Umat Islam kembali berjumpa dengan bulan Dzulhijjah. Pada sembilan hari awalnya, terdapat amalan puasa yang dapat dikerjakan. Lalu, apakah puasa Dzulhijjah ini boleh dilakukan bersama dengan puasa qadha Ramadhan?
Dikutip dari buku 'Catatan Fikih Puasa Sunnah' karya Hari Ahadi, anjuran puasa pada hari-hari awal Dzulhijjah didasarkan atas hadits dari Hafshah RA sebagai berikut:
أربع لم يكن يدَعُهُنَّ رسولُ اللهِ صلَّى الله عليه وسلم: صيام يوم عاشوراء والعَشْر وثلاثةَ أَيَّامٍ من كل شهر والركعتين قبل الغداة
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Empat amalan yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Puasa pada hari Asyura, puasa di sepuluh pertama Dzulhijjah, puasa tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sholat sunnah sebelum subuh." (HR Ahmad 26502 dan An-Nasa'i 2416)
Selain itu, hadits dari Ibnu Abbas berikut juga dapat dijadikan penguat:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ
Artinya: "Tidak ada hari-hari untuk berbuat amal shalih yang lebih Allah cintai melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah."
Sementara itu, Qadha Ramadhan adalah puasa pengganti yang wajib ditunaikan setiap muslim apabila puasa Ramadhannya tidak lengkap. Adapun waktu pengerjaannya tidak dibatasi biar pun dianjurkan sesegera mungkin sebagaimana informasi dalam buku Fikih Muyassar terjemahan Fathul Mujib.
Berhubung 10 hari pertama Dzulhijjah adalah waktu yang baik untuk berbuat amal ibadah, pikiran untuk mengerjakan puasa sunnah awal Dzulhijjah sekaligus Qadha Ramadhan dapat muncul. Pertanyaannya, bolehkah kedua puasa ini digabungkan?
Ketentuan Menggabungkan Puasa Dzulhijjah dan Qadha Ramadhan
Dikutip dari laman resmi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, menurut Syaikh Dr Ali Jumah, boleh hukumnya menggabungkan niat qadha Ramadhan dengan puasa sunnah. Orang yang melakukan demikian, akan mendapat dua pahala, yakni qadha Ramadhan dan puasa sunnah tersebut.
Keterangan senada juga didapat dari pendapat Syaikh Zakariya al-Anshari sebagaimana disadur laman NU Online. Beliau berkata:
قَوْلُهُ وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ) أَفْتَى الْبَارِزِيُّ بِأَنَّ مَنْ صَامَ عَاشُورَاءَ مَثَلًا عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ وَوَافَقَهُ الْأَصْفُونِيُّ وَالْفَقِيهُ عَبْدُ اللَّهِ النَّاشِرِيُّ وَالْفَقِيهُ عَلِيُّ بْنُ إبْرَاهِيمَ بْنِ صَالِحٍ الْحَضْرَمِيُّ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ (قَوْلُهُ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ اُحْتُسِبَ عَلَى اللَّهِ إلَخْ) الْحِكْمَةُ فِي كَوْنِ صَوْمِ عَرَفَةَ بِسَنَتَيْنِ وَعَاشُورَاءَ بِسَنَةٍ أَنَّ عَرَفَةَ يَوْمٌ مُحَمَّدِيٌّ يَعْنِي أَنَّ صَوْمَهُ مُخْتَصٌّ بِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَاشُورَاءَ يَوْمٌ مُوسَوِيٌّ
Artinya: "(Puasa Asyura). Al-Barizi berfatwa bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura misalnya untuk qadha atau nazar puasa, maka ia juga mendapat pahala puasa sunnah hari Asyura. Pandangan ini disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami.
Ini pandangan yang muktamad. (Puasa hari Asyura dihitung oleh Allah) Hikmah di balik ganjaran penghapusan dosa dua tahun untuk puasa sunnah Arafah dan penghapusan dosa setahun untuk puasa Asyura adalah karena Arafah adalah harinya umat Nabi Muhammad SAW, yakni puasa sunnah Arafah bersifat khusus untuk umat Nabi Muhammad SAW. Sementara Asyura adalah harinya umat Nabi Musa AS."
Juga penjelasan dari Sayyid Bakri dalam Kitab I'anatut Thalibin:
وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال و الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا
Artinya: "Di dalam Al-Kurdi terdapat nash yang tertulis pada Asnal Mathalib dan sejenisnya yaitu Al-Khatib As-Syarbini, Syekh Sulaiman Al-Jamal, Syekh Ar-Ramli bahwa puasa sunnah pada hari-hari yang sangat dianjurkan untuk puasa memang dimaksudkan untuk hari-hari tersebut. Tetapi orang yang berpuasa dengan niat lain pada hari-hari tersebut, maka dapatlah baginya keutamaan... Ia menambahkan dalam Kitab Al-I'ab. Dari sana, Al-Barizi berfatwa bahwa seandainya seseorang berpuasa pada hari tersebut dengan niat qadha atau sejenisnya, maka dapatlah keduanya, baik ia meniatkan keduanya atau tidak,"
Dilansir detikHikmah, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menyatakan bolehnya urusan ini. Sebab, kata beliau, puasa Arafah (termasuk rangkaian puasa sunnah awal Dzulhijjah), adalah puasa mutlak yang tidak terkait dengan puasa Ramadhan.
"Jika dia berniat pada hari itu untuk puasa qadha Ramadhan, maka dia akan mendapatkan dua pahala; pahala hari Arafah atau hari Asyura dan pahala puasa qadha, hal ini jika puasa sunnahnya tersebut adalah puasa mutlak tidak ada kaitannya dengan Ramadhan," terangnya dilihat detikJogja pada Jumat (7/6/2024).
Kesimpulannya, puasa Dzulhijjah boleh dilakukan bersamaan dengan puasa qadha Ramadhan. Dengan catatan, pada saat pelaksanaannya, diniatkan untuk berpuasa qadha Ramadhan. Insyallah, pahala kedua puasa tersebut akan tetap didapat. Wallahu a'lam bish-shawab.
Niat Puasa Dzulhijjah Sekaligus Qadha Ramadhan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwasanya ketika seseorang ingin menggabungkan puasa sunnah dengan wajib, maka ia wajib meniatkannya untuk puasa wajib. Dengan demikian, pahala puasa wajib dan sunnahnya bisa didapat.
Qadha Ramadhan termasuk puasa wajib. Oleh karena itu, niatnya harus dilakukan pada malam hari, sejak ba'da maghrib sampai terbit fajar. Jika terlewat dari waktu itu, maka puasanya tidak sah. Keterangan ini sesuai dengan hadits berikut:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Artinya: "Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar subuh, maka tidak ada puasa baginya." (HR Ad-Daruquthni 21/400)
Lebih lanjut, Imam Nawawi dalam Al-Majmu' menyatakan niat dalam hati tanpa dilafalkan sudah cukup.
فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه
Artinya: "Sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup."
Namun, bagi detikers yang ingin melafadzkannya, ini bacaan niatnya diambil dari situs NU Lampung:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Arab Latin: Nawaitu shauma ghadin 'an qadha'i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta'ala.
Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."
Demikian penjelasan seputar ketentuan dan niat puasa Dzulhijjah sekaligus Qadha Ramadhan. Semoga mencerahkan, ya!
(rih/apu)
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa