Tahukah detikers bahwasanya saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Jogja masih belum bergabung dengan NKRI? Saat itu, Jogja masih merupakan wilayah otonom yang berdiri sendiri.
Bergabungnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman dengan NKRI tidak lepas dari sosok Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VII. Sebab, sebagaimana dikutip dari laman resmi Pemprov DIY, keduanya adalah pemimpin Jogja kala itu.
Lantas, bagaimana proses bergabungnya Jogja dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia? Di bawah ini detikJogja siapkan sejarahnya lengkap dengan isi amanat 5 September 1945 yang menjadi bukti keabsahan bergabungnya Jogja bersama NKRI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Bergabungnya Jogja dengan NKRI
Dirangkum dari buku Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan Pemprov DIY, usai Proklamasi Kemerdekaan RI berhasil dilakukan, beritanya langsung disebarluaskan ke seluruh penjuru tanah air.
Di Jogja, berita tersebut ditangkap Kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta pada 17 Agustus 1945 siang hari. Karena dilarang pasukan Jepang, berita proklamasi ini hanya disiarkan dari mulut ke mulut.
Berhubung saat itu hari Jumat, khutbah-khutbah ibadah menjadi sarana penyiaran berita proklamasi yang berperan penting. Di antara masjid-masjid yang khutbahnya membicarakan berita proklamasi adalah Masjid Agung Kauman dan Masjid Paku Alaman.
Kendati berita mengenai proklamasi telah tersebar, sebagian besar warga Jogja masih diliputi rasa bingung. Pasalnya, tentara Jepang terlihat tetap berkuasa. Lebih-lebih, Sri Sultan HB IX juga masih diam.
Pada siang 19 Agustus 1945, Sri Sultan HB IX mengirimkan telegram berisi ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta. Telegram tersebut disambut baik oleh keduanya. Soekarno bahkan langsung mengeluarkan Piagam Penetapan Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat. Nantinya, piagam ini akan diberikan pada 6 September 1945.
Masih pada hari yang sama, Sultan HB IX mengumpulkan kelompok-kelompok pemuda di Gedung Wilis, Bangsal Kepatihan, Yogyakarta, kemudian berpidato. Kurang lebih, beliau mengimbau agar seluruh masyarakat Jogja bersatu padu untuk kepentingan nusa dan bangsa.
Pada 20 Agustus 1945, Sri Sultan HB IX kembali mengirimkan telegram kepada Soekarno dan Hatta. Telegram tersebut berisi penegasan bahwasanya Jogja sanggup berdiri di belakang kepemimpinan Soekarno dan Hatta.
Dalam perkembangan selanjutnya, yakni pada awal September 1945, usai KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) terbentuk, Sri Sultan HB IX berdiskusi dengan Paku Alam VIII, Ki Hadjar Dewantara, dan sejumlah tokoh lainnya. Pembicaraan ini mengeluarkan hasil bahwasanya rakyat Jogja menyambut proklamasi kemerdekaan dengan rasa lega.
Berbekal keputusan musyawarah tersebut, Sri Sultan HB IX mengeluarkan Amanat 5 September 1945. Dengan keluarnya amanat itu, wilayah Keraton Ngayogyakarta resmi menjadi bagian dari NKRI.
Keesokan harinya, 6 September 1945, Soekarno mengutus dua orang menteri negara, yakni Mr Sartono dan Mr Maramis untuk pergi ke Jogja. Keduanya ditugaskan untuk menyampaikan piagam dari Presiden Republik Indonesia yang telah dipersiapkan sejak 19 Agustus 1945.
Pada intinya, piagam tersebut berisi pengakuan pemerintah NKRI kepada Jogja sebagai bagian dari Republik Indonesia. Selain itu, piagam ini juga bertujuan untuk memperkuat kedudukan sultan sebagai pemimpin Jogja.
Isi Amanat 5 September 1945
Kembali dikutip dari buku yang sama, isi Amanat 5 September 1945 adalah:
AMANAT
Sri Paduka Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, menyatakan:
- Bahwa Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
- Bahwa Kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnya Kami pegang seluruhnya.
- Bahwa perhubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung jawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami yang memerintah supaya segenap penduduk dalam Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.
Ngayogyakarta Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945
Hamengku Buwono IX
Isi Piagam 6 September 1945
PIAGAM PENETAPAN
Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:
Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Alaga, Abdulrachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang kaping IX ing Ngayogyakarta Hadiningrat pada kedudukannya, dengan kepercayaan, bahwa Sri Paduka Kanjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa, dan raga untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian dari pada Republik Indonesia.
Jakarta, 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia
ttd
Ir. Soekarno
Nah, itulah sejarah peristiwa penting 5 September 1945, momen bergabungnya Jogja ke pelukan Republik Indonesia. Semoga menambah wawasan detikers, ya!
(par/apl)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas