Belakang ramai soal polemik royalti musik bagi di kafe dan restoran yang menuai pro dan kontra. Terkait hal itu, Perhimpunan Restoran dan Hotel Indonesia (PHRI) DIY berharap ada sosialisasi agar pengusaha tak kebingungan.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengatakan terkait royalti hotel-hotel anggota PHRI DIY sudah lama membayarkan royalti sesuai dengan MoU dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sejak 2018 silam.
"Kita PHRI sudah ada MoU dengan LMKN tapi hanya hotel, maka sejak 2016 banyak anggota yang bayar royalti untuk backsound hotel," jelasnya saat dihubungi detikJogja, Jumat (15/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Besaran royalti yang dibayarkan) bervariasi, dari nonbintang sampai bintang 2 dengan jumlah kamar lebih dari 60 kamar (membayar) Rp 1 sampai 2 juta per tahun, bintang 3 sampai 5 (membayar) Rp 3 sampai 5 juta," papar Deddy.
Namun selain hotel, kata Deddy, terkait dengan penarikan royalti di tempat atau event lainnya belum ada sosialisasi yang jelas dari LMKN. Hingga kini menurutnya, belum ada laporan adanya penarikan royalti ke restoran anggota PHRI.
"Kan isu-isu yang berkembang nikahan, hiburan, dan lain-lain juga kena royalti. Kita berharap ada sosialisasi lagi dari pemerintah dalam hal ini Kemenkumham secara tatap muka dengan kami agar kita jelas," terangnya.
"Sampai dengan saat ini kita belum ada laporan itu (restoran ditarik royalti)," imbuh Deddy.
Lebih lanjut Deddy bilang, saat ini anggota PHRI DIY berisi 300-an hotel dan 185 restoran. Ia mengaku juga mendengar keluhan terkait royalti ini, namun ia menekankan untuk taat dengan hukum.
"Ya ada yang sambat, karena ada beban operasional untuk backsound musik dan yang berhubungan royalti karena hiburan musik juga dihentikan," ungkap Deddy.
"Pada intinya kita ingin taat hukum, saat ini kita mengimbau anggota untuk tidak adakan musik bila belum bayar royalti, agar tidak nambah beban pikir, (membuang) energi kita," lanjutnya.
Dikutip dari detikPop, polemik royalti ini mulai mencuat setelah direktur sebuah Mie Gacoan di Bali dijadikan tersangka kasus dugaan pelanggaran hak cipta musik. Tempat makan itu disebut menggunakan musik dan lagu untuk tujuan komersial tanpa membayar royalti kepada musisi aslinya.
Gara-gara itu, sejumlah tempat usaha akhirnya berpikir seribu kali mau memutar musik. Ada yang kemudian sengaja tidak memutar lagu atau musik di kafe dan tempat usahanya. Ada juga yang menggantinya dengan suara alam. Penyanyi dan band kafe juga ogah membawakan lagu-lagu lokal karena takut diminta membayar royalti.
Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, menyebut akan melanjutkan sidak dan melaporkan restoran lainnya yang ogah membayar royalti. Menurutnya, ada beberapa daftar nama yang masuk list sidaknya.
"Banyak itu, bukan saja restoran-restoran, maupun karaoke-karaoke. Ada juga mal-mal dan mungkin kurang lebih ada 100 an lebih event organizer, penyelenggara pertunjukan yang sudah diberikan surat peringatan, tapi masih saja belum menyelesaikan kewajiban-kewajiban mereka," ujar Dharma, Rabu (23/7), dikutip dari detikPop.
Sementara, dilansir detikTravel, pelaku usaha kafe dan restoran diwajibkan membayar Pajak Barang dan Jasa tertentu (PBJT) sebesar 10 persen dari penghasilan.
Penggunaan lagu dan pembayaran royalti dikenakan sebagai bentuk layanan publik yang bersifat komersial. Seperti diatur di dalam Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021 antara lain seminar dan konferensi komersial, konser musik, bioskop, pameran dan basar, pertokoan, televisi, radio, hotel, karaoke, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek, dan sebagainya.
Dengan demikian, pemutaran musik, lagu ataupun penggunaan lainnya pada lokasi-lokasi di atas dengan tujuan komersial wajib membayarkan royalti. Mekanisme pembayaran royalti lagu dan atau musik saat ini dihimpun dan didistribusikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurut Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.02/2016 (acuan PP No. 56 Tahun 2021), tarif royalti yang berlaku untuk usaha kuliner bermusik di restoran atau kafe royalti pencipta sebesar Rp 60 ribu per kursi per tahun, dan royalti hak terkait sebesar Rp 60 ribu per kursi per tahun.
(afn/apl)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan Pembobol Situs Judi Berujung Polda DIY Klarifikasi
Penegasan Polda DIY soal Penangkapan Pembobol Situs Judol Bukan Titipan Bandar
Survei BPS: Jogja Ranking 1 Hunian Layak dan Terjangkau se-Jawa