Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga terhadap ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen pencalonan presiden dan wakil presiden. Enika Maya Oktavia, salah satu tim pemohon membeberkan alasan diajukannya gugatan setelah Pilpres 2024.
"Sederhana saja jawabannya bahwa semakin dekat dengan Pilpres, maka tekanan-tekanan politik itu akan semakin luar biasa," kata Enika dalam sesi konpers di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Suka Jogja, Sleman, Jumat (3/1/2025).
Mereka ingin agar kajian yang dilakukan oleh MK tidak mendapat intervensi dari pihak-pihak luar. Oleh karena itu, gugatan itu diajukan setelah proses Pilpres berlangsung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kami ingin kajian-kajian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat preseden atau pengaruh-pengaruh buruk secara politik, melainkan benar-benar kajian akademis, melainkan benar-benar kajian substansi hukum, dan hal ini terbukti," ujarnya.
Di sisi lain, dia menegaskan pengajuan gugatan itu tidak ada motif politik. Murni perjuangan akademik dan konstitusi.
"Tapi di sini kami menekankan bahwa perjuangan kami adalah perjuangan akademis, perjuangan advokasi konstitusional. Oleh karenanya, kami cerminkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan setelah Pilpres," tegasnya.
Adapun perjuangan mereka berlangsung selama kurang lebih satu tahun sejak Februari 2024. Baru pada Januari ini gugatan mereka diputus oleh MK.
"32 putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya menyatakan tidak diterima dan ditolak pasal, ditolaknya permohonan-permohonan tersebut, kemudian di permohonan ke-33 ini, akhirnya Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan keinginan dari masyarakat Indonesia itu sendiri," pungkasnya.
Sebelumnya, melansir detikNews Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). MK mengabulkan seluruhnya permohonan tersebut.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.
(ahr/ahr)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
Ponsel Diplomat Kemlu yang Tewas Misterius Ternyata Hilang