Kisah Cinta Ratu Malang dan Amangkurat I, Romansa di Masa Mataram Islam

Kisah Cinta Ratu Malang dan Amangkurat I, Romansa di Masa Mataram Islam

Jihan Nisrina Khairani - detikJogja
Minggu, 17 Des 2023 13:43 WIB
Suasana Kompleks Makam Raja-raja Mataram Islam di Kotagede. Foto diambil 3 Oktober 2023
Ilustrasi kerajaan mataram Islam Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja
Jogja -

Salah satu kisah cinta yang legendaris dalam sejarah Mataram Islam adalah kisah asmara antara Ratu Malang dengan cicit Panembahan Senopati, yaitu Amangkurat I. Bagaimana cerita lengkapnya? Simak rangkumannya di bawah ini.

Amangkurat I yang bernama asli Raden Mas Sayidin merupakan raja keempat dari Kerajaan Mataram Islam dengan masa pemerintahan sejak tahun 1646 hingga 1677. Setelah ayahnya, yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo wafat, ia pun naik takhta dengan gelar Amangkurat Senapati Ing Alaga Ngabdur Rahman Sayidin Panatagama.

Raja yang satu ini terkenal dengan cerita cintanya dengan Ratu Malang yang sudah bersuami. Lantas, siapakah Ratu Malang itu? Seperti apa pertemuan antara keduanya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siapa Itu Ratu Malang?

Dikutip dari laman Kemdikbud, Ratu Mas Malang disebutkan memiliki nama asli Retno Gumilang. Ia adalah putri dari Ki Wayah atau seorang dalang wayang gedog.

Sebelum dipersunting oleh Amangkurat I, Ratu Malang merupakan istri dari Ki Panjang Mas yang juga berprofesi sebagai dalang di lingkungan Keraton Mataram saat itu.

ADVERTISEMENT

Amangkurat I Bertemu Ratu Malang

Dalam buku Jejak-jejak di Tlatah Teteguall oleh Conie dan Hari, disebutkan bahwa Amangkurat I jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Ratu Malang. Akibat terpana dengan kecantikannya, ia tidak memedulikan bahwa sang wanita telah memiliki seorang suami.

Sang raja pun meminta Ki Panjang Mas untuk menyerahkan Ratu Malang kepada dirinya. Meskipun berat, titah raja harus tetap dipatuhi sehingga Ratu Malang dibawa ke istana dan diberikan gelar Ratu Wetan.

Awalnya, Ratu Malang hanya menjadi salah satu selir raja. Namun, karena rasa sayang Amangkurat I yang sangat besar, ia pun diangkat menjadi permaisuri. Lantas, bagaimana nasib permaisuri sebelumnya? Sayangnya, Amangkurat I dituliskan membuang permaisuri tersebut ke daerah Kauman.

Keberadaan Ratu Malang pun menimbulkan permasalahan karena raja dirasa hanya memikirkan sang permaisuri, sementara urusan pemerintahan kerajaan menjadi terbengkalai. Raja merasa takut kehilangannya dan menyadari bahwa Ki Panjang Mas yang masih hidup dapat menjadi suatu masalah.

Perlu digarisbawahi bahwa Ratu Malang masih mencintai suaminya, yaitu Dalang Panjang, terlepas dari kenyataan pahit yang memisahkan mereka berdua. Hingga suatu hari, pengawal memberitahukan Amangkurat I bahwa Ki Panjang Mas telah meninggal dengan keadaan yang wajar, bukan seperti yang telah ia rencanakan.

Ratu Malang Tiada, Amangkurat I Menghukum 60 Dayang

Mendengar kabar kematian Ki Panjang Mas, Ratu Malang merasakan kesedihan yang luar biasa. Suami yang sangat ia cintai telah tiada sehingga setiap hari ia hanya menangisi kepergiannya. Hal ini membuatnya jatuh sakit dan kemudian meninggal.

Amangkurat I menolak menerima kematian sang permaisuri karena ia merasa ada sesuatu yang tidak wajar. Disebutkan bahwa Ratu Malang mengalami tanda-tanda keracunan dengan keluarnya banyak cairan dari tubuhnya.

Hal ini memicu kemarahan Amangkurat I yang mencurigai adanya upaya sengaja untuk meracuni Ratu Malang. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengurung sekitar 60 selirnya dalam ruangan gelap dan tidak diberikan makanan sama sekali hingga akhirnya semua selir tersebut meninggal.

Akibat duka yang begitu mendalam, Amangkurat I tidak menjalankan pemerintahan selama 4-5 tahun lamanya. Keputusan ini diambil sebagai upaya untuk meredakan kesedihannya. Selama itu pula terjadi kekacauan di luar kerajaan. Para pejabat serta keluarga kerajaan berupaya tanpa berhasil untuk meyakinkan Amangkurat I agar segera mengurusi pemerintahan.

Suatu hari, sang raja bermimpi Ratu Malang telah bersatu kembali dengan Ki Panjang Mas, tetapi tidak dalam wujud manusia lagi. Akhirnya, prosesi pemakaman Ratu Malang dilakukan di atas bukit Gunung Kelir.

Makam Ratu Malang di Gunung Kelir

Mengutip dari tulisan Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, makam Ratu Malang dibangun pada tahun 1665 dan selesai tiga tahun setelahnya. Kompleks tersebut dijuluki Antaka Pura oleh Amangkurat I yang artinya istana kematian.

Makam tersebut dikelola oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X dan ditetapkan sebagai struktur cagar budaya melalui Surat Keputusan Bupati Bantul Nomor 616.

Demikian uraian mengenai kisah cinta memilukan antara Ratu Malang dengan Amangkurat I. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(par/ahr)

Hide Ads