Penghapusan Retribusi PBG dan BPHTB Jangan Salah Sasaran
Menanggapi wacana kebijakan ini, konsultan properti Anton Sitorus menilai langkah itu baik karena dapat mengurangi biaya membangun rumah. Meskipun nominal PBG kecil pun, ia mengatakan tidak masalah karena tetap berkontribusi dalam mengurangi biaya.
Namun, Anton mengingatkan agar penghapusan retribusi PBG dilakukan dengan tepat sasaran. Jangan sampai rumah komersil juga ikut menikmati penghapusan retribusi PBG. Sebab, pemerintah juga masih membutuhkan pemasukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna juga memandang positif langkah ini. Menurutnya, penghapusan pajak ini dapat membantu menekan biaya bangun rumah, sehingga meringankan pengembang.
Dengan begitu, penghematan biaya dapat dialokasikan untuk membangun lebih banyak unit rumah. Walaupun nilai PBG kecil tetap berarti bagi MBR yang memiliki keterbatasan.
"Kalau Rp 600 ribu (contoh retribusi PBG) misalnya harga unitnya berapa, itu kan keringanan buat mereka yang keterbatasan," ucapnya.
Menteri Ara Follow Up Penghapusan Retribusi PBG dan BPHTB
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait (Ara) berencana bertemu dengan Tito pada malam Senin (18/11). Rencananya mereka akan membahas mengenai retribusi PBG dan BPHTB untuk rumah MBR.
Ara mengaku belum bisa memastikan kapan Surat Edaran (SE) penghapusan retribusi PBG itu akan dikeluarkan. Namun, ia yakin dalam waktu dekat.
"Doain dalam waktu dekat. Nanti malam saya akan menaikkan jam 8 malam, di rumahnya," katanya saat ditemui awak media seusai acara Agent Awards Jakarta 2024 di Kuningan, Jakarta pada Senin (18/11/2024).
Nantinya, setelah SE tersebut keluar penerbitan PBG tidak akan memakan waktu lama hingga berbulan-bulan, melainkan hanya butuh waktu 10 hari.
"Paling lama minggu depan saya akan teken Pak Mendagri, dari 45 hari jadi 10 hari. Mohon doanya," imbuhnya.
Retribusi PBG dan BPHTB buat Masyarakat Miskin Resmi Dihapus
Pemerintah secara resmi menghapus retribusi PBG dan BPHTB untuk MBR. Penandatanganan surat edaran (SE) terkait hal tersebut dilakukan pada Senin, 25 November 2024.
Penandatanganan SE tersebut akan dilakukan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum (PU), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Ara menjelaskan pihaknya bersama dengan Kementerian PU dan Kemendagri menandatangani surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri terkait pembebasan PBG dan BPHTB untuk MBR serta mempercepat pengeluaran PBG menjadi 10 hari.
"Tiga hal yang penting sekali dilakukan di pagi hari ini adalah bagaimana kita menetapkan SKB, pembebasan BPHTB yang kedua pembebasan retribusi PBG dan juga mempercepat persetujuan bangunan gedung untuk MBR," paparnya.
MBR Bisa Hemat Segini Saat Beli Rumah
Ara mengatakan kebijakan yang disahkan melalui SKB tersebut bisa membuat biaya pembelian rumah untuk MBR akan semakin murah. Pasalnya, MBR bisa menghemat pengeluaran untuk membeli rumah.
"Karena biayanya akan turun kan? Nah, kalau biaya turun, yang diuntungkan berarti kan konsumen. Konsumennya siapa MBR? Ya rakyat, rakyat yang mana? Ya rakyat kecil. MBR itu masyarakat yang berpenghasilan rendah. Nah ini kebijakan bukan buat masyarakat berpenghasilan tinggi," tuturnya di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Tito menjabarkan berapa uang yang dapat dihemat oleh calon pembeli rumah jika retribusi PBG dan BPHTB dihapus. Ia menyebut pembelian rumah subsidi bisa hemat Rp 10,5 juta.
Kriteria Rumah MBR yang Bebas Retribusi PBG dan BPHTB
Tito mengungkapkan kriteria rumah MBR yang bisa bebas PBG dan BPHTB sudah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya atau bedah rumah.
Untuk rumah tapak dan rumah susun maksimal luasnya 36 meter persegi (m2). Sementara itu, untuk rumah swadaya maksimal luasnya 48 m2.
Ada juga kriteria MBR dalam hal penghasilan. Besaran penghasilan MBR untuk wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp 7.000.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp 8.000.000 per bulan dan kategori satu orang Peserta Tapera maksimal sebesar Rp 8.000.000 per bulan.
Bagi MBR di wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp 7.500.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp 10.000.000 dan kategori satu orang Peserta Tapera maksimal sebesar Rp 10.000.000.
Penghapusan Retribusi PBG dan BPHTB Berlaku Mulai Desember
Penghapus retribusi untuk PBG dan BPHTB untuk MBR disebut mulai berlaku pada Desember 2024. Ara awalnya menanyakan kapan aturan tersebut bisa berlaku. Ia bertanya apakah aturan tersebut sudah bisa berlaku pada Januari 2025 kepada Tito.
Tito menjawab aturan tersebut bisa berlaku setelah diturunkan dalam peraturan kepala daerah. Pihaknya menargetkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) bisa selesai pada bulan Desember 2024.
"Dalam waktu satu bulan Perkada selesai. (Desember) selesai. (Dilaksanakan?) Langsung," kata Tito di Kementerian Dalam Negeri, Senin (25/11/2024).
Tito melanjutkan, jika aturan ini sudah berlaku maka akan terus diterapkan hingga ada aturan baru yang mencabutnya.
Penghapusan Retribusi PBG-BPHTB Jadi Kado Istimewa buat Pengembang
Pengembang berbahagia mendengar kabar retribusi PBG dan BPHTB untuk MBR resmi dihapus. Ketua Umum APERSI Junaidi Abdillah mengungkapkan apresiasi mendalam kepada tiga menteri yang sudah mengesahkan SKB terkait penghapusan tersebut.
"Dalam sejarah perumahan baru kali pertama di bawah Presiden Prabowo melalui Menteri PKP memberikan kado istimewa kepada masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghapusan BPHTB dan ini sangat membantu meringankan masyarakat untuk membeli atau memiliki rumah," ujar Junaidi kepada detikProperti, Senin (25/11/2024).
BPHTB Dihapus Bikin Konsumen Hemat Tapi Tak Pengaruhi Harga Rumah
Junaidi menjelaskan BPHTB merupakan pajak peralihan tanah atau rumah bagi konsumen. Penghapusan pajak tersebut dinilai akan membuat serapan rumah kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi menjadi lebih besar.
Ia mengungkapkan biaya BPHTB untuk rumah KPR bersubsidi sekitar Rp 4-6 juta. Nilai tersebut terbilang sangat besar bagi MBR.
Meski demikian, Junaidi mengatakan kebijakan ini tidak akan membuat harga rumah turun. Sebab, pungutan ini merupakan biaya tersendiri yang ditanggung oleh konsumen, sehingga tidak termasuk dalam harga rumah.
"Konsumennya hemat (saat beli rumah). Jadi makanya sebenarnya nggak ada pengaruhnya menurunkan harga, nggak ada pengaruh. Nggak ketemu (beban) punya konsumen kecuali punya developer," ucapnya.
Pengembang Minta Pemda Tindak Lanjut Penghapusan Retribusi PBG-BPHTB
Ketua Umum DPP Himperra Ari Tri Priyono mengatakan para pengembang yang tergabung dalam Himperra di seluruh Indonesia turut bergembira atas kabar tersebut. Ia pun meminta agar kebijakan tersebut disosialisasikan ke pemerintah daerah.
"Pada kesempatan tersebut kami sampaikan bahwa Himperra mengucapkan terimakasih atas digulirkannya SKB 3 menteri ini. Pemerintah bergerak cepat. Ini menunjukkan Presiden Prabowo dan para menterinya pro rakyat. Sesuai isi SKB, Himperra berharap untuk segera ditindaklanjuti oleh para kepala daerah sehingga makin banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memiliki rumah," ujar Ari dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (26/11/2024).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Simak Video "Pengumuman! Syarat Gaji MBR Penerima Rumah Subsidi Jadi Rp 13 Juta"
[Gambas:Video 20detik]
(dhw/zlf)