Seperti diketahui, PT KAI Daop 6 telah mengirimkan surat pemberitahuan tentang pengosongan bangunan pada Rabu, 21 Mei 2025 lalu. Batas waktu yang diberikan adalah tujuh hari setelah surat diterima atau pada Rabu, 28 Mei 2025 lusa.
Namun, hingga Minggu (25/5), kemarin belum terlihat aktivitas warga untuk bersiap pindah. Calon rumah-rumah yang bakal dikosongkan juga masih membuka penitipan kendaraan. Aktivitas jual-beli di lokasi pun terpantau normal.
Hal ini pun diamini Ketua RW 01 Bausasaran, Anton Handriutomo. Dia menyebut belum ada warganya yang bersiap mengosongkan rumahnya.
"Kalau situasi belum ada yang siap-siap, menutup usaha juga belum ada. Karena kita masih menunggu iktikad baik dari KAI untuk negosiasi yang akan dimediasi oleh pihak keraton," ujar Anton saat dihubungi detikJogja, Minggu (25/5).
Pihaknya pun masih mengupayakan mediasi dengan PT KAI pada Senin (26/5) hari ini. Dia berharap ada iktikad baik dari KAI untuk menaikkan nilai kompensasi, karena nilai Rp 250 ribu per meter persegi dinilai terlalu kecil.
"Negosiasi itu mengungkapkan apa-apa saja yang mau disampaikan warga. Jangan semono, kalau semono mau dibuat pindah nggak cukup, buat beli tanah nggak cukup," tuturnya.
Salah satu pertimbangan nilai kompensasi itu dirasa terlalu kecil karena warga juga bakal kehilangan mata pencahariannya. Sebab, beberapa warga membuka usaha penitipan kendaraan.
"Gambaran, belum ada gambaran, mereka mau pindah ke mana. Kalau sudah punya rumah mungkin pulang ke rumahnya, itu yang kalau sudah punya rumah, tapi kalau yang belum punya rumah sama sekali itu juga akan kesulitan," ujarnya.
"Cuma yang jadi masalah mayoritas warga buka parkiran sepeda motor. Kalau mereka pindah, andai kata pindah ke rumah nggak masalah, tapi yang jadi masalah penghasilan mereka itu gimana. Kita kehilangan mata pencaharian kita. Jadi ada dua kasus yakni rumah tinggal dan mata pencaharian. Kalau dia pindah dan nggak ada lahan parkir lagi, mereka mau gimana," jelas Anton.
![]() |
Sebagai informasi, nilai kompnesasi yang ditawarkan PT KAI di luar bangunan inti sebesar Rp 250 ribu per meter persegi untuk bangunan permanen, sedangkan untuk bangunan semi permanen dihargai Rp 200 ribu per meter persegi. Selain itu, PT KAI juga memberi tambahan uang Rp 10 juta untuk rumah singgah, dan kompensasi ongkos angkut.
"Iya, (kompensasi) itu isinya bangunan (di luar bangunan utama), (tambahan rumah) singgah Rp 10 juta, (ongkos angkut) bongkar Rp 2,5 juta," jelas Anton saat dihubungi detikJogja, Jumat (16/5).
Pihak Keraton Jogja juga bakal memberikan bebungah sebesar Rp 750 juta untuk 14 rumah terdampak. Anton pun menyayangkan nilai kompensasi PT KAI yang dinilai terlalu kecil.
"Warga tidak mempermasalahkan bebungah, justru kita malah heran kenapa Keraton begitu perhatian pada kita. Yang kita masalahkan itu kompensasi KAI-nya, karena yang akan pakai KAI. Kalau Sultan kan yang punya tanah, nggak ada hubungannya langsung dengan kita," ucapnya.
(ams/afn)
Komentar Terbanyak
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya