Sejumlah penyandang disabilitas atau difabel yang tergabung dalam Difabel Zone Indonesia memproduksi batik tulis dan aneka kerajinan dengan batik tersebut. Meski penghasilannya tidak menentu, produk mereka mampu menembus pasar internasional.
Pantauan detikJogja, tampak tiga ibu-ibu difabel sibuk membatik. Selain itu, tampak pula satu orang pria sibuk melukis empat kain dengan motif batik.
Ketua Komunitas Difabel Zone Indonesia, Suhartono (43), mengatakan awalnya mendapatkan pelatihan membuat batik tulis dari pusat rehabilitasi Yakkum. Selanjutnya di akhir tahun 2017, Suhartono bersama rekan-rekannya mendapat suntikan dana dan tempat di Bajang RT.03, Wijirejo, Pandak, Bantul untuk memproduksi batik tulis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya dari di Yakkum ada pelatihan batik tulis, lalu owner kami Lidwina Wuri memberikan tempat dan modal untuk mengaplikasikan hasil latihan kami. Hingga akhirnya berdiri komunitas Difabel Zone Indonesia akhir tahun 2017," kata Suhartono kepada wartawan di workshop-nya, Wijirejo, Pandak, Bantul, Jumat (16/8/2024).
Dari situ, pria murah senyum ini mengajak banyak teman-teman difabel untuk membuat batik tulis. Selain itu, komunitasnya juga memotivasi mereka bahwa di balik kekurangan ada kelebihan dan bisa berguna.
"Dan dengan menghasilkan produk bisa mendongkrak perekonomian," ucapnya.
![]() |
Hingga akhirnya jumlah anggota komunitasnya mencapai sekitar 50 orang. Dari jumlah tersebut, delapan orang tinggal di workshop Difabel Zone Indonesia.
"Kami kebanyakan mengerjakan pesanan, seperti batik tulis, sajadah, totebag, tempat tisu, baju hingga dompet. Kalau yang paling banyak pesanannya saat ini totebag dan dompet," ujarnya.
Suhartono menyebut penjualan batik tulis tidak sekencang totebag dan dompet. Meski harga batik tulis mahal, dia mengungkap alasan di balik nilai itu.
"Apalagi harganya bervariasi tergantung motifnya, untuk batik tulis dua meter itu mulai Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah. Biasanya hasil penjualan untuk donasi dan biaya operasional teman-teman juga," katanya.
Selain itu, untuk jumlah produksi batik tulis dalam sebulan masih terbilang minim. Mengingat untuk memproduksi satu lembar batik tulis bisa memakan waktu yang tidak sebentar.
"Kalau jumlah produksi kami hitungnya bulanan, satu bulan dua lembar batik tulis. Tapi kalau yang kecil-kecil seperti dompet dan totebag satu hari satu lembar karena ini handmade," ujarnya.
Sedangkan untuk pemasaran produknya, Suhartono mengaku sudah sampai mancanegara. Mengingat pemasaran produk tersebut menggunakan sistem online juga melalui Instagram @difabelzone.id.
"Alhamdulillah bulan kemarin ke Jerman ada, Australia juga ada, Jepang juga pernah," ucapnya.
Namun semua itu tidak selaras dengan omzet komunitasnya. Semua itu karena jumlah pesanan yang tidak menentu setiap bulannya.
"Kalau omzet tidak tentu tapi alhamdulillah cukup, dan biasa untuk teman-teman, dan bisa produksi," ujarnya.
Salah satu anggota komunitas Difabel Zone Indonesia, Rahmat (31), mengaku sebelumnya mengikuti pelatihan di pusat rehabilitasi Yakkum pada 2016. Selanjutnya, warga Trowono, Saptosari, Gunungkidul ini memutuskan untuk tinggal di workshop.
![]() |
"Tahun 2016 akhir sampai sekarang alhamdulillah tempat ini menampung teman-teman disabilitas untuk berkarya membatik. Bekerja di sini juga lebih banyak belajar untuk saya sendiri, karena saya bukan orang berpendidikan rendah, jadi saya banyak belajar di sini," ujarnya.
Menyoal produksi, Rahmat mengaku harus bersahabat dengan alam. Mengingat produksi batik tulis sangat bergantung pada sinar matahari untuk proses pengeringan.
"Proses pencantingan lama, lalu proses pewarnaan, dan dipanaskan terus nanti diberi penguat warna, lalu dijemur lagi. Prosesnya memang lama sampai finishing," ucapnya.
"Tapi kalau kita sering-sering workshop itu kan yang kecil seperti ini sehari jadi, dari awal sampai finishing sehari itu kalau panas, karena kan juga harus kerja samanya sama alam," lanjut Rahmat.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bantul, Bobot Ariffi' Aidin, memastikan akan membantu komunitas tersebut terkait promosi produknya. Hal ini untuk meningkatkan daya jual produk teman-teman disabilitas tersebut.
"Harapannya dengan kami berkunjung ke sini untuk melihat secara dekat untuk kemudian nanti sedapat mungkin kita bisa ikut mempromosikan," katanya.
(apu/ams)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan