kelompok tani yang menjadi penampung daun nanas, pemroses daun menjadi serat, pembuatan cendera mata seperti tas, dompet, sepatu, peci dan sebagainya.

"Untuk setiap kilogram daun nanas, kita beli dengan harga Rp 500 dari petani. Kriteria daun tentu sudah ditentukan, usia nanas setidaknya 12 bulan ke atas karena seratnya lebih kuat, mulus, tidak cacat, tidak kena hama penyakit, dan panjangnya 60 cm karena menyesuaikan dengan mesin," jelasnya.

Daun yang ukurannya lebih pendek akan dipakai untuk membuat kerajinan. Sehingga, daun yang dijual petani semuanya terpakai di koperasinya.

Serat nanas di Prabumulih.Serat nanas di Prabumulih. Foto: A Reiza Pahlevi

Bisnis ini, menurut Agus, sangat potensial karena baru koperasinya yang menjalankan usaha tersebut. Terlebih, bahan dari serat nanas memiliki kelebihan, yakni karena lebih adem dipakai, kuat, dan punya daya serap air tinggi. Hal itu berdasarkan riset yang pernah dilakukan beberapa perguruan tinggi, seperti IPB dan UGM.

Untuk saat ini, serapan serat nanas dan kapas hasil produksi koperasinya telah dikirimkan untuk dua perusahaan di wilayah Jawa. Perusahaan itu menerima serat nanas dan kapas olahan untuk dijadikan benang.

"Kapas kita kirimkan ke PT Serat Nanas Indonesia di Temanggung dan PT Rabersa di Wonosobo. Dua perusahaan ini yang menjadikan benang dan kain. Kita bersyukur karena menjadi yang pertama membuat kapas dari daun nanas," katanya.

Ia menambahkan, pengiriman serat nanas yang dilakukan Koperasi Miwa Pineapple mencapai 500 kg per bulan. Sedangkan kapas, baru jalan 3 bulan terakhir dengan per bulannya mencapai 150 kg.

"Dua perusahaan tekstil yang menjadikan kapas dari nanas menjadi benang itu juga sudah punya kerja sama dengan brand ternama Eropa," tambahnya.

Agus menyebut permintaan kapas dari dua perusahaan itu cukup tinggi, di mana mencapai 1 ton per bulan. Namun, pihaknya belum bisa mencapai permintaan itu karena kurangnya peralatan dan mesin di kelompok tani.

Meski begitu, dia optimis permintaan itu bakal tercapai jika mendapat bantuan mesin dari pemda dan CSR perusahaan. Termasuk dalam pemberian pelatihan kepada masyarakat untuk pengolahan daun nanas.

"Untuk saat ini, mesin kita baru mampu memproduksi 50 kg kapas per hari. Kalau soal bahan baku, di Prabumulih sangat banyak. Memang yang kurang adalah peralatan di kelompok tani. Kalau kelompok tani dapat bantuan mesin, insyaallah terkejar permintaan 1 ton itu," ungkap Agus.

Pengolahan serat daun nanas di Koperasi Miwa Pineapple.Pengolahan serat daun nanas di Koperasi Miwa Pineapple. Foto: A Reiza Pahlevi

Soal harga, hilirisasi dari serat nanas menjadi kapas cukup tinggi. Dalam pengiriman awal, pihaknya mendapat harga kapas Rp 200 ribu per kg. Namun, harga itu disebutnya masih dengan spesifikasi biasa.

"Harga kapas terbilang tinggi. Kita juga berupaya menuju spek tinggi sehingga harganya lebih tinggi dari yang kita dapat kemarin spek biasa sekitar Rp 200 ribu per kg. Untuk menaikkan spek itu butuh pengolahan dan butuh mesin lagi," katanya.

Selain itu, pemanfaatan buah nanas juga dilakukan koperasinya. Disebutnya, turunan nanas ini bisa diolah hingga 20 jenis berupa sirup, buah kaleng, berbagai macam kuliner, keripik dan lainnya.

