Buruh Pabrik Kena PHK-Tunggak Gaji, PT Primissima Buka Suara

Buruh Pabrik Kena PHK-Tunggak Gaji, PT Primissima Buka Suara

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Kamis, 11 Jul 2024 13:20 WIB
Ilustrasi PHK
Foto: Ilustrasi PT Primissima PHK dan tunggak gaji karyawan (dok. Edi Wahyono)
Sleman -

PT Primissima akhirnya angkat bicara terkait kondisi perusaahaan pelat merah yang berlokasi di Sleman itu. Pihak perusahaan mengakui dalam beberapa tahun terakhir menderita krisis keuangan sehingga terpaksa merumahkan karyawan dan mencicil gaji.

"Perumahan itu terpaksa kami lakukan memang karena betul-betul kalau dibiarkan akan merugikan karyawan dan perusahaan, pertama kami posisinya pada saat perumahan itu tidak bisa membayarkan gaji untuk bulan sebelumnya," kata Direktur Utama PT Primissima Usmansyah saat ditemui wartawan, Kamis (11/7/2024).

Dijelaskannya, per tanggal 1 Juni kemarin, Primissima mulai tidak menjalankan operasional perusahaan. Perusahaan kemudian mencari solusi dengan meliburkan pekerja selama 11 hari dengan gaji penuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, para pekerja resmi dirumahkan mulai 12 Juni lalu dengan menerima gaji sebesar 25 persen walaupun statusnya menjadi utang perusahaan. Dia mengatakan total 425 karyawan yang dirumahkan.

"Mereka dirumahkan dengan gaji 25 persen. Tapi memang statusnya utang semua, tercatat semua di perusahaan, jadi anytime kami punya uang mereka bisa menuntut," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

"Total karyawan 425, semuanya belum gajian termasuk manajemen dan direksi. Perumahan resminya tanggal 12 Juni," kata Usmansyah.

Usmansyah mengatakan total gaji yang belum terbayarkan hingga saat ini setara gaji selama 5 bulan kerja. Perusahaan pun hingga saat ini tak mampu membayarkan gaji karena tak punya modal kerja.

"Kami total kalau dihitung globalnya sekitar lima bulan tidak gajian. Tapi itu merata mulai bulan April 2022 itu ada kurang 8 persen, Mei kurang 8 persen. Jadi tidak lima bulan nggak gajian, pasti dibayar tapi jumlahnya tidak penuh. Kalau ditotal itu setara 5 bulan gaji. Tapi kita yang betul-betul nggak gajian 2 bulan ini, semua," jelas dia.

Perusahaan, lanjut dia, sudah tidak mempunyai modal untuk membeli bahan baku dan membayar kebutuhan operasional sejak beberapa tahun yang lalu.

"Sudah mulai 2020 berhenti modal kerja nggak ada," katanya.

Ketiadaan modal kerja itu membuat perusahaan tidak bisa lagi memproduksi kain cambric yang jadi produk unggulan PT Primissima. Mesin-mesin produksi kemudian digunakan untuk jasa tenun. Hanya saja, hasilnya masih belum mampu menutup biaya operasional.

"Tapi karena kita tidak ada modal, kerja mesin yang ada kita gunakan untuk WO, work order. Jadi mengerjakan benangnya orang jadi kain, tapi kita hanya memperoleh ongkos WO saja yang jumlahnya tidak seberapa tidak bisa mengcover semua biaya," ucapnya.

Pemicu Keuangan Perusahaan Morat-marit

Ambruknya kuangan perusahaan bermula saat mereka menandatangani kontrak jangka panjang untuk impor kapas sebagai bahan baku benang pada 2011. Namun, ketika itu, harga kapas tiba-tiba anjlok dan perusahaan harus membayar harga kapas sesuai dengan nominal kontrak.

"Kita mulai berat saat salah keputusan beli kapas itu, itu ruginya hampir Rp 50 miliar sendiri," bebernya.

Hal itu kemudian diperparah saat perusahaan memberikan uang pensiun secara sekaligus.

"Itu pengaruhnya ke cash flow, langsung habis duitnya, Rp 40 miliar," katanya.

Direktur Utama PT Primissima Usmansyah ditemui di restoran kawasan Sleman, Kamis (11/7/2024).Direktur Utama PT Primissima Usmansyah ditemui di restoran kawasan Sleman, Kamis (11/7/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja

Upaya Menyehatkan Perusahaan

Meski begitu, PT Primissima saat ini dalam proses penyehatan. Primissima saat ini menjadi 'pasien' PT PPA lantaran menjadi BUMN 'sakit-sakitan' secara keuangan.

"Sebenarnya prosesnya Primissima sebagaimana dalam rapat di DPR kemarin adalah dalam proses untuk disehatkan. Jadi proses penyehatan ini dikelola penuh oleh PT PPA," ujarnya.

Namun, untuk mendapatkan dana pinjaman modal kerja dari PPA diperlukan restrukturisasi aset dan efisiensi operasional agar pinjaman modal kerja yang akan datang dapat dijamin dan dapat dikembalikan. Sebab, saat ini seluruh aset perusahaan telah dijaminkan ke salah satu bank BUMN.

Usman mengatakan proses antara pihak PPA dan bank masih terus berjalan. Dia berharap dana talangan dari PPA segera cair dan paling lambat tanggal 1 Agustus sehingga karyawan sudah bisa masuk meski secara bertahap.

"PPA sekarang juga mulai jalan menurunkan modal kerjanya, dan kita berharap sebelum tanggal 20 (Juni) ini talangan dari PPA akan banyak turun, sehingga kita juga berharap paling lambat tanggal 1 Agustus, karyawan sudah masuk lagi," harapnya.

Dana tersebut, lanjut Usman, juga digunakan untuk menghidupkan kembali mesin operasional. Sebab, semakin banyak mesin bisa hidup, keuangan perusahaan juga bisa sehat.

"Kita sedang benahi, itu dibantu PPA dengan dana penyehatan mesin. Sehingga nanti kita berharap kapasitas mesin akan hidup maksimal sehingga nanti berkenaan dengan itu modal kerja dari PPA bisa kita gulirkan dan mudah-mudahan secara bertahap karyawan bisa masuk," katanya.

"Yang menyehatkan mesin itu Rp 550 juta itu untuk menghidupkan sekitar 80 mesin," imbuhnya.

Kasus PHK 15 Karyawan

Di sisi lain, terdapat 15 orang yang kena PHK. Usman menjelaskan perusahaan itu tidak melakukan PHK kepada karyawannya apabila karyawan tidak melakukan kesalahan yang bisa berakibat PHK.

Kasus PHK 15 Karyawan yang telah dilakukan adalah karena karyawan-karyawan tersebut mangkir bekerja lebih dari 5 hari walaupun telah dilakukan pemanggilan.

"Jadi dua mengundurkan diri, 13 diberhentikan tidak hormat karena melanggar aturan perusahaan yaitu mangkir dari kerja selama 5 hari berturut-turut, dan diperingatkan tidak mengindahkan dan dipecat, jadi bukan PHK biasa," jelasnya.

Pun untuk pesangon terhadap 15 orang sebesar Rp 103 juta itu pun masih terus diusahakan.

"Yang Rp 103 juta sudah kita bayar 30 persen. Rencananya diangsur tiga kali, baru dibayar sekali," ucapnya.

Kemudian mengenai BPJS Kesehatan, Primissima selalu membayarkan BPJS Kesehatan untuk menjamin proteksi kesehatan para karyawannya. Memang pernah terjadi keterlambatan 1 bulan di bulan Oktober 2023. Namun sudah dilunasi di bulan berikutnya dan sampai saat ini.

"Kami sampai sekarang bayar (BPJS Kesehatan). BPJS Kesehatan tidak ada masalah," katanya.

Hanya saja, untuk BPJS Ketenagakerjaan memang belum bisa dibayarkan sejak 2020. Nominal tunggakan yang harus dibayar mencapai hampir Rp 6 miliar.

"BPJS kami akui memang belum dibayar sejak Februari 2020," ucapnya.

Perusahaan juga sempat dipanggil kejaksaan untuk mediasi. Hasilnya, BPJS yang belum terbayarkan itu statusnya menjadi piutang.

"Dari mediasi itu sebenarnya ada kesepakatan kami akan mengangsur, tapi dengan keterbatasan yang ada belum sempat terbayar," ujarnya.




(ams/cln)

Hide Ads