Dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam dikenal dua tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangannya, yakni Ki Ageng Mangir dan Panembahan Senopati. Keduanya diketahui merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya V.
Ki Ageng Mangir merupakan musuh sekaligus menantu dari Panembahan Senopati, Raja Mataram Islam pertama. Konon Ki Ageng Mangir memiliki tanah perdikan dan bersikukuh untuk tidak tunduk pada Kerajaan Mataram Islam waktu itu.
Lantas, siapa sebenarnya Ki Ageng Mangir? Bagaimana pula kisah pelik yang menciptakan perseteruan di antara keduanya? Berikut kisahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sosok Ki Ageng Mangir
Dalam buku Huru-Hara Majapahit dan Berdirinya Kerajaan Islam di Jawa oleh Muhlis Abdullah, Ki Ageng Mangir adalah putra Ki Ageng Wanabaya. Sebagaimana diceritakan dalam Babad Tanah Jawi dan Babad Mangir, Ki Ageng Wanabaya merupakan keturunan putra Brawijaya V yang membuka daerah Mangir dan bergelar Ki Ageng Mangir I. Ia kemudian menurunkan Ki Ageng Mangir II dan keturunan ketiga yakni Ki Ageng Mangir III yang menentang kekuasaan Panembahan Senopati.
Sebab Perseteruan dengan Panembahan Senopati
Masih mengutip pada sumber yang sama, hubungan antara Ki Ageng Mangir dengan Panembahan Senopati setidaknya dikisahkan dalam tiga naskah, yakni Babad Mangir, Serat Babad Mangir, dan Babad Bedhaning Mangir. Secara umum, ketiga babad ini memiliki persamaan dalam menceritakan hubungan Ki Ageng Mangir dengan Panembahan Senopati pada abad ke-16.
Dalam ketiga babad tersebut, diceritakan bahwa Ki Ageng Mangir enggan datang ke istana Panembahan Senopati di Kotagede untuk menunjukkan ketundukannya kepada Mataram. Sedangkan daerah-daerah lain seperti Kedu, Bagelen, Pati, Madiun, Jepara, Kediri, dan Semarang sudah tunduk kepada Mataram.
Hal ini tentu membuat Panembahan Senopati marah karena di sekitar wilayah kekuasaannya masih ada daerah yang belum berhasil ditaklukkan yakni daerah Mangir. Sementara itu, ada beberapa alasan yang mendasari Ki Ageng Mangir melakukan pembelotan.
Pertama, alasan keyakinan agama. Ki Ageng Mangir tidak mau menyembah kepada siapa pun selain Allah sebagaimana dikatakan dalam babad: "Pan Allah kang andarbeni bumi, aku suwita ing Allah huta'ala, orang suwita Senapati, jer pada titahing pangeran." Artinya bukankah Allah yang memiliki bumi ini, dan aku hanya menghamba kepada Allah saja, bukan kepada Senopati, karena Senopati hanyalah umat Tuhan.
Alasan kedua, Ki Ageng Mangir ingin mempertahankan warisan nenek moyangnya yang telah membuka tanah dengan susah payah. Ketiga, Ki Ageng Mangir merasa cukup kuat karena memiliki pusaka berupa Kyai Baru Klinting. Dalam cerita babad, kekuatan pusaka ini diakui oleh Panembahan Senopati.
Siasat Panembahan Senopati untuk Mengatasi Pembelotan Ki Ageng Mangir
Panembahan Senopati merasa pembelotan yang dilakukan oleh Ki Ageng Mangir menjadi penghambat perluasan wilayah yang sedang dilakukan. Akhirnya ia meminta pertimbangan Ki Juru Martani untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Ki Juru Martani mengatakan bahwa yang bisa mengalahkan Ki Ageng Mangir tanpa pertumpahan darah yaitu putri Panembahan Senopati sendiri, Raden Ajeng Pembayun atau Retno Pembayun. Maka disusunlah rencana untuk mengirim rombongan pertunjukan wayang kulit keliling yang dipimpin oleh Tumenggung Jaya Supanta yang menyamar sebagai Ki Sandi Guna. Tidak lupa dengan didampingi oleh R.A Pembayun.
Mengutip laman Dinas Kebudayaan DIY, Raden Ajeng Pembayun berhasil memikat hati Ki Ageng Mangir dan keduanya menikah. Setelah menjadi istri dari Ki Ageng Mangir, Pembayun mengatakan bahwa sebenarnya dia adalah anak Panembahan Senopati yang pergi dari rumah karena tidak mau dijadikan wanita hadiah untuk calon suami yang tidak ia cintai.
Singkat cerita, tidak lama tersiar kabar bahwa siapa saja yang berhasil menemukan putri Panembahan Senopati maka akan diberi hadiah. Mendengar kabar tersebut, Ki Ageng Mangir dan Pembayun sepakat untuk mengirim surat kepada Panembahan Senopati. Isi surat tersebut mengabarkan bahwa keduanya akan segera menghadap Panembahan Senopati di Kerajaan Mataram Islam.
Saat dalam perjalanan belum sampai ke tujuan, Ki Ageng Mangir memerintahkan setengah pasukannya untuk kembali karena takut akan menimbulkan kecurigaan. Namun setelah sampai di gerbang Kemandungan, senjata tombak Baru Klinting harus dicondongkan, padahal condongnya tombak tersebut menjadi pantangan.
Ki Juru Martani dengan lembut menawarkan agar senjata Ki Ageng Mangir dititipkan saja kepadanya. Ia lantas menyuruh Ki Ageng Mangir dan istrinya untuk segera menghadap Panembahan Senopati.
Saat Ki Ageng Mangir masuk tanpa senjata dan sungkem menundukkan kepala, Panembahan Senopati langsung memegang kepala Ki Ageng Mangir dan dipukulkan ke batu gilang singgasananya.
Saat itu juga Ki Ageng Mangir meninggal dan dimakamkan di Makam Raja-raja Mataram Kotagede. Adapun sebagian makamnya berada di dalam cungkup dan setengah lagi berada di luar. Hal ini karena Ki Ageng Mangir merupakan menantu sekaligus musuh Panembahan Senopati.
Demikian informasi mengenai sosok Ki Ageng Mangir dan sebab perseteruannya dengan Panembahan Senopati. Semoga menambah pengetahuan detikers ya!
Artikel ini ditulis oleh Iis Sulistiani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ams/rih)
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa