Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) mengimbau ASN untuk menjaga netralitas jelang Pemilu 2024. Pihaknya pun melibatkan aparat kepolisian menelusuri jejak digital pegawai untuk melakukan pengawasan terkait dugaan pelanggaran netralitas.
Hal itu diutarakan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel Sukarniaty Kondolele usai deklarasi pakta integritas ASN di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel, Senin (16/10). Sukarniaty awalnya menekankan soal larangan ASN memberi like, comment, atau share akun media sosial (medsos) peserta pemilu, termasuk caleg.
"Inikan sudah masuk tahun politik jadi kalau kita pengikut salah satu calon misalnya itu kita dilarang untuk meng-like, komen, dan lain sebagainya," ujar Sukarniaty kepada wartawan, Senin (16/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukarniaty menyadari ada sejumlah ASN yang berteman dengan peserta pemilu. Namun dia menekankan ASN terikat aturan dan penegak hukum akan mengawasi aktivitas mereka.
"Tetapi pasti ada saja teman-teman ASN mengatakan, 'kan saya lama mi berteman', itu kan ada jejak digitalnya. Kita ada kerja sama dengan pihak kepolisian jadi itu bisa dideteksi. Kita tidak usah khawatir tentang itu," ucapnya.
"Misal saya berteman dengan pak Gubernur sebelumnya (Andi Sudirman Sulaiman), cuma begitu kalau ditetapkan menjadi calon, jangan coba-coba men-share, meng-like, berfoto bersama dan lain sebagainya, karena itu melanggar," jelas Sukarniaty.
Sukarniaty pun menyinggung ancaman sanksi pemecatan terhadap ASN yang terbukti melanggar. Dia mencontohkan, Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 6 Makassar La Enre yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas hingga disanksi etik dan dimutasi ke sekolah lain.
"Hukuman terberat itu bisa dipecat, tergantung apa pelanggarannya. Kemarin ada satu kepala sekolah SMA yang sudah kita sidang kode etik. Itu pelanggaran moral, hukumannya masih ringan, karena waktu disidang klarifikasi dengan KASN, Inspektorat, dan pihak terkait lainnya, itu memang masih di taraf pelanggaran ringan," tuturnya.
Dia melanjutkan La Enre saat itu diduga mengakomodir peserta pemilu dengan memasang spanduk berlogo partai politik (parpol). Spanduk itu dipasang saat kegiatan di sekolah.
"Ada spanduk dipasang pada saat kegiatan salah satu caleg yang masuk ke sekolahnya, dengan tujuan untuk memonitoring program-program mungkin janjinya kepada masyarakat termasuk ke sekolah, tapi kesalahannya adalah memasang sapnduk salah satu parpol, kemudian ada foto yang bersangkutan," ucap Sukarniaty.
Dia menekankan aturan ini tidak hanya berlaku untuk ASN semata. Dia juga mengingatkan PPPK termasuk non-ASN menaati aturan selama tahun politik.
"ASN itu terdiri dari PNS, dan P3K. Seharusnya Non ASN juga termasuk karena itu dibiayai negara termasuk di lingkup Pemprov karena dia digaji APBD," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin ahtiar mengingatkan ada patroli siber yang memantau perkara netralitas ASN. Dia mengingatkan pegawainya untuk berhati-hati dalam bertindak.
"Sekarang sudah ada patroli cyber loh. Nasibnya anak-anak ta' tergantung dari jempol. Lebih baik pikirkan masa depan anak-anak ta' dari pada menyulitkan dari hal-hal sederhana," ucap Bahtiar kepada wartawan, Senin (16/10).
Bahtiar menjelaskan deklarasi pakta integritas dan netralitas ASN ini merupakan amanat Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 . Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
"Itu harga mati sebenarnya itu. Itu juga diatur dalam Undang-Undang ASN sendiri, harus netral, meskipun memiliki hak untuk memilih," imbuhnya.
(sar/asm)