Warga Kalurahan Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman punya tradisi menyongsong peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia. Mereka melaksanakan upacara dan mengibarkan bendera berukuran raksasa.
Pantauan detikJogja, ratusan orang menghadiri pengibaran bendera itu dilakukan di kawasan wisata lereng Merapi Bukit Klangon, Padukuhan Kalitengah Lor, Glagaharjo, Cangkringan. Acara ini pun menyedot perhatian banyak wisatawan.
Adapun belasan orang didapuk untuk membawa bendera dengan ukuran 9x6 meter itu. Bendera raksasa itu dibawa dengan berjalan kaki sejauh sekitar 50 meter dari gerbang masuk kawasan wisata Bukit Klangon ke tiang bendera raksasa yang berada di atas bukit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para wisatawan pun berlomba mengabadikan peristiwa itu. Upacara pengibaran bendera ini dipimpin oleh Danramil Cangkringan, Kapten CKE Suparno. Pesertanya, masyarakat sekitar, perangkat pemerintahan, TNI, Polri, relawan, dan wisatawan.
Bendera merah putih berukuran raksasa itu tampak gagah berkibar di tiang setinggi 17 meter. Di belakang bendera raksasa itu berlatar gagahnya Gunung Merapi yang tampak sangat jelas. Maklum lokasi upacara berada di radius sekitar 3 kilometer dari puncak Merapi.
![]() |
Lurah Glagaharjo, Suroto, menjelaskan tradisi pengibaran bendera yang lebih cepat sehari ini dalam rangka menyongsong kemerdekaan. Selain itu juga sebagai bentuk penghormatan kepada pahlawan kemerdekaan.
"Kalau upacara ini kan sudah 9 kali kita laksanakan ya, kita di sini memilih tanggal 16 karena kita menyongsong kemerdekaan RI," kata Suroto.
Pada upacara hari ini bukan hanya satu bendera raksasa saja yang dipasang. Total ada 79 bendera berukuran kecil dipasang di sekitar lokasi Bukit Klangon hingga Bukit Kendil.
"Jumlah bendera ada satu yang besar di sini (Bukit Klangon), dan 79 kecil sudah kita pasang juga di sekitar Bukit Klangon," ujarnya ditemui wartawan di Bukit Klangon, Jumat (16/8/2024).
Suroto menambahkan, pengibaran bendera ini jadi salah satu daya tarik wisata di Bukit Klangon. Hal itu tercermin dari makin banyaknya wisatawan yang hadir ikut dalam upacara.
"Sampai hari ini iya, jadi mereka masyarakat dan juga dari pengunjung sangat antusias untuk mengikuti upacara di sini," katanya.
"Jadi mereka sudah mengagendakan, contoh tadi malam itu juga sudah ada banyak yang ada di sini karena pengen mengikuti upacara untuk pengunjung khususnya," sambungnya.
Ke depan, demi kenyamanan wisatawan, Suroto berencana untuk melakukan penambahan fasilitas.
"Ya kita upayakan terkait dengan fasilitas apapun itu yang ada di sini dan itu sudah kita rencanakan pemerintah di sini," ujarnya.
Salah seorang wisatawan, Dea Hutabarat, mengatakan dirinya sengaja datang dari Solo untuk melihat langsung prosesi pengibaran bendera itu.
"Iya pengin wisata. Kita dari Solo. Kuliah," ucap Dea saat ditemui wartawan di lokasi.
![]() |
Dara asal Medan itu mengaku baru pertama kali mengikuti upacara di Klangon. Dea pun menilai dengan latar Merapi, suasana upacara ini menjadi semakin syahdu.
"Enggak expect sih karena baru pertama kali, keren sih. Cakep banget. Baru kali ini sih," ucapnya.
"Salah satunya itu ya karena background Gunung Merapi kan keren ya, ya itu sih. Suasananya," imbuhnya.
Dia pun berencana untuk kembali lagi tahun depan. Tentunya dengan membawa teman-temannya yang lain.
"Ngajak temen kali, rame-rame kali. Jadi kerasa makin meriah juga semua bisa ngerasain," katanya.
Baca Sejarah Pertempuran di Lereng Merapi di halaman selanjutnya....
![]() |
Sejarah Pertempuran di Lereng Merapi
Danramil Cangkringan, Kapten CKE Suparno, mengatakan kegiatan ini bagian dari perayaan menyambut kemerdekaan.
"Kegiatan ini adalah untuk menyambut peringatan proklamasi kemerdekaan RI," kata Suparno seusai upacara, Jumat (16/8/2024).
Dia menceritakan sejarah pertempuran melawan Belanda. Konon di Cangkringan, Belanda pernah menyerbu dan membakar rumah-rumah penduduk. Pimpinan desa dan sejumlah warga ditangkap lalu dieksekusi mati.
Sejarah mencatat bahwa pada Maret 1949 terjadi penyerbuan oleh tentara Belanda di sekitaran Argomulyo, Cangkringan. Pasukan Belanda membumihanguskan rumah-rumah penduduk di di dusun-dusun sekitar Argomulyo.
Kala itu Belanda juga menangkap Kades Argomulyo, Suharjo, dan carik desa, Sukarman. Keduanya ditembak di persawahan dan gugur. Selain itu 8 orang penduduk juga gugur.
Sebelum terjadi penyerbuan di Argomulyo, pasukan Belanda menyisir kampung penduduk. Terjadi pertempuran sengit dengan penduduk yang melawan bersama laskar rakyat.
Dalam peristiwa itu Bapak Wanayik atau Sayid Barnadian dari laskar rakyat gugur tertembak Belanda di barat lapangan Jabalkat dan dimakamkan di Dusun Duwet Wukirsari, Cangkringan.
Pertempuran melawan Belanda juga terjadi di wilayah Sleman lainnya, di antaranya di Sambilegi Maguwoharjo, Prambanan, Ngaglik, Tempel, Minggir, Mlati, Turi, Seyegan, Berbah, Pakem, dan Gamping.
"Rentetan peristiwa pertempuran ini menunjukkan bahwa dengan nilai-nilai perjuangan semangat pantang menyerah, rela berkorban akhirnya dapat mengalahkan tentara belanda yang memiliki alat peralatan yang serba modern," ucapnya.
"Di masa kini, musuh kita bukan ancaman tembakan dan desingan peluru dari tentara belanda lagi, namun tantangannya adalah bagaimana mewujudkan kesejahteraan rakyat, bagaimana mengatasi permasalah kebangsaan yang sampai saat ini belum selesai. Dan bagaimana mewujudkan keadilan sosial," pungkasnya.
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka