Pemerintah akan menghapus retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini sebagai langkah untuk membantu MBR mendapat hunian terjangkau.
"Saya akan keluarkan surat edaran dalam waktu paling lama 10 hari agar retribusi PBG dihapus khusus untuk MBR, supaya tidak ada kerancuan. Kita akan mengundang seluruh Pemda, BTN, dan rekan-rekan perwakilan real estat bahwa program perumahan MBR ini telah diperintahkan oleh Pak Presiden dan harus dilaksanakan oleh Pak Maruarar. Kita minta pemda (pemerintah daerah) untuk bangun gerakan kesetiakawanan sosial untuk membantu yang tidak mampu," tutur Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Minggu (10/11/2024).
Pesan itu disampaikan oleh Tito dalam acara diskusi bertema Program 3 Juta Rumah Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat di Menara 1 BTN, Jakarta, Jumat (8/11) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, konsultan properti Anton Sitorus menilai langkah itu baik karena dapat mengurangi biaya membangun rumah. Pengembang dapat menurunkan harga jual rumah, sehingga sesuai dengan tujuan menyediakan rumah terjangkau. Meskipun nominal PBG kecil pun, ia mengatakan tidak masalah karena tetap berkontribusi dalam mengurangi biaya.
"Kalau misalnya dihapusin ya bagus karena kan mengurangi biaya harga rumah. Kalau misalnya mau dihapus retribusi PGB, si pengembang biaya membangun MBR jadi berkurang. Misalnya biaya pengembangan berkurang, dia seharusnya bisa mengurangi harga," kata Anton kepada detikProperti, Minggu (10/11/2024).
"Kalau bisa menurunkan harga kan berarti sesuai dengan tujuannya rumah MBR diharapkan murah, terjangkau, artinya penghapusan komponen biaya itu bagus," tambahnya.
Namun, Anton mengingatkan agar penghapusan retribusi PBG dilakukan dengan tepat sasaran. Jangan sampai rumah komersil juga ikut menikmati penghapusan retribusi PBG. Sebab, pemerintah juga masih membutuhkan pemasukan.
"Tapi mesti dipastikan yang dihapuskan khusus perumahan mbr jangan kalau rumah komersial juga dihapuskan, karena IMB (Izin Mendirikan Bangunan atau sekarang PBG) itu pemasukan buat pemerintah. Kalau misalnya dihapuskan juga nanti mungkin ada pengurangan pemasukan ke pemerintah juga nggak bagus. Tapi khusus buat MBR tujuannya kan membuat harga itu makin murah, jadi bagus istilahnya ini kayak subsidi," jelasnya.
Terpisah, Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna juga memandang positif langkah ini. Menurutnya, pajak ini dapat membantu menekan biaya bangun rumah, sehingga meringankan pengembang.
Dengan begitu, penghematan biaya dapat dialokasikan untuk membangun lebih banyak unit rumah. Walaupun nilai PBG kecil tetap berarti bagi MBR yang memiliki keterbatasan.
"Kalau misalnya dihapuskan (retribusi PBG), target jumlah (rumah) bisa lebih banyak)," katanya.
"Kalau Rp 600 ribu (contoh retribusi PBG) misalnya harga unitnya berapa, itu kan keringanan buat mereka yang keterbatasan," tambahnya.
Selain itu, ia Yayat menyoroti soal kecepatan proses perizinan. Bukan hanya penghapusan biaya, proses perizinan perlu ditingkatkan kecepatannya.
"Waktu perizinan harusnya clear 14 hari, kalau lebih dari 14 hari pertanyaannya kenapa bisa lebih? Harusnya ditanya kenapa izinnya menurut peraturan 14 hari masuk clear and clean, jadi ketika masuk tidak ada yang menghambat," katanya.
Ia mengatakan proses perizinan harus dipercepat karena ada langkah-langkah yang dapat dilewatkan. Untuk itu, ia mengatakan perlu adanya aturan yang jelas soal penghapusan PBG.
Di sisi lain, semakin lama proses perizinan juga akan menambah biaya bagi pengembang, khususnya argo pinjaman ke perbankan. Ia pun mempertanyakan adannya kenaikan harga lainnya kalau PBG dihapus oleh pemerintah.
"Bagaimana kabupaten dan kota untuk mendukung kebijakan Pak Tito harus segera membuat aturan penghapusan PBG. Jadi kalau PBG berarti waktu untuk rumah murah itu cepat, harusnya prosesnya lebih cepat dari biasanya," tuturnya.
"Kalau dihapus berarti kan ada izin-izin lain yang tidak perlu diproses, izin prinsip masuk, untuk izin pendapatan rumah ya itu menjadi hal yang menarik. Tapi pertanyaannya kalau PBG dihapus, apa terjadi kenaikan di komponen harga lainnya?" pungkasnya
(dhw/das)