Belakangan ramai kampus negeri yang mewajibkan kerja paruh waktu atau part time bagi mahasiswa penerima beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT). Lalu bagaimana di UGM?
Sekretaris UGM Andi Sandi mengatakan di UGM terdapat kebijakan serupa. Bedanya, kebijakan ini tidak wajib.
"Kita tidak mewajibkan untuk itu (part time) meskipun kita juga memberikan beasiswa yang sama," kata Sandi saat dihubungi wartawan, Sabtu (26/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sandi menegaskan, UGM tidak mewajibkan mahasiswa golongan pengurangan UKT hingga 3T untuk kerja paruh waktu di kampus.
"Tidak hanya berdasarkan pengurangan UKT tetapi juga bahkan mahasiswa dari 3T, dari keluarga pekerja imigran juga kita berikan (beasiswa) tetapi tidak ada ketentuan mewajibkan mereka paruh waktu bekerja di UGM," ujarnya.
Sandi mengatakan, kebijakan kerja paruh waktu di UGM bersifat terbuka. Artinya semua mahasiswa bisa mendaftar. Nantinya, dari kampus akan ada seleksi sehingga mereka yang bekerja sesuai dengan kompetensi.
"Kita buat open rekrutmen, siapa yang memenuhi persyaratan silakan daftar dan akan dilakukan seleksi. Ada gaji setiap bulan ke mereka itu kita sampaikan di awal ketika mereka mau join," ujar dia.
Penempatan mahasiswa part time di UGM ada di rektorat hingga fakultas. Kebijakan ini, lanjut Sandi, sudah ada sejak lama.
"Asisten dosen dulu awalnya itu biasanya malah dibiayai dosennya sendiri tapi karena ini lembaga akhirnya menjadi tanggungan fakultas," pungkas dia.
Dilansir detikJabar, Institut Teknologi Bandung (ITB) jadi sorotan karena dinilai tidak ikhlas memberikan beasiswa, pasalnya para penerima beasiswa diwajibkan kerja paruh waktu untuk perguruan tinggi ternama itu.
Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB, Fidela Marwa Huwaida menjelaskan kebijakan ITB yang tengah jadi perbincangan publik itu.
"Isu berawal dari munculnya email dari Direktorat Pendidikan, terkait dengan kewajiban bagi seluruh mahasiswa ITB yang menerima beasiswa UKT untuk melakukan kerja paruh waktu. Yaitu kewajiban untuk mendaftar sebagai calon asisten (prioritas asisten mata kuliah)," kata Fidela dalam keterangan yang diterima detikJabar, Rabu (25/9).
Fidela menjelaskan dari informasi yang diterima, dasar pemikiran kebijakan tersebut yakni Beasiswa UKT ITB menggunakan Prinsip Kesetaraan agar ITB dan Penerima Beasiswa saling memberi dan menerima. ITB memperlakukan Penerima Beasiswa sebagai rekan kerja dengan memberikan kesempatan berkontribusi kepada ITB.
"Beasiswa UKT ITB mengembangkan Pendidikan Karakter, yaitu bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan, menghindarkan sikap menerima bantuan tanpa ingin memberikan kontribusi, dan alumni ITB akan memiliki peluang yang sangat baik untuk mendapatkan pekerjaan yang layak setelah lulus," tulisnya.
Namun, kata Fidela, hal ini menuai kontroversi karena ITB terkesan tidak ikhlas dalam memberikan keringanan UKT bagi mahasiswa. Menurutnya, mendapatkan pendidikan dengan biaya yang terjangkau merupakan hak mahasiswa.
"Adanya ancaman untuk mengevaluasi ulang proses pengajuan keringanan UKT yang diajukan mahasiswa ITB, juga menjadi bukti ketidakikhlasan ITB dalam memenuhi kewajibannya untuk menyediakan pendidikan yang layak dan terjangkau," sambungnya.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Kanal YouTube Masjid Jogokariyan Diblokir Usai Bahas Konflik Palestina
Israel Ternyata Luncurkan Serangan dari Dalam Wilayah Iran
BPN soal Kemungkinan Tanah Mbah Tupon Kembali: Tunggu Putusan Pengadilan