Keluhan Warga soal Tempat Pengolahan Sampah Ilegal di Sedayu

Keluhan Warga soal Tempat Pengolahan Sampah Ilegal di Sedayu

Dwi Agus - detikJogja
Senin, 15 Jul 2024 17:58 WIB
Spanduk penolakan warga Klangon dan Tapen Argosari, Kapanewon Sedayu, Bantul, atas pengolahan sampah ilegal di wilayahnya, Senin (15/7/2024).
Spanduk penolakan warga Klangon dan Tapen Argosari, Kapanewon Sedayu, Bantul, atas pengolahan sampah ilegal di wilayahnya, Senin (15/7/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Bantul -

Warga Dusun Klangon dan Dusun Tapen, Kalurahan Argosari, Kapanewon Sedayu, Bantul, mengeluhkan keberadaan pengolahan sampah ilegal di wilayahnya. Warga menyoroti izin dan dampak bau tak sedap hingga asap pembakaran sampah yang ditimbulkan.

Dukuh Tapen, Kasianto menuturkan aktivitas pengolahan sampah berlangsung sekitar 4 bulan lalu. Warga di dua padukuhan, lanjutnya, tidak mengetahui adanya aktivitas pengolahan sampah. Bahkan perangkat di tingkat dusun dan kalurahan juga tak mengetahui adanya aktivitas tersebut.

"Mulai aktivitas itu sekitar 4 bulan lalu. Bangunan itu dulu bekas toko besi terus ditutup, yang jelas mau pembangunan maupun kegiatan itu belum ada sosialisasi sama sekali. Setelah usahanya berjalan baru timbul bau sampah," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Senin (15/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Usai munculnya dampak, warga dua padukuhan melaporkan temuan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul. Laporan ini ditindaklanjuti dengan adanya pertemuan dengan pengelola. Hingga didapati bahwa lokasi tersebut menjadi lokasi ternak maggot.

Dari pertemuan pertama ini, pihak Kalurahan Argosari, Kapanewon Sedayu dan DLH Bantul meminta aktivitas berhenti. Dalam pertemuan ini, Kasianto menuturkan pengelola sepakat menghentikan aktivitas.

ADVERTISEMENT

"Ternyata usahanya maggot itu masih taraf riset, alasan mereka kenapa muncul bau dan lalat. Lalu ada berita acara sepakat berhenti kegiatan, ternyata setelah itu malah tambah parah. Tetap masukan sampah plus tambah bikin cerobong untuk bakar sampah," katanya.

Kasianto menuturkan aktivitas pembakaran sampah muncul seusai terbitnya berita acara. Inilah yang memicu keluhan warga sekitar hingga akhirnya berujung aksi penolakan dengan pemasangan spanduk di depan lokasi pengolahan sampah.

Berdasarkan pantauan detikJogja, lokasi pengolahan sampah terlihat tertutup rapat. Dua spanduk berukuran besar terpasang tidak jauh dari lokasi tersebut. Letaknya berada di pinggir jalan Klangon-Sedayu, tepatnya utara Kantor Kalurahan Argosari.

"Malah era parah setelah itu, sampai warga malam Kamis pekan yang lalu ada yang sampai mual muntah. Soalnya kan bakarnya 1x24 jam, nonstop. Kalau tuntutan warga tidak perlu beroperasi di sini dan ditutup total," tegasnya.

Lokasi budi daya maggot dan pengolahan sampah, lanjutnya, adalah bekas toko bangunan. Usai pemiliknya meninggal, bangunan sempat tak terpakai. Hingga akhirnya disewa dengan aktivitas yang dikeluhkan warga saat ini.

Selama aktivitas pembakaran sampah, pihaknya juga memergoki sejumlah truk dump masuk lokasi tersebut. Kasianto menuturkan truk-truk ini berisi sampah beragam jenis. Tercirikan dari bau yang muncul dan tampilan visual saat melintas.

"Mobilitas masuk sampah itu dam truk, tidak tahu dari mana. Yang mengelola dan pekerja bukan orang sini. Sampahnya tidak tahu dari mana tapi dari luar Argosari," ujarnya.

Sementara itu, Lurah Argosari, Sudarno menuturkan pihaknya telah menegur pengelola. Dia memastikan saat ini tidak aktivitas di lokasi tersebut. Terlebih setelah munculnya aksi penolakan oleh warga terdampak.

Sudarno memastikan bahwa pengolahan sampah tersebut ilegal. Ini karena tidak ada pengajuan izin bahkan pemberitahuan kepada jajarannya. Padahal jarak antara Kantor Kalurahan Argosari dengan lokasi tersebut hanya terpisahkan petak sawah dan lapangan sepakbola.

"Setelah dicek, untuk pemilah dan untuk pembuatan maggot. Warga resah karena bau sampah dan menimbulkan lalat-lalat yang banyak sekali. Unit usaha itu berjalan juga belum ada sosialisasi ke warga masyarakat dan pemerintah Argosari juga tidak dilibatkan," katanya.

Dalam pengecekan awal bersama DLH Bantul, ada sejumlah temuan. Bau tak sedap yang muncul berimbas pada kemunculan lalat hijau. Serangga ini turut dikeluhkan oleh warga setempat. Terlebih sisi belakang bangunan berdempetan langsung dengan permukiman warga.

"Sekitarnya itu kan lapangan, itu juga tiap sore itu untuk sekolah sepakbola. Anak-anak pada resah bau sampah itu dan juga lalat yang kios-kios makanan juga pada resah karena warung-warung makan itu jadi banyak lalat," ujarnya.

Atas penolakan warga, Sudarno menampung keluhan tersebut. Termasuk menyampaikan langsung ke Pemerintah Kapanewon Sedayu dan Pemkab Bantul. Dia menuturkan akan ada tindak lanjut usai munculnya keluhan warga.

"Kalau dari pemerintah tidak melarang orang usaha untuk mencari rezeki tapi jangan merugikan masyarakat. Izin ya harus dipenuhi, persyaratan-persyaratan supaya tidak menimbulkan kerugian masyarakat sekitar, terutama kesehatan," imbuhnya.




(rih/cln)

Hide Ads