Seorang warga Gunungkidul, Nurul Hidayah Isnaniyah (36), mengaku menjadi korban dugaan malpraktik di salah satu rumah sakit di Gunungkidul oleh seorang dokter pada saat melahirkan anak keduanya. Kini bayi laki-lakinya didiagnosa menderita cedera Brachial Plexus.
Wanita yang akrab disapa Isna itu mengatakan dirinya mengandung anak keduanya saat berusia 34 tahun pada 20 Agustus 2022. Adapun kondisi berat badannya saat hamil lebih dari normal.
"Anak kedua ini saya memang hamil pertamanya sudah obesitas. Kemudian ada riwayat pernah gula darah saya tinggi. Kemudian di keluarga saya juga ada riwayat diabetes melitus di beberapa anggota keluarga," kata Isna kepada wartawan di salah satu kafe di Wonosari, Kamis (4/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama kali memeriksakan kehamilannya kepada dokter terkait, Isna mengatakan saat itu dirinya mengalami pendarahan. Ketika itu usia kehamilannya delapan minggu.
"Pertama kali periksa ke dokter yang bersangkutan itu pada saat saya mengalami pendarahan," jelas Isna.
Dirinya pun menjelaskan riwayat kondisi tubuhnya kepada dokter itu dengan harapan kondisi anaknya lebih besar daripada kondisi anak pertamanya saat kelahiran. Jika memang lebih besar, Isna berharap proses melahirkannya tidak dengan spontan.
Dia memeriksakan kehamilannya kepada dokter terkait sebanyak tujuh kali dari awal kehamilan hingga persalinan. Dia yang berprofesi sebagai seorang bidan di salah satu puskesmas di Gunungkidul juga bmemeriksakan kondisi kehamilannya di tempat dia bekerja.
"Saya periksa ke dokter bersangkutan tersebut selama tujuh kali dari mulai awal kehamilan sampai persalinan," ungkapnya.
Kondisi kehamilannya, Isna mengatakan sudah diperiksa dan dipantau secara teratur. Meski begitu, Isna mengeluhkan berat badannya (BB) saat masa kehamilan tidak normal.
"Jadi harusnya mulai hamil 80 kg kan idealnya saya hanya naik 5-9 kg, tapi pada saat menjelang persalinan itu berat badan saya naik 17,5 kg. Jadi hampir 100 kg pada saat mau melahirkan," ungkapnya.
Karena kenaikan BB-nya drastis dan perutnya yang tampak besar, Isna merasa sesak dan kakinya sakit. Dia pun menyampaikan keluhannya kepada dokter terkait.
Dia memprediksi bayinya tergolong besar. Isna mengatakan tinggi rahimnya dinilai lebih dari umurnya saat diperiksa oleh bidan di puskesmas. Namun begitu, Isna mengungkapkan dokter tersebut memiliki pendapat berbeda.
"Begitu saya konfirmasi yang bersangkutan menurut hasil USG normal dan banyaknya lemak. Jadi timbunan lemak yang membuat perut besar," tuturnya.
Dua hari sebelum bersalin pada 1 April 2023, Isna mengungkapkan memeriksa kehamilannya di rumah sakit tempat dokter itu menjalankan praktiknya. Dia mengungkapkan kekhawatiran bayinya besar kepada dokter tersebut.
Meski begitu, Isna mengatakan berdasarkan penjelasan dokter itu bayinya hanya diperkirakan seberat 3.300 gram. Dengan berat janin tersebut, Isna mengungkapkan masih memungkinkan untuk melahirkan secara normal.
"Sama beliau dikasih tahu bahwa perkiraan berat janin saya hanya 3.300 gram," katanya.
Selanjutnya, Isna dan keluarganya memutuskan untuk mengikuti anjuran dokter tersebut untuk melahirkan secara normal. Pada 2 April 2023 dirinya dirawat inap di rumah sakit tersebut untuk mengantisipasi agar tidak melahirkan di rumah.
"Diputuskan saya opname (rawat inap) karena mengantisipasi katanya anak pertama saya cepat lahirnya, 4 jam dari pembukaan keempat, nanti takutnya ndak brojol (melahirkan) di rumah pertimbangannya," ungkapnya.
Saat hendak bersalin, Isna ditemani oleh suaminya dan seorang temannya menggunakan pelayanan VVIP. Menurutnya proses bersalinnya sangat lambat meski selalu dipantau oleh pihak rumah sakit.
"Jadi masuk saya di pembukaan dua. Kemudian jam 12 malam saya diperiksa masih pembukaan dua juga," ucapnya.
"Terus sampai pagi hari jam 5 saya diperiksa baru pembukaan tiga," lanjutnya.
Dia pun menanyakan soal lamanya proses bersalinnya. Isna mengatakan berdasarkan penjelasan dari pihak rumah sakit saat itu baru proses penipisan. Dia pun percaya dengan klaim tersebut.
Sejak pertama kali menjalani rawat inap hingga menjelang persalinan, Isna mengungkapkan dirinya hanya ditangani oleh bidan dari rumah sakit tersebut. Padahal dia berharap proses kelahiran anaknya bisa dipantau langsung oleh dokter terkait.
"Pembukaan mulai saya masuk sampai dengan sebelum persalinan, saya hanya ditangani oleh bidannya. Jadi saya konsultasi hanya dengan bidannya," tuturnya.
Pada 3 April 2023 sekitar pukul 07.00, Isna merasa kesakitan hingga muntah sebanyak dua kali. Sebab itu, dia meminta suaminya untuk memanggil dokter terkait. Namun hanya bidan yang datang.
Isna sempat minta untuk dilakukan operasi caesar. Simak selengkapnya di halaman berikut:
Sempat Minta Cesar tapi Disuruh Pertahankan Normal
Karena sudah tidak sanggup menahan sakitnya, Isna meminta untuk menjalani kelahiran anaknya dengan cara operasi caesar. "Saya bilang saya minta caesar karena tidak kuat dengan sakitnya," ungkapnya.
Namun, oleh rumah sakit Isna diminta mempertahankan kelahiran normal. Dua jam kemudian, Isna kembali meminta untuk dioperasi caesar.
Pada pukul 11.00, Isna berujar dirinya dipindahkan ke ruang tindakan. Di ruang tersebut, Isna mengungkapkan kelahirannya sudah mencapai pembukaan delapan.
Saat dokter tersebut datang, Isna menerangkan proses kehamilannya sudah sampai di pembukaan 10. Dia mengungkapkan dokter itu memimpin jalannya persalinan.
"Begitu dokternya datang saya dibilang pembukaan ke-10 sudah mulai langsung dipimpin persalinan," terangnya.
Pada proses persalinannya, Isna mengatakan kepala anaknya tidak bisa keluar. Oleh karena itu, Isna mengungkapkan berdasarkan keterangan dari dokter itu persalinannya dibantu menggunakan vacuum.
"Kami hanya dibilang begini oleh dokternya 'Ibu ini saya bantu dengan vacuum tapi ibu harus tetap mengejan'," tuturnya.
Penggunaan alat bantu vacuum itu, Isna mengatakan tanpa ditandatangani oleh suaminya. "Padahal saat itu posisi suami saya masih sadar. Masih bisa diminta tanda tangan," katanya.
Isna pun merasa harus diberi tahu terkait alasan penggunaan alat bantu vacuum tersebut. Sebab Isna dan suaminya tidak bisa berpikir jernih, vacuum pun digunakan.
Pada beberapa kali tarikan, Isna mengungkapkan kepala anaknya keluar, tetapi tidak dengan bahunya. Dia mengatakan kepala anaknya besar.
"Kepala anak saya lahir tapi bahunya tidak bisa lahir," paparnya.
Saat itu kontraksinya pun mulai berkurang. Isna mengatakan dirinya dipaksa untuk tetap mengejan meski sudah tidak ingin.
Sebab kondisi kelahirannya, Isna mengatakan dokter tersebut memutuskan untuk menerapkan microbirth. Dia pun diarahkan untuk berposisi seperti orang sujud dan kembali mengejan.
"Dokternya memutuskan dilakukan manuver microbirth," katanya.
Kemudian, Isna menjelaskan anaknya ditarik sehingga bahu kiri anaknya keluar sehingga bisa terlahir sempurna. Pada saat lahir, Isna mengatakan anaknya tidak langsung menangis.
"Ditarik tangan anak saya, bagian bahu kirinya yang pertama mungkin. Kemudian anak saya bisa lahir," ungkapnya.
Setelah sekitar satu menit, Isna mengungkapkan anaknya pun menangis. Satu-dua jam kemudian, Isna bertanya mengapa bayinya tidak diberikan untuk menyusui dini.
Isna mengatakan pihak rumah sakit mengatakan bayinya sedang diberi oksigen. Dia mengungkapkan suaminya menjenguk bayinya sembari mengumandangkan azan.
Dia curiga sebab hanya tangan kanan anaknya yang tampak dari luar. Sedang tangan lainnya dan tubuhnya dibalut.
"Saya datang ke dekat bayinya tapi kok tangannya cuma satu yang ditampakkan," katanya.
Pada pukul 16.00 WIB, Isna menerangkan dokter tersebut mengabarkan berat anaknya 4.850 gram. Tidak hanya itu, dokter tersebut memberi tahu Isna lengan kiri anaknya tidak bergerak.
"Dikasih tahu lagi lengan kiri anak saya tidak bergerak. Sama sekali tidak ada gerakan di lengan kiri anak saya," ucapnya sembari menahan isak tangisnya.
![]() |
Bayi Dirujuk ke RSUD Wonosari Tanpa sang Ibu
Setelah meminta sedikit jeda kepada awak media, Isna melanjutkan anaknya dirujuk ke RSUD Wonosari. Hanya, dirinya tidak ikut dirujuk karena masih dalam perawatan.
"Saya dilarang untuk ikut merujuk anak saya. Pada saat itu saya ke RSUD, saya antar anak saya," katanya.
Dia berharap lengan kiri anaknya yang tidak bisa bergerak itu akibat patah tulang. Saat diperiksa ternyata tulang lengan kiri anaknya tidak patah.
"Di-rontgen ternyata tidak ada patah tulang. Jadi kemungkinan besar yang merusak anak saya adalah sarafnya," ungkapnya.
Karena anaknya tidak mendapatkan kamar di RSUD Wonosari, Isna kembali membawa anaknya ke rumah sakit tersebut selama semalam. Pada hari berikutnya Isna merujuk sendiri anaknya ke RS Sardjito.
Isna mengungkapkan pihak RS Sardjito mendiagnosis tidak bergeraknya lengan kiri anaknya mengalami Brachial Plexus Injury. Hal tersebut terjadi sebab proses persalinan.
"Diagnosanya adalah cedera di Brachial Plexus karena proses persalinan," ungkapnya.
Baca juga: 3 Gejala Kolesterol Naik, Apa Saja Tandanya? |
Selama enam bulan selanjutnya, Isna mengatakan dirinya membawa anaknya ke berbagai rumah sakit untuk menangani derita anaknya. Selama itu pula dia menunggu itikad baik dokter tersebut.
Sebab itu, Isna memutuskan untuk membuat aduan kepada Polres Gunungkidul pada 31 Oktober 2023. Mediasi itu antara Isna dan dokter tersebut dilakukan pada sekitar Maret 2024.
"Maka dari itu kami minta dimediasi oleh pihak Polres. Kami membuat aduan," katanya.
Saat bertemu kembali dengan dokter tersebut, Isna mengatakan harapannya berupa dibantu biaya pengobatan anaknya dan juga kompensasi. Isna mengungkapkan dokter tersebut akan memikirkan kembali permintaan Isna.
Adukan ke MKDKI Atas Dugaan Malpraktik
Namun dikarenakan tidak ada komunikasi lanjutan dengan dokter itu, Isna memutuskan untuk melaporkannya kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) pada 21 Juni 2024. Dia melaporkan 5 poin dugaan malpraktik tersebut.
"Kami memutuskan untuk mengambil langkah melaporkan beliau ke MKDKI untuk bisa ditengahi dari MKDKI bagaimana untuk kasus saya apakah terjadi pelanggaran prosedur atau ada pelanggaran etik," paparnya.
"Dugaan malpraktiknya ada lima yang kita adukan. Yang pertama itu melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten. Yang kedua kami melaporkan karena tidak melakukan tindakan atau asuhan media yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien," sebutnya.
"Yang ketiga tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran. Yang keempat melakukan asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali dan pengampunya," imbuhnya.
"Kemudian menolak atau menghentikan tindakan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku," lanjutnya.
Lebih lanjut, Isna mengatakan kondisi tangan kiri anaknya bergerak secara terbatas, hanya bisa diangkat sedikit. Anak kedua Isna saat ini berusia 14 bulan.
"Untuk gerakannya hanya terbatas, hanya mengangkat tangan seperti ini," terangnya sembari memperagakan gerakan anaknya dengan tangan yang lurus.
Terpisah, Plh Kasi Humas Polres Gunungkidul, Ipda Eko Wahyu, membenarkan adanya mediasi tersebut. Namun begitu hingga kini masih belum ada titik temu. Lebih lanjut, Eko mengatakan aduan tersebut masih dalam proses penyelidikan
"Memang benar dulu pernah mediasi. Sampai saat ini belum ada titik temu juga," jelas Eko kepada wartawan melalui telepon, Jumat (5/7/2024).
"Saat ini masih proses penyelidikan," imbuhnya.
Pada Jumat (5/7/2024) wartawan mencoba meminta keterangan dari rumah sakit terkait. Namun begitu wartawan tidak bertemu dengan pihak yang berhak memberi keterangan.
Permintaan konfirmasi kepada dokter terkait melalui pesan singkat yang dilakukan detikJogja pun belum mendapatkan jawaban pada hari ini.
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa