Curhatan tersebut disampaikan oleh sejumlah perwakilan P3A dan GP3A dalam sesi diskusi dengan Menteri Dody di kawasan Waduk Sermo, Kokap, Kulon Progo, siang ini. Unek-unek soal insentif mencuat karena sulitnya memperoleh generasi muda yang mau terlibat dalam pengelolaan irigasi pertanian. Hal ini ditengarai karena ketiadaan upah bagi pengurus.
"Oke, banyak program sudah masuk, tapi kalau hanya sebatas (program) fisik yang masuk tapi kelembagaan (P3A dan GP3A) tidak dipikirkan, maaf tidak akan bisa jalan. Apalagi sekarang pengurus lembaga sudah tua-tua, di sisi lain kaderisasi pengurusan susah, karena ini murni kerja sosial. Padahal harapannya orang-orang muda bisa tertarik dengan kelembagaan ini," ucap Wijianto Edi Purnomo, selaku Ketua P3A Ngudi Makmur Palihan, Temon, saat ditemui wartawan di lokasi Senin (27/1/2025).
Pria yang akrab disapa Edi ini menerangkan P3A dan GP3A merupakan ujung tombak pengelolaan irigasi pertanian dan memastikan air irigasi bisa terdistribusi merata kepada seluruh petani. Namun, tugas ini bersifat sosial dan tidak ada upahnya. Menurutnya hal ini sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
"Perjalanan P3A dan GP3A kalau dulu kan nuwun sewu (permisi) tuntutan ekonomi kan tidak begitu tinggi, sekarang sudah tinggi sekali pak. Jadi terkait dengan keberadaan baik kelembagaan kelompok tani, gapoktan, P3A dan GP3A itu betul-betul murni hanya kerja bakti. Sosial lah bahasanya gitu," ujarnya.
"Hak asasi manusia yang paling hakiki adalah hak hidup. Semua orang tidak pandang bulu, mau kasta sudra, kasta brahma, kasta apa, otomatis punya masing-masing hak hidup. Kalau semuanya untuk kerja bakti sosial apakah tidak ini. Makanya tadi kami memberanikan diri menyampaikan pemerintah betul-betul agar bisa ada solusi, kita betul-betul tidak terjadi satu kesenjangan sosial," imbuhnya.
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah bisa mencarikan solusi terkait dengan persoalan ini. Diharapkan P3A dan GP3A bisa difasilitasi mendapatkan insentif yang selain dapat membantu perekonomian petani, juga jadi media menarik minat generasi muda untuk terlibat dalam kelembagaan ini.
Selain insentif, petani pemakai air juga minta Menteri Dody untuk membenahi infrastruktur irigasi dan bendungan di sejumlah titik di Kulon Progo. Ada pula permintaan agar dibangunkan bendungan gerak untuk meminimalisir terjadinya luapan saat musim hujan.
"Kemudian membuatkan bendung gerak di Sungai Heisiro di sebelah timur perempatan Nagung. Dulu kalau drainase itu hanya pembuang, sekarang sudah multi fungsi, pengambilan juga pembuangan. Selama ini sampai sekarang kondisi drainase tadi pas banjir kasian betul kepada petugas karena itu baru sebatas spot balok. Lagi-lagi untuk keselamatan itu bahaya," ucap Edi.
Menanggapi hal itu, Menteri Dody menyatakan bakal menindaklanjuti curhatan para petani pemakai air di Kulon Progo. Dody juga menyebut jika persoalan insentif sebenarnya sudah dibahas di tingkat kementerian tapi belum menemui titik temu.
"Sebetulnya yang dikeluhkan para petani sama, di mana-mana mengeluhkan P3A-nya itu kok sepertinya ditinggalkan pemerintah, padahal dulu yang membentuk pemerintah juga. Memang kita kesulitan mewadahi mereka, tapi bukan berarti nggak ada effort. Kita tetap effort, kerja sama dengan semua kementerian. Cuma memang belum ada titik temu yang maksimal soal insentif itu," ujarnya.
Dody mengatakan pemerintah berupaya agar taraf hidup petani dan P3A maupun GP3A bisa meningkat. Proses ini sedang berlangsung dan diharapkan bisa berjalan sesuai rencana.
"Sedangkan yang dilakukan pak Prabowo adalah meningkatkan taraf hidup petani kan. Karena P3A itu rata-rata petani juga. Harapannya hidup petani meningkat," ucapnya.
(apu/ahr)
Komentar Terbanyak
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya