Ada cara tersendiri yang dilakukan oleh Takmir Masjid Al-Muharram, Brajan, Tamantirto, Kasihan, Bantul untuk membantu warga sekitar yang membutuhkan. Yakni dengan melakukan sedekah sampah.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Ketua Takmir Masjid Al-Muharram Ananto Isworo. Gerakan ini yakni mengumpulkan sampah kemudian menjualnya dan hasilnya untuk membiayai anak kurang mampu hingga orang sakit di sekitar Masjid.
Ananto Isworo menjelaskan, gerakan sedekah sampah muncul pada Juli 2013. Saat itu Ananto memiliki keprihatinan ketika buka puasa pasti menimbulkan sampah di mana-mana dan tidak terkelola.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal itu semua masih bisa dikelola dengan baik, maka kemudian muncul ide untuk mengelola sampah bekas sisa makanan buka puasa," katanya kepada detikJogja di kediamannya, Brajan, Kasihan, Bantul, Sabtu (22/2/2025).
Alhasil, pria kelahiran 1977 ini mulai mengumpulkan sampah dan memilahnya sendiri. Teknisnya, sampah menjalani pemilahan hingga menjadi dua jenis yakni sampah organik dan non organik.
"Yang organik akhirnya bisa dimanfaatkan oleh warga untuk pakan ternak. Akhirnya kegiatan itu bergulir menjadi program utama dari Masjid Al-Muharram, Brajan yaitu mengumpulkan sampah nonorganik untuk bisa menjadi nilai sedekah," ucapnya.
![]() |
Hal tersebut berlanjut dengan pengambilan sedekah sampah dua kali di Ahad pertama dan ketiga setiap bulannya dari pukul 08.00-12.00 WIB. Nantinya relawan berkeliling mengambil sampah baik di Brajan dan sekitarnya, meski ada pula masyarakat yang datang ke Masjid untuk menyerahkan sampah. Sampah-sampah yang terkumpul selanjutnya dijual
Uang Hasil Sampah untuk Bantu Warga
Mengenai uang hasil penjualan sampah, pria murah senyum ini mengaku langsung menyalurkan ke masyarakat di hari yang sama. Menurut Ananto, semua itu agar masyarakat bisa segera merasakan manfaat dari sedekah sampah yang saat ini lebih fokus ke sampah nonorganik.
"Seperti masyarakat yang putra putrinya ada masalah biaya sekolah bisa langsung kita bantu. Lalu ada warga kekurangan secara ekonomi kita bisa bantu, kalau ada yang sakit kita kasih Rp 500 ribu sekali opname," ujarnya.
Ananto menambahkan, bahwa akan terus melakukan gerakan tersebut bahkan jika perlu semua Masjid bisa mengadopsi gerakan tersebut. Mengingat dari sampah mampu membantu masyarakat sekitar yang betul-betul membutuhkan.
"Jadi bagaimana menjadikan sampah ini nilai ekonomi yang langsung, tapi kami tidak masuk ke ranah industri karena ini Masjid. Kami hanya mengumpulkan, dijual dan uangnya langsung kemanfaatan untuk masyarakat," katanya.
"Terus dulu kita layani ambil sampah se-DIY, karena pertama-tama gerakan sedekah sampah ya. Tapi karena konsep saya di situ ada Masjid, Pedukuhan dan PKK yang mengelola sampah ya di situ saja, jadi ada sampah bawa saja ke pengelola terdekat," imbuh Ananto.
Atasi Masalah Sampah
Ananto juga mengungkapkan, bahwa pelibatan tempat ibadah khusus masjid sebagai pengelolaan sampah juga bisa mengatasi permasalahan sampah.
"Sampah itu seharusnya selesai di lingkungan masing-masing, bisa rumah, sekolah, RT, RW, sekolah hingga tempat ibadah. Kalau di Indonesia ada 800 ribu Masjid dan masing-masing bisa mengelola, masalah sampah bisa selesai," katanya.
Sedangkan untuk mengurangi sampah residu bisa dengan menghentikan penggunaan kantong plastik. Menurutnya, semua itu bisa saja dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran.
"Mengubah mindset itu bisa dengan memasukkan (pengelolaan sampah) lewat kurikulum pendidikan, seperti saya dan istri mendirikan PAUD Aisyah Surya Melati sejak 2010 dengan konsep berwawasan lingkungan," ucapnya.
Selanjutnya, setiap hari tertentu Ananto meminta anak-anak untuk membawa sampah khususnya non organik. Lebih lanjut, Ananto juga mengajari anak-anak membuat alat permainan edukatif berbahan baku sampah yang bisa didaur ulang.
"Jadi setiap Jumat anak-anak datang membawa sampahnya dan kuta siapkan keranjang sedekah plastik, kalau bermain mereka buat alat permainan edukatif dari sampah, pakai barang-barang yang bisa diguna ulang dan itu bersama orangtuanya," katanya.
Sehingga tidak bisa jika merubah mindset masyarakat itu secara tiba-tiba apalagi ingin menyamakan dengan Jepang. Akan tetapi, kembali lagi semua itu bukanlah salah masyarakat namun kurangnya edukasi sejak dini dalam mengelola sampah.
"Sehingga jangan tiba-tiba ingin seperti Jepang, Jepang itu butuh bertahun-tahun untuk jadi seperti itu. Nah, di sisi lain masyarakat tidak bisa disalahkan karena memang tidak pernah diedukasi mengelola sampah dengan baik dan benar," ujarnya.
(apl/aku)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu