8 Tipe Wanita dan Cara Memuaskannya di Ranjang Versi Serat Susila Sanggama

8 Tipe Wanita dan Cara Memuaskannya di Ranjang Versi Serat Susila Sanggama

Agnest Aprillia, Intan Bintang - detikJogja
Kamis, 27 Jun 2024 18:21 WIB
ilustrasi tips seks/hubungan intim
Ilustrasi tipe wanita dan cara memuaskannya (Foto: Getty Images/iStockphoto/JumlongCh)
Jogja - Serat Susila Sanggama merupakan naskah yang membahas tentang tips dan trik bercinta ala Jawa. Salah satunya memuat tentang tipe perempuan dan cara memuaskannya. Seperti apa?

Serat Susila Sanggama ini disusun Tjondra Pradata atau R.Ng. Candra Suwignya atau Candra Pradata ini berdasarkan catatan peninggalan orang tuanya. Sosok Candra ini merupakan priyayi dan pejabat di Kasunanan Solo pada era awal abad 19.

"Candra Pradata sendiri yang menulis sendiri bahwa 'saya menulis ini dalam bahasa kromo inggil, dalam bentuk bahasa yang indah, supaya tidak menjadi lucu, supaya tidak menjadi bahan bercandaan, supaya tidak menjadi sesuatu yang dilecehkan. Sebab dia memang berniat menulis ini untuk tinggalan anak putu, peninggalan anak cucu, bahwa seks ini dipahami sebagai sesuatu yang serius oleh Chandra Pradata itu tadi." kata dosen Prodi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Rudy Wiratama, saat ditemui detikJogja di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Selasa (11/6/2024).

Serat Susila Sanggama adalah teks berbentuk prosa yang dibagi menjadi beberapa bab. Isinya antara lain tentang tata cara bersenggama atau bercinta, tipe-tipe perempuan dan cara memuaskannya hingga penjelasan mengenai organ reproduksi secara fisiologis.

"Perlu kita terangkan bahwa di dalam Serat Susila Sanggama itu ada tujuh tipe wanita, tujuh wanita itu hati-hati loh jangan ditafsirkan dengan cara yang seenaknya. Sebab tujuh tipe wanita itu diberi nama sesuai tujuh istri Nabi," ungkap Rudy.

Rudy menjelaskan Nabi Muhammad disebutkan dalam serat itu karena dinilai sebagai manusia yang sempurna. Dia lalu menyinggung ada ayat Al-Qur'an yang dikutip Candra Pradata dalam Serat Susila Sanggama itu.

"Sementara manusia itu satu, makanya dalam bagian akhir serat Susila Sanggama itu, Candra Pradata mengutip sebuah ayat Al-Quran tentang pernikahan, jadi memang diwenangke untuk orang laki-laki Islam untuk menikah masna sulasa wa ruba'a, dua tiga atau empat, tapi kalau tidak yakin berlaku adil kepada mereka, satu saja," terang Rudy.

"Kemudian ada kalimat maa malakat aimaanukum itu ya lebih baik dengan seorang mukmin wanita walaupun dia berasal dari budak sekalipun yang sudah dimerdekakan," jelasnya.

Tipe Wanita di Serat Susila Sanggama

Sementara dikutip dari penelitian berjudul Wacana Seksualitas Naskah Susila Sanggama NB 16 Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia oleh Eka Pradipta Kalingga Murda, ada delapan tipe wanita yang diberi nama dengan istri dan putri Nabi Muhammad. Beberapa tipe wanita ini mirip dengan yang tertulis di Serat Nitimani yang juga membahas tentang edukasi seks.

Berikut 8 tipe perempuan versi Serat Susila Sanggama:

Golongan Katijah

Golongan Katijah adalah wanita dengan rupa yang disebut bongoh, artinya memiliki kilauan aura yang bersinar yang dapat mendatangkan perasaan lega. Kulitnya berwarna cemeng manis atau hitam manis.

Golongan Patimah

Golongan Patimah adalah wanita dengan rupa yang disebut sengoh yaitu sorot wajah berseri yang pesonanya menggugah perasaan senang. Kulitnya berwarna cemeng manis atau hitam manis.

Golongan Ngaisah

Golongan Ngaisah adalah wanita dengan rupa yang disebut dlongeh, artinya gelagat rupa dan lirikan matanya memperlihatkan ketulusan, kesederhanaan, dan menyenangkan. Warna kulitnya jene nemu giring atau langsep yaitu kuning langsat.

Golongan Supiyah

Golongan Supiyah adalah wanita dengan rupa yang disebut AndΔ›mΔ›nakakΔ›n, artinya gelagat rupanya, lirikan matanya, serta cara bicara membuat hati senang maupun gembira yang menunjukkan sikap rendah hati pada (saat) berdekatan. Warna kulitnya ambambang awak atau cokelat.

Golongan Siti Salamah

Golongan Siti Salamah adalah wanita dengan rupa yang disebut Sumeh yaitu terlihat berwatak sabar. Warna kulitnya ambambang awak atau coklat.

Golongan Siti Wasidah

Golongan Siti Wasidah adalah wanita dengan rupa yang disebut manis yaitu gelagat rupanya berseri menyenangkan, matanya jernih, terang dan mengagumkan. Warna kulitnya jene nemu giring atau langsep yaitu kuning langsat

Golongan Siti Maemunah

Golongan Siti Maemunah adalah wanita dengan rupa yang disebut merak ati yaitu gerak-gerik mata serta cara bicaranya yang beraura menakjubkan. Warna kulitnya brokoh atau abrit ragi nyΔ›nggaringan atau cokelat kemerahan.

Golongan Kapsah

Golongan Kapsah adalah wanita dengan rupa jatmika yaitu memiliki kebesaran hati, yang mendatangkan pandangan tercerahkan. Warna kulitnya brokoh atau abrit ragi nyΔ›nggaringan atau coklat kemerahan.

Cara Memuaskan Wanita Versi Serat Sanggama

Golongan Katijah & Golongan Patimah

Manawi wontΔ›n tiyang estri dipunwastani: [1] makam Katijah; [2] makam Patimah, punika warnining kulitanipun, cΔ›mΔ›ng manis, kalΔ›bΔ›t aksara Alip, sinΔ›but kotmani, tΔ›gΔ›sipun bangsa rumiyin, punika kapanggenaning. Asmaragamanipun tiyang estri kalih ing nginggil wau wontΔ›n ing lathi: [Bovenlip] [&] estri wontΔ›n ing wudΔ›l [Navel].....sarta kΔ›dah mΔ›ndhΔ›t wanci jam [2] dalu......

Terjemahan:

Apabila ada wanita yang disebut: 1. golongan Katijah; 2. golongan Patimah (I, II), (wanita) demikian warna kulitnya hitam manis, termasuk aksara alif, (yang) disebut kotmani. Artinya, (menurut) bangsa terdahulu, adalah letak Asmaragama kedua wanita di atas tersebut berada di bibir (Bovenlip), (dan) wanita kedua berada di pusar (Navel).....Selain itu, harus memilih waktu jam 2 malam...

(Teks Susila Sanggama, halaman 12)

Golongan Ngaisah & Golongan Sawidah

Manawi wontΔ›n tiyang estri ingkang dipunwastani: [1] Makam Ngaisah; [2] Makam Sawidah, punika warnining kulitanipun ingkang warni jΔ›ne nΔ›mu giring, utawi ngulit langsΔ›p, (ijΔ›m pupus), pamanggening Asmaragamanipun wontΔ›n ing lathi, tumrap ing wudΔ›l, mila manawi sacumbana, ingkang sapisan kΔ›dah mΔ›ndhΔ›t wanci jam [12] dalu, dumugi jam [7] enjing.....

Terjemahan:

Apabila ada wanita yang disebut: 1. Golongan Aisyah; 2. Golongan Sawidah, demikian warna kulitnya yaitu berwarna kuning cerah atau berkulit putih (seperti daun hijau muda segar). Letak Asmaragama berada di bibir dan pusar. Maka, ketika bercinta, yang pertama harus memilih waktu jam 12 malam sampai jam 7 pagi.

(Teks Susila Sanggama, halaman 13)

Golongan Salamah & Golongan Supiyah

Manawi wontΔ›n tiyang estri ingkang dipunwastani: [1 ]Makam Salamah; [2] Makam Supiyah, punika warnining kulitanipun, ambambang awak, pamanggening asmaragamanipun wontΔ›n ing soca (mripat) kakalih, manawi sacumbana kΔ›dah mΔ›ndhΔ›t ing wanci jam [6] sontΔ›n dumugi pΔ›rak enjing (pajar) sarta kΔ›dah kaambung mripatipun kakalih rumiyin....

Terjemahan:

Apabila ada wanita yang disebut: 1. Golongan Salamah, 2. Golongan Supiyah, demikian warna kulitnya coklat. Letak Asmaragama berada di kedua mata (mripat). Ketika bercinta harus memilih waktu jam 6 sore sampai fajar menyingsing (pajar), serta harus dicumbu kedua matanya dahulu.

(Teks Susila Sanggama, halaman 13)

Golongan Siti Maemunah dan Golongan Kapsah

Manawi wontΔ›n tiyang estri ingkang dipunwastani: [1] Makam Maemunah; [2] Makam Kapsah, punika warni ingkang ngrongkoh, kulit abrit ragi nyΔ›nggaringan, dΔ›dΔ›g srΔ›ntΔ›g pangawak dara, pamanggening asmaragamanipun wontΔ›n ing pilingan kiwa, manawi sacumbana kΔ›dah di-punwiwiti pilingan kiwa kaambung rumiyin, sarta kΔ›dah mΔ›ndhΔ›t wanci jam [12] dalu dumugi jam [4] enjing....

Terjemahan:

Apabila ada wanita yang disebut: 1. Golongan Maemunah; 2. Golongan Kapsah, demikian warna kulitnya coklat merah agak menyala (dengan) perawakan tegak sempurna (seperti burung) merpati. Letak Asmaragama berada di pelipis kiri. Ketika bercinta harus dimulai (dengan) pelipis kiri dicumbu dahulu, serta harus memilih waktu jam 12 malam sampai jam 4 pagi.

(Teks Susila Sanggama, halaman 13-14)

Penjelasan Terkait Waktu Bercinta

Sementara itu, Rudy angkat bicara soal waktu bercinta berdasarkan tipe-tipe wanita ini. Menurutnya, tradisi Jawa banyak menggunakan ilmu titen atau membaca tanda-tanda alam.

"Orang Jawa itu kan mengenal adanya ilmu titen ya, ilmu titen itu dari pengetahuan empiris kemudian dia ditulis. Misalkan makan Katijah itu periode paling bergairahnya itu jam 2 pagi, kemudian ada yang sore jam 8-9 dan lain sebagainya. Nah, itu kan sesuai bioritme masing-masing," jelas Rudy.

Artikel ini ditulis oleh Agnest Aprillia dan Intan Bintang, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.


(ams/apu)

Hide Ads