"Untuk buah kaleng, kita ambil yang nanasnya kecil, yang beratnya tidak sampai 0,8 kg. Kalau grade A kan beratnya 0,8 kg-1,2 kg dan super 1,2 kg-2 kg. Jadi, kalau nanas yang kecil ini kita olah, potensi buah ini tetap ada dan punya nilai jual tinggi. Saat ini, kita masih berproses untuk itu," ungkap Agus.

Agus menyebut kulit buah nanas juga bisa dipakai untuk dijadikan teh. Selain itu, sisa potongan daun nanas yang tak dipakai juga dijual kepada peternak untuk pakan hewan. Dengan begitu, pihaknya lebih memaksimalkan semua pemanfaatan nanas tersebut, tanpa ada yang terbuang.

Pengolahan daun nanas di Prabumulih menjadi produk bernilai..Pengolahan daun nanas di Prabumulih menjadi produk bernilai.. Foto: A Reiza Pahlevi

Ketua Kelompok Tani Koperasi Miwa Pineapple, Sudarusman menambahkan inisiatif terbentuknya koperasi itu dilatarbelakangi oleh keprihatinan harga nanas yang anjlok saat panen hingga Rp 500 per buah. Kondisi itu membuat petani merugi karena tak bisa memenuhi biaya tanam dan produksi.

"Sehingga muncullah ide pemanfaatan daun nanas menjadi serat. Pada saat memulai, petani kita minta menjual daunnya ke kita untuk diproduksi menjadi serat. Seiring waktu, pemerintah meminta kami membina petani agar tak hanya menjual buah nanas, tapi juga bagaimana memproduksi daun menjadi serat. Berjalannya waktu, bantuan kemudian bergulir dari Pertagas berupa mesin produksi serat nanas dan pelatihan," ujarnya.

Kini, pengembangan pengolahan serat nanas tak hanya di Prabumulih. Pihaknya juga menampung serat nanas yang berasal dari kelompok tani di Banyuasin dan Ogan Ilir. Beberapa wilayah lain juga ingin mempelajari, di antaranya Jambi dan Riau.

Bahkan, beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, dan lainnya melihat peluang tersebut. Termasuk mendapat undangan dari Timur Tengah dan sejumlah negara Eropa karena pemanfaatan buah nanas.

Pertagas Dorong Petani Nanas Kembangkan Usaha Produktif

Sementara itu, Officer Quality Management PT Pertamina Gas Operation South Sumatera Area (OSSA) Salsabila Tyas Pradipta Haris mengatakan, komoditas nanas di Prabumulih menjadi salah satu unggulan di wilayah tersebut. Dari luas lahan nanas 511,35 hektare, produksi di Prabumulih mencapai 3.745,4 ton pada 2024.

"Potensi komoditas nanas di Prabumulih sangat besar, namun pengelolaan limbahnya masih minim. Ini yang menjadi tantangan para petani, Pertagas, dan kita semua, bahwa bagaimana suatu tanaman bisa kita manfaatkan semuanya, termasuk daunnya," ujar Chesa, sapaan akrabnya.

Pemanfaatan daun itu tercapai dengan kesepakatan bersama local hero di Koperasi Miwa. Terbatasnya kelompok yang memanfaatkan limbah daun, membuat Pertagas ikut memberi dukungan dengan mengusung program ekonomi kreatif kelompok serat nanas.

"Kemudian lahirlah program untuk mengubah permasalahan limbah menjadi peluang ekonomi dan lingkungan melalui inovasi pengolahan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Upaya ini sekaligus memperkuat rantai komoditas nanas secara menyeluruh," katanya.

Dengan pembentukan kelompok kecil dari petani dan masyarakat, kini koperasi tersebut mampu menghasilkan kapas dari daun serat nanas. Nah, daun yang tak bisa diolah menjadi serat dan kapas, kemudian dialihkan menjadi pakan ternak, pupuk organik cair, dan anyaman.

"Hasil dari serat dan kapas dari nanas bahkan sudah dipakai menjadi bahan dasar merek fesyen terkenal," tukasnya.

Halaman 2 dari 2
(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads