Sultan menyebut perusahaan milik BUMN tersebut adalah PT Primissima. Perusahaan itu sudah lama mengalami masalah.
"Ya urusannya (PT) Primissima, ya Primissima itu sepertinya hidup segan mati tak mau. Dari dulu kok nggak pernah selesai. Mestinya tidak merugikan karyawan, tapi memang dari awal, ndak tahu kenapa tidak diselesaikan," jelas Sultan saat ditemui wartawan di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (9/7/2024). Sultan menjawab pertanyaan wartawan soal PHK di pabrik tekstil milik BUMN di Sleman tersebut.
"Jangan sampai karyawan itu dirugikan. Ya memang sudah berapa tahun kan hidup segan mati tak mau. Ya kita ikut prihatin juga," sambungnya.
Sultan melanjutkan, dulu perusahaan BUMN tersebut sempat akan diambil alih oleh BUMD. Lantaran keadaannya kini, Sultan mengaku tak berani kembali melayang tawaran serupa.
"Kita tidak berani untuk nawar lagi menjadi BUMD seperti 7-8 tahun yang lalu. Karena dengan begini nanti diambil alih juga saya pusing juga," pungkasnya.
Sebelumnya, viral postingan yang berisi curhatan buruh pabrik tekstil milik BUMN di Sleman dirumahkan dan tak dibayarkan gaji selama beberapa waktu. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY pun membenarkan kabar ini.
Dilihat detikJogja, Senin (8/7), dalam postingan akun media sosial Instagram @merapi_uncover tersebut, berisi curhatan salah satu buruh pabrik. Ia mengaku sudah satu bulan dirumahkan dan beberapa tunggakan gaji belum dibayarkan.
"Iya betul, perusahaan tersebut masih dalam masalah," kata Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja Disnakertrans DIY, Amin Subargus saat dimintai konfirmasi melalui pesan singkat, Senin (8/7).
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja Sleman, Sutiasih mengatakan terkait kasus tersebut pihaknya telah melakukan mediasi dan telah ada kesepakatan.
"Kasusnya PT itu sudah kami tangani mediasi ya. Pertama konsultasi-konsultasi, bipartit sampai ke mediasi dan berakhir ada kesepakatan," kata Sutiasih saat ditemui wartawan di kantornya, Selasa (9/7).
Akan tetapi dalam perjalanannya, perusahaan tersebut belum bisa memenuhi kesepakatan tersebut. Permasalahannya, perusahaan itu belum memiliki dana untuk membayarkan pesangon dan gaji karyawan.
Sutiasih bilang sejauh ini pihaknya telah menyelesaikan kewenangannya. Kasus ini pun menurut Sutiasih sudah diambil alih oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
"Kemudian sekarang kewenangan sudah diambil alih oleh PT PPA pengelola aset, itu tinggal menunggu dari sana, manajemen sini (perusahaan) bingung juga mau diajak bipartit juga belum siap," jelasnya.
Menurutnya, permasalahan pabrik tekstil itu sudah berlangsung sejak lama. Bahkan tanda-tanda kesulitan keuangan sudah terlihat sejak sebelum pandemi COVID-19. Namun, tiga tahun belakangan kondisi lebih parah.
Di sisi lain, Sutiasih menyebut terdapat 15 orang di perusahaan tersebut yang terkena PHK dan sampai saat ini uang pesangon masih belum dibayarkan.
"15 orang yang PHK. Sebenarnya sudah kesepakatan tapi kesepakatannya belum bisa dipenuhi, janjinya mundur lagi," ujarnya.
Selain mereka yang terkena PHK, Sutiasih menyebut ada ratusan pekerja yang sampai sekarang dirumahkan. "Semua (dirumahkan), kecuali mungkin manajamen ya, yang produksi, saya kira kantor masih," ucapnya.
Dia pun belum bisa memastikan kapan perusahaan dapat membayarkan kekurangan pembayaran tersebut.
"Itu aja nanti bisa bayar atau tidak kurang tahu. Kami kan tidak bisa sampai kepada uang berapa yang dimiliki enggak bisa sampai intervensi ke sana. Harapannya hak pekerja bisa dipenuhi diprioritaskan. Apalagi yang sudah enggak bekerja tapi yang dirumahkan juga kasihan, belum ada kepastian, sampai kapannya enggak tahu," pungkasnya.
(rih/cln)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa