Terdapat kompleks makam tua di Padukuhan Gelaran, Kalurahan Kampung, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul. Di kompleks itu dipercaya terdapat peristirahatan istri dan putra Prabu Brawijaya V.
Pantauan detikJogja di lokasi, terdapat setidaknya puluhan makam tua yang berjejeran di kompleks permakaman Migid yang berada di lereng gunung tersebut. Makam itu dikelilingi oleh pepohonan dan bebatuan gunung.
Untuk menuju ke kompleks makam tersebut dapat menggunakan sepeda motor maupun dengan berjalan kaki dari permukiman terdekat dengan jarak sekitar 300 meter. Jalan berupa tanah dan bebatuan itu hanya dapat dilalui satu sepeda motor. Kondisinya licin saat hujan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terdapat di satu kompleks, makam yang dipercaya sebagai istri Prabu Brawijaya V dan putranya itu terpisah sekitar lima meter. Makam istri Prabu Brawijaya V itu terletak di tengah kompleks permakaman. Sedangkan makam putranya terletak di sebelah pinggir barat.
Menurut Ngatino (53), warga asal Padukuhan Kampung Kidul, Kalurahan Kampung, kedua makam tersebut dipercaya telah ada sekitar 500 tahun lalu, tepatnya usai keruntuhan kerajaan Majapahit di tahun 1478.
"Dari tutur si mbah-mbah itu, kalau beliau (istri dan putra Prabu Brawijaya V) dimakamkan di sini, sudah adanya makam ini sekitar 500-an tahun setelah 1478 yang jelas," papar Ngatino kepada detikJogja di lokasi, Jumat (24/11/2023).
Kondisi makam istri Prabu Brawijaya V itu tampak terawat dan diperbarui. Tampak permukaannya berwarna hitam dari batu lebih baru daripada makam putranya dan telah diplester di sekitarnya meski terdapat beberapa helai retakan. Begitupun dengan nisannya yang tampak seusia dengan permukaan makam tersebut.
Berbeda dengan makam putranya yang sudah berongga di sejumlah sisi. Terdapat setidaknya tiga rongga di makam tersebut, yakni di sisi timur, selatan dan utara bawah.
![]() |
Lebih lanjut, nama istri Prabu Brawijaya V itu, kata Ngatino, dikenal dengan Dewi Roro Resmi atau Wandan Kuning dan itu telah dipercaya secara turun-temurun.
"Dari masyarakat sini yang sudah tahu dari dulunya ini katanya Dewi Roro Resmi atau juga bisa disebut Wandan Kuning. Ini tutur dari semua masyarakat Candi, sudah mengamini ini dari si mbah-mbah," tuturnya.
Selanjutnya, Sumardi (48), warga asal Padukuhan Kampung Kidul menjelaskan, Putra dari Wandan Kuning tersebut dikenal dengan nama Raden Joko Lambiro. Sumardi mengatakan, kemungkinan terdapat penyebutan lain dari Joko Lambiro itu.
"Nama yang dipercaya sama orang sini kalau putranya Dewi Resmi diamini dengan nama Raden Joko Lambiro. Mungkin nanti sebutan lainnya juga ada karena ketika nanti orang itu mengasingkan diri dalam rangka menyelamatkan diri, otomatis nggak mungkin memakai nama asli itu," paparnya.
Kedatangan Wandan Kuning dan putranya ke daerah tersebut, jelas Ngatino, dipercaya karena pelarian dari keruntuhan Majapahit. "Dari rakyat sini tahunya putri pelarian dari keraton Majapahit itu," jelasnya.
Kepercayaan itu, jelas Sumardi, diperkuat dengan adanya petunjuk yakni tombak Kyai Totok. Tombak tersebut, kata Sumardi, merupakan petunjuk sebagai utusan Prabu Brawijaya V.
"Sebelum itu kan ada colok-colok, petunjuk-petunjuk, Prabu Brawijaya V mengutus keluarganya ke sini. Itu tidak sak-sak e (semena-mena) kan gitu, yang kami tuangkan itu di cerita tentang Ngawen Bumi Totogan. Beliau (Prabu Brawijaya V) tetap ngasih tanda, tetenger, salah satunya tombak Kyai Totok yang ada di sini," jelasnya.
(rih/dil)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